Mengetahui Karakter Calon Pendekar dari Ayam Peliharaan

Dewan PSHT Surabaya, Dr Aliadi Ika saat memeriksa dan melepas ayam milik salah satu pesilat di Kampus ITATS Surabaya. [wawan triyanto]

Ritual Tes Ayam Jago PSHT
Surabaya, Bhirawa
Biasanya untuk mengetahui sifat seseorang harus melalui tes psikolagi, namun Perguruan Pencak Silat PSHT memiliki cara yang unik untuk melihat karakter pesilatnya, yakni dengan media ayam jago yang selama ini dipelihara beberapa tahun.
Kampus ITATS Surabaya, Minggu (17/9) siang mendadak gaduh seperti layaknya pasar ayam. Sekitar ratusan ayam jago kluruk (berkokok) saling bersautan. Bahkan beberapa diantaranya terlibat pertarungan. Namun dengan cekatan para pemilik ayam yang mengenakan seragam pencak silat berwana hitam-hitam berupaya untuk menenangkannya sambil mengelus elus badan maupun kepala si ayam.
Ternyata para pesilat dari perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) tengah mengikuti kegiatan tes ayam jago yang digelar oleh PSHT Surabaya dan diikuti oleh 450 peserta sambil membawa unggas dengan nama latin gallus gallus domesticus itu.
Dengan tertib mereka antri bergiliran dipanggil satu persatu menghadap pendekar tingkat dua untuk melakukan semacam interview di salah satu gedung kampus. Saat itu ada sekitar lima pendekar tingkat dua yang tengah berdialog dengan para pesilat sambil membawa ayamnya.
Selain berdialog, pendekar tingkat dua itu juga memeriksa ayam yang dibawah oleh pesilat, kemudian ayam itu dilepas keatas hingga mendarat kembali dan membiarkan ayam berwana hitam kombinasi merah berjalan disekitar pemiliknya. Bahkan ada salah satu ayam yang malah berani naik kembali ke tempat duduk pendekar tingkat dua.
Menurut Dewan Cabang PSHT Surabaya, Dr Aliadi Ika, ritual ini sebagai syarat untuk mengikuti pengesahan keluarga PSHT. “Mereka sudah berlatih di perguruan selama hampir dua tahun mulai sabuk hitam hingga sabuk putih kecil. Nah ritual itu untuk mengesahkan mereka diterima sebagai keluarga besar PSHT,” paparnya.
Saat disinggung mengapa harus wajib membawa ayam jago, mantan Wakil Direktur RS Jiwa Menur Surabaya itu menerangkan, ayam jago sebagai simbol keberanian. Sehingga anggota PSHT diharapkan bisa memiliki jiwa kepemimpinan yang berani, jujur, tegas dan bijaksana.
Menariknya, ayam jago itu sudah dipelihara sejak masih kecil kemudian dirawat hingga menjelma menjadi ayam yang kuat dan sehat. “Bahkan saat membeli anak ayam itu juga tidak boleh ditawar, jadi begitu penjual menetapkan harga langsung dibeli,” kata Aliadi.
Saat ayam dibawa dan dihadapan ke pendekar kelas dua kondisinya juga harus sehat tanpa cacat. “Dari ayam itu kita bisa mengetahui sifat maupun karakter pemiliknya. Ada ayam saat dilepas dia menyerang, ada juga yang diam. Bahkan ada yang tidak begitu peduli dengan lingkungan. Nah kondisi ini mencerminkan karakter pemiliknya. Tugas kami (pendekar tingkat dua) wajib memberi wejangan kepada pemiliknya,” katanya.
Hanya saja mantan Ketua Harian Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Jatim itu tidak bisa memberikan kriteria ayam jago ideal. “Semua tidak ada yang sempurna, jadi pasti ada kelebihan dan kekurangannya,” katanya.
Nantinya ayam-ayam tersebut akan disembelih dan dimasak oleh para pemiliknya dan dihidangkan pada acara pengesahan tepat pada malam satu suro yang rencanannya digelar pada 22 September di kawasan Kenjeran Surabaya.
Sementara itu salah satu pesilat, lhamid sarifudin mengaku sudah memelihara ayam tersebut dari kecil hingga berusia sekitar 1,5 tahun. Bahkan ia sangat menyanginya. “Saya merawat dan memperhatikan kesehatan ayam itu untuk acara ini,” katanya.
Demikian juga dengan Chandra Silvia dari PSHT UINSA, remaja berjilbab itu juga tidak ragu-ragu untuk mengelus ayam yang sudah dirawatnya sejak masih kecil hingga menjadi dewasa. “Baru kali ini saya merawat ayam,” katanya.
Saat ditanya apakah mereka rela jika ayam itu nantinya disembelih dan dimasak untuk hidangan pada acara pengesahan, keduanya mengaku tidak tega dan merasa eman (sayang). “Mungkin perguruan mengajarkan kita untuk belajar ikhlas,” kata peserta lainnya. [wwn]

Tags: