Menggali Ide Melalui ‘Brainstorming Group’

Oleh :
Maswan
Penulis adalah Wakil Dekan 3 FTIK Unisnu Jepara, Mahasiswa S3 Unnes, Asesor BAP-SM Prov. Jateng.

Brainstoming menurut kamus Webster’s International Dictionary, difinisikan, “Mempraktekan suatu tehnik konferensi, di mana suatu kelompok mencoba menemukan penyelesaian suatu problem yang spesifik dengan mengumpulkan semua ide-ide yang secara spontan disumbangkan oleh anggota kelompok itu.”
Menurut Alex F. Osborn, dalam bukunya Applied Imagination, dijelaskan bahwa pertemuan atau konferensi dalam bentuk brainstorming sebenarnya bukan sesuatu yang seluruhannya baru. Prosedur yang serupa itu ditemukan dan telah digunakan di India sejak lama. Hal semacam ini merupakan bagian dari teknik yang digunakan guru-guru Hindu saat bekerjasama dengan kelompok keagamaannya. Dalam pertemuan semacam tidak ada diskusi ataupun kritikan. Evaluasi ide-ide dilakukan pada pertemuan selanjutnya dari kelompok itu.
Pertemuan Brainstorm medern adalah suatu konferensi kreatif yang tujuannya adalah pembuatan sebuah daftar cek ide-ide.Sejumlah Ide-ide yang tercatat dapat digunakan sebagai petunjuk dalam penyelesaian masalah, ide-ide yang selanjutnya dapat dievaluasi dan diproses lebih lanjut.
Tidak ada konferensi yang dapat disebut konferensi brainstorming kecuali jika pertemuan itu dengan ketat mengikuti prinsip penundaan pengambilan keputusan. Dalam brainstorming sebenarnya hanya sebagai cara curah pendapat untuk mengungkapkan ide atau gagagasan. Pola semacam ini hanya merupakan salah satu dari fase pemerolehan ide dan pemerolehan ide hanyalah salah satu dari beberapa fase dari pemecahan masalah secara kreatif.
Prinsip brainstorming adalah kenyataan bahwa suatu konferensi yang dilakukan dengan tepat dapat menghasilakan ide-ide yang baik dan jauh lebih banyak dari pertemuan konvensional dan dalam waktu yang lebih sedikit.
Jenis-jenis konferensi atau diskusi yang umum, selalu bersifat kurang kreatif. Biasanya dalam pertemuan umum, hanya sebagai kesempatan untuk berdebat saja, bukannya untuk memikirkan ide-ide. Walaupun ada memikirkan ide, hasilnya berupa potongan-potongan saja, tidak secara bulat itu terpikirkan masak-masak. Tingkat kematangan sodoran ide tidak utuh. Padahal untuk memperoleh ide yang gemilang, perlu adanya dorongan dalam mengekpresikan ide-ide mengenai masalah-masalah yang timbul. Dalam hal ini kuncinya adalah pada peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Untuk memperoleh hasil guna dan tetap guna, harus banyak melakukan keputusan dan oleh karena itu harus berkonsentrasi pada pemikiran judicial untuk hampir setiap pengeluaran ide-ide baru. Sedangkan kelompok brainstorming hanya bertumpu atau bertekun pada pemikiran kreatif. Dan brainstorming kelompok adalah merupakan salah satu prosedur pemerolehan ide (idea-finding).
Melatih Keberanian
Proses pembelajaran di kelas dalam sistem pendidikan nasional kita belum banyak guru yang menggunakan metote brainstorming. Dalam beberapa jenis mata pelajaran tertentu sebenarnya dapat diterapkan metode brainstorming, dalam pengembangan ide dan gagasan para siswa pada tema pembelajaran.
Penerapan metode ini bisa dilakukan mulai dari tingkat pendidikan prasekolah sampai perguruan tinggi. Kurikulum tahun 2013 misalnya, sangat tepat untuk dikembangkan dengan penerapan metode brainstorming. Dengan pendekatan saintific, suatu pembelajaran dengan menganagkat satu tema (tematik), para siswa diajak untuk menggali ide-ide (mengekplorasi) permasalahan yang dibahas.
Penerapan metode ini akan efektif, tentu dengan catatan, kalau guru pengampu mata pelajaran ini mempunyai jiwa kreatif dan inovatif. Mengapa demikian? Karena metode brainstorming ini membutuhkan rancang bangun dan prosedur yang sistematis dan berkelanjutan, serta menggunakan prinsip kebebasan berependapat.
Sikap guru harus moderat dan ekstropet (terbuka) memahami perbedaan pendapat, pola pikir dan sikap anak. Dan yang paling penting juga, guru sejak awal harus mampu menumbuhkan motivasi agar para siswanya berani berpendapat, mengungkapkan ide atau gagasannya sekali pun ide atau gagasan gila dan mungkin tidak bermutu yang disampaikan oleh anak.
Kuncinya menghargai pendapat siswa, tidak menyalahkan dan tidak meremehkan ide dan gagasan siswa. Baik ide cemerlang atau ide gila, semuanya dicatat, ditampung dan diidentifikasi. Dalam satu kelas, semua siswa berpendapat, tidak ada yang tidak berpendapat pada fase penggalian ide tersebut, dan juga belum ada diskusi.
Pada pertemuan berikutnya setelah masa inkubasi (pengendapan) ide, baru dibahas mana ide yang paling cocok (baik) dan mana kurang baik. Mengidentifikasi sumbangsih penyelesaian masalah pada tema yang dipecahkan. Mungkin ide yang dianggap gila, justru bisa jadi menjadi gagasan baru dalam memberi solusi.
Dengan pola pengembangan pembelajaran model ini, akan dapat membentuk karakter anak berani tampil berpendapat di depan publik. Kalau anak sudah terlatih berani perpendapat, mampu mengungkapkan ide atau gagasan, secara otomatis anak akan menjadi berpikir kritis dan kreatif.
Metode brainstorming ini kalau bisa diterapkan, akan mampu menyelesaikan problem ketakutan siswa saat berpendakan di kelas. Siswa takut bertanya dan takut berpendapat, karena salah pola asuh orang tua di rumah yang diberangus, saat pada masa peka berbahasa yang seharusnya berkembang, dilarang bertanya ini itu.
Dan kondisi tersebut berlanjut di sekolah, baik di SD, SLTP, SLTA bahkan sampai Perguruan Tinggi, anak yang kritis bertanya ini itu, guru/dosen tidak menjawab dengan baik, justru anak dimarahi dan dijawab dengan jawaban ‘itu belum sampai pelajarannya. Jangan bertanya yang bukan-bukan, sok pintar.’ Akhirnya, mereka tidak bisa menjadi anak yang kritis berpikir dan kreatif.

                                                                                                            ———— *** ————–

Tags: