Menggagas UKG yang Transparan

Nur Cholissiyah copyOleh :
Nur Cholissiyah
Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Bahasa Inggris UNISMA Malang

Untuk seluruh guru setanah air, November  ini pemerintah  (baca: Kemendikbud)  sedang mengagendakan  UKG (Uji Kompetensi Guru) serentak seluruh guru dengan berbagai status. Baik guru PNS maupun  guru non PNS, baik guru bersertifikasi maupun guru belum bersertifikasi. UKG sedianya dilaksanakan dengan cara  online, off-line  atau kombinasinya
Berbagai tanggapan  pro dan kontrapun mengemuka terkait digiatkannya kembali UKG. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan niat jajaran kemendikbud untuk mengintruksikan pelaksanaan UKG tahun ini. karena hal ini dilandasi sebuah keinginan adanya perubahan signifikan bagi citra pendidikan di Indonesia utamanya guru. Meskipun dulu pernah diadakan UKG  yang  hanya diperuntukkan guru bersertifikasi . Dan kemudian tidak berlaku lagi selang beberapa tahun karena dalam pelaksanaan dirasa belum menyentuh seluruh guru dengan berbagai tingkatan dan linieritasnya serta masih muncul problem-problem yang mempengaruhi transparasi  dari UKG itu sendiri.
UKG sebagai alat  tes untuk mengukur kompetensi guru akan dilaksanakan secara kontiyu.  Ini artinya UKG dilaksanakan secara bertahap dari tahun  ke tahun standarisasinya mengalami kenaikan.  Pelaksanaan Uji Kompetensi  harus dilakukan dengan valid, reliabel ( konsisten), Fleksibel, adil , efektif dan efisien.
Untuk itu pemerintah dengan segenap jajarannya harus seobjektif mungkin dalam menyelenggaranya  sehingga untuk kemudian arah dari kebijakan ini dapat tepat sasaran.
Esensi UKG
Pada dasarnya Uji Kompetensi Guru menurut Tim Unesa Materi PLPG;27 ini esensinya memiliki 4 Kompetensi. Yakni Pertama, Kompetensi Pedagogik, adalah kemampuan yang harus dimiliki guru  berkaitan dengan karakteristik  peserta didik yang dilihat dari aspek  misalnya: fisik,moral, sosial, kultur, emosional, dan intelektual . Hal ini berimplikasi bahwa seoarang guru harus menguasai teori- teori belajar dan prinsip-prinsip  pembelajaran yang mendidik karean peseta didik memiliki karalter, sifat dan interes yang berbeda.
Kedua Kompetensi Kepribadian , ini berarti guru dalam pembelajaran  harus dapat mempengaruhi  proses pembelajaran sesuai dengan  tata nilai yang dianggap baik dan  berlaku dalam masyarakat. Sedangkan tata nilai tersebut adalah norma, moral, estetika dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi  prilaku etik peserta didik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Seperti penerapan disiplin  yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap  mental, watak dan kepribadian  peserta didik yang kuat.
Ketiga , Kompetensi Sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerjasama,  begaul simpatik dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kempat, Kompetensi Sosial adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan  dan pelaksanaan proses pembelajaran. berarti guru mempunuyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar   peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Problematika UKG
Tujuan pelaksanaan UKG  adalah untuk menilai dan  menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum  dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. “Uji Kompetensi guru dimaksudkan untuk memperoleh infomasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi  guru menurut level tertentu dan sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut .”(Tim Unesa;Materi PLPG 2012;27). Dari sini dapat kita pamahami bahwa UKG bukan merupakan rutinitas  yang biasa akan tetapi UKG harus  mampu menjadi parameter untuk  mengukur  kompetensi guru tentunya dapat meningkatkan kompetensi yang  terstandar dan bertahap. Sehingga kompetensi guru diharapkan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Kegiatan  peningkatan  Uji Kompetensi ini  memiliki rasional dan pertimbangan yang empirik baik secara akademik, moral maupun keprofesian.  Dengan demikian  disamping hasil penilain kinerja , Uji kompetensi  harus menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan guru.  Menurut Paparan  Direktur Subdit P2TK Kemendikbud Nana Suparna bahwa Nilai UKG tahun ini akan dikonversikan ke dalam Penilaian Kinerja Guru (PKG)  bagi masing-masing guru untuk tiap tahunnya.
Hal ini bisa menjadi kabar gembira bagi guru, akan tetapi juga bisa menjaedi kabar yang tidak mengenakan bagi guru.  barangkali kalau dalam pelakasaannya jujur dan hasil tesnya langsung bisa diketahui guru tentu akan menimbulkan permasalahan . Akantetapi jika ditengah jalan  pelaksanaan UKG seperti  tahun-tahun sebelumnya  guru tidak bisa melihat nilai secara langsung tetapi harus menunggu lama pengumuman dari kantor dinas pendidikan padahal UKG tersebut telah  menjalankan online. Tentunya sistem penilaian ini akan menjadi cacat di mata khalayak umum khususnya guru sendiri. Jika  memang  dalam pelaksanaan masih seperti demikian  indikasi kecurangan berpeluang ada. Untuk itu pemerintah perlu penanganan serius  demi kelangsungan UKG yang jujur, adil dan tranparan .
Permasalahan yang kedua adalah kalau memang UKG ini diberlakukan tentunya harus berlaku seluruh guru tanpa terkecuali  termasuk para guru yang berada dibawah naungan Kemenag  juga harus di berlakukan hal sama. Supaya tidak  terlihat diskriminasi disini. Sehingga hal ini tidak menimbulkan polemik nantinya.
Karena bagi guru sendiri pemberlakuan UKG ini bisa jadi hal yang membutuhkan kesiapan yang matang. Baik kesiapan belajar untuk pra-UKG maupun kesiapan mental untuk pasca-UKG.   Jika ketika didapati nilainya jauh  dari harapan padahal guru sudah belajar mati-matian. lalu timbul beban dan sress  bagi guru. Sehingga dikhawatirkan dapat berpengaruh pada kinerja selanjutnya. Tentunya  hal ini harus menjadi kesadaran bersama dan  guru jangan merasa  terbebani   akan tetapi  guru harus memiliki mindset bahwa UKG untuk kepentingan baik bagi eksistensi guru itu sendiri.
Kemudian perlu kita ketahui bersama bahwa stakeholder pendidikan bukan hanya guru, akan tetapi juga dosen untuk  jenjang pendidikan tinggi. Seyogyanyalah untuk dosen juga harus diberlakukan  Uji kompetensi  seperti halnya guru, agar  arah kebijakan ini   lebih  terlihat merata. Serta bukan hanya guru yang terkesan  rendah kompetensinya. Sehingga proses upaya peningkatan ini lebih bersifat menyeluruh karen a yang disebut profesional itu bukan hanya guru akan tetapi juga dosen.

                                                                                                            ——————- *** ——————-

Rate this article!
Tags: