Mengenal Lokalitas Lombok Dalam Mata Damar

Judul : Mata Damar
Penulis : Lamuh Syamsular
Penerbit : Bening Pustaka
Tebal : 101 halaman
Cetakan : Pertama, Maret, 2019
ISBN : 978-623-7104-16-2
Peresensi : Alfa Anisa, Alumni Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNISBA Blitar
Tradisi suku Sasak dikenalkan secara lembut dalam larik-larik puisi di buku yang diberi judul Mata Damar. Kekuatan lokalitas Lombok dituturkan dengan kemasan rapi sehingga tak heran jika bahasa Sasak mendominasi beberapa puisi, semakin menguatkan bahwa mencintai lokalitas budaya negeri sendiri adalah salah satu cara memperkuat karakter bangsa.
Buku Mata Damar terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama, lebih banyak tema spiritualitas. Pembaca diajak memasuki ruang-ruang batin dan khusyuk kesunyian mengenali Tuhan dengan lebih bijaksana. Seperti halnya penyair menuliskan kisah spiritual Nabi Musa dalam judul Tanzil untuk Musa. Pilihan kata yang lembut dinikmati secara bersahaja, tapi tak meninggalkan kekuatan makna dan tanpa sadar pembaca ikut tersihir dengan alur diksi-diksinya.
pantas Musa tak pernah sampai
sebab Musa masih mabuk pengetahuannya sendiri
(Hal 51-Tanzil untuk Musa)
Sampai di sini mungkin bisa diartikan dalam menemui Tuhan, ada sebab dan alasan yang belum bisa disadari Musa. Hingga Tuhan memberi petunjuk dan mengingatkan Musa lewat Nabi Khidir. Pada akhirnya Musa gagal berguru dengan Nabi Khidir karena lupa akan kesabaran yang dijanjikan.
Dalam puisi, latar dianggap sangat penting karena memberikan suasana yang diperlukan untuk menafsirkan diksi-diksi. Dalam puisi berjudul Makam-makam pembaca bisa membayangkan tempat-tempat pemakaman para leluhur yang ada di Lombok dan latar belakang yang bisa mendasari penyair menuliskan puisi tersebut. Bagaimana makam leluhur dirawat dan dipelihara ditengah benda-benda sekitar yang semakin rapuh ditelan waktu.
Makam koja’
Makam paling besar pilihan kampung
Menampung anggota yang tutup umur
(Hal 92-Makam-makam)
Pada bagian kedua diberi judul Bumi Gora, penggunaan bahasa Sasak dalam bait-bait puisi tersebar lebih banyak. Pembaca diajak mengenali Lombok dan tradisinya dari berbagai sudut. Lokalitas yang coba dibangun melalui pemilihan kata dalam hal ini bahasa daerah sedikit menyulitkan pembaca. Meski ada catatan kaki di bagian belakang buku, namun seolah rasa nyaman dan kenikmatan untuk memasuki roh-roh tradisi Lombok harus berkurang karena harus membaca kosakata bahasa Sasak.
Lokalitas tak hanya berhenti pada bahasa daerah. Tentu ada banyak aspek, dan penyair mengetahui hal itu sebagai bekal menulis puisi-puisi merawat tradisi di daerahnya. Patut diapresiasi sebagai salah satu cara mencintai negeri.
Dua atau tiga hari sebelum hari gawe
Olem-oleman sampai di sila tamu kaki
Mempersilahkan tamu hadir di jamuan tengah hari terutama bini
Sebab, sorenya ditamakan yang laki lumbar nyangkolan
(Hal 80-Lumbar Betangko)
——— *** ———-

Tags: