Mengenang Penjaga Terakhir Soekarno

soekarnoJudul : Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno
Penulis : Asvi Warman Adam, dkk.
Penerbit : Penerbit Buku Kompas (PBK)
Tebal : xii+376 halaman
ISBN : 978-979-709-793-6
Peresensi : Al-Mahfud
Penikmat buku, bermukim di Pati. Selain menulis ulasan buku, juga menulis artikel di berbagai media massa, baik lokal maupun nasional.

Pada 10 Oktober 2016 beberapa waktu lalu, Maulwi Saelan tutup usia di usia 90 tahun di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Senin (10/10) pukul 18.30 WIB dan dikebumikan pada Selasa (11/10) di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Maulwi telah pergi meninggalkan memori manis bagi bangsa ini. Terutama tentang pengabdiannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang penjaga presiden.
Buku yang mengupas sosok Maulwi Saelan ini merupakan karya tiga penulis, yakni sejarawan Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, dan MF. Mukhti. Di dalamnya tak hanya mengisahkan pengalaman Maulwi sebagai penjaga fisik Presiden Soekarno. Berbekal wawancara langsung dengan Maulwi Saelan sebagai sumber utama dan didukung berbagai literatur penting, buku ini menghadirkan perjalanan hidup sosok Maulwi Saelan dengan lengkap dan padat; mulai masa anak-anak, masa remaja bersama para pelajar Makassar saat beraksi melawan NICA dan sekutu, keikutsertaannya dalam perang gerilya di Makassar dan Jawa, hingga menjadi seorang penjaga Presiden Soekarno.
Pengamanan presiden awalnya cukup dilakukan beberapa polisi dalam Pasukan Pengawal Pribadi Presiden. Tapi sejak terjadi serangkaian percobaan pembunuhan Presiden Soekarno,–dimulai dengan insiden penggranatan di Cikini 1957, maka dibentuklann Tjakrabirawa pada 1962. Letnan Kolonel Maulwi Saelan, yang saat itu bertugas di Makassar ditunjuk sebagai Kepada Staff yang selanjutnya menjadi Wakil Komandan Tjakrabirawa. Posisi inilah yang kemudian membuat Maulwi Saelan selalu berada di samping Bung Karno. Bahkan di saat-saat paling kritis pada masa peralihan kekuasaan 1965-1966.
Keberanian Maulwi sebagai pengawal Presiden tak diragukan. Peristiwa 18 Maret 1966 menunjukkan keberanian dan ketenangan beliau. Saat itu, Presiden Soekarno dari Istana Merdeka hendak ke Istana Bogor. Sebelumnya, Kolonel Bambang Wijanarko melaporkan bahwa kondisi aman. Namun, begitu sampai di air mancur Medan Merdeka Barat, rombongan presiden terhenti karena terhalang beberapa truk militer RPKAD. Ada mobil lapis baja dengan moncong mengarah tepat ke mobil Presiden. “Katanya tadi sudah beres, kok begini?” tanya Bung Karno.
Para pengawal turun pun dari jip dan memosisikan diri di sekeliling mobil Presiden. Pasukan RPKAD mengokang senjata. Maulwi langsung loncat dari mobil dan bergerak ke arah pasukan RPKAD dan berteriak, “Jangan tembak, jangan tembak, jangan tembak”. Maulwi minta bertemu komandan pasukan RPKAD. Kemudian truk-truk RPKAD menepi dan rombongan Presiden bisa meneruskan perjalanan ke Istana Bogor dengan selamat. Di samping penjaga fisik Presiden Soekarno, Maulwi juga menjaga Presiden Soekarno dari fitnah sejarah yang dilontarkan rezim penguasa Orde Baru selama ini.
Dikisahkan Maulwi, pada tanggal 30 September 1965, ia memimpin pengamanan presiden di Senayan. Saat itu Eddie Elison, wartawan TVRI mempertanyakan pada Soekarno tentang tulisan dalam bahasa Sansekerta yang keliru pada spanduk di belakang podium. Bung Karno berjanji menjelaskan di akhir pidato. Jadi, tegas Maulwi, uraian tentang Mahabarata itu semata-mata untuk menjawab pertanyaan pembawa acara. Dalam sejarah Orde Baru, hal tersebut ditafsirkan sebagai pesan atau perintah Soekarno untuk tak ragu menculik para jenderal.
Menariknya, narasi hidup Maulwi Saelan tak hanya mengisahkan keberanian dan keteguhan menjadi penjaga presiden Soekarno. Seperti diungkapkan sejarawan Asvi Warman Adam, Maulwi Saelan memiliki empat jasa dalam menjaga Indonesia. Selain menjaga presiden, beliau berjasa di bidang militer (masa perang kemerdekaan), olahraga, dan pendidikan. Di bidang militer dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam perang gerilya melawan Belanda di Makassar dan beberapa daerah di Jawa sejak masih duduk di bangku SMP.
Di bidang olahraga, Maulwi Saelan yang menjadi penjaga gawang sekaligus kapten tim PSSI waktu itu, berhasil mengamankan gawang Indonesia dari gempuran tim Uni Soviet pada pertandingan di Olimpiade Melbourne, Australia November 1956. Saat itu, PSSI berhasil menahan imbang Uni Sovier dengan skor 0-0. Padahal, Uni Soviet merupakan salah satu kekuatan sepak bola Eropa ketika itu. Maulwi pun berjasa di bidang pendidikan dengan meresmikan Sekolah Al Azhar Syifa Budi Jakarta pada 1979. Sebelumnya, beliau aktif di Yayasan Al Azhar yang dipimpin Buya Hamka, setelah keluar dari penjara rezim Orde Baru.
Buku yang telah dicetak sebanyak tiga kali sejak pertama diterbitkan ini membawa kita mengenal lebih dalam sosok Maulwi Saelan. Dengan membacanya, kita tak hanya mendapatkan berbagai kisah penting seputar perjalanan hidupnya sebagai penjaga presiden. Lebih jauh, kita akan menemukan nilai-nilai hidup seorang Maulwi Saelan yang tersimpan dalam tiap narasi hidupnya; tentang keyakinan, pengabdian, dan kepercayaan.

                                                                                                              ———– *** ————

Rate this article!
Tags: