Menggantungkan Nasib dari Panasnya Api Abadi Khayangan

Api Abadi Khayangan menjadi salah satu obyek wisata andalan Pemkab Bojonegoro, dikawasan tersebut juga menjadi gantungan nasib para penjual jagung bakar.

Api Abadi Khayangan menjadi salah satu obyek wisata andalan Pemkab Bojonegoro, dikawasan tersebut juga menjadi gantungan nasib para penjual jagung bakar.

Kabupaten Bojonegoro, Bhirawa
Kawasan wisata Api Abadi Khayangan yang terletak di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, memiliki panorama alam yang cukup indah. Dikawasan tersebut terdapat api yang tidak pernah padam dan menjadi tumpuan hidup para pedagang jagung.
Wartaji (47), tampak membakar jagung diatas tumpukan batu yang keluar api abadi. Begitulah dia cara membakar jagung- jagung pesenan. Sambil menunggu matangnya jagung tersebut, dua tangannya meraih alat sederhana dari kayu panjang untuk membolak balikan jagung tersebut supaya merata. Satu persatu disusunnya dengan rapi.
Di bawah terik panas matahari tepat pukul 12.00 wib belum ditambah sengatan api abadi khayangan api yang begitu panas. Wartaji warga Sendangharjo, Kecamatan Ngasem Bojonegoro, setiap hari menjual jagung bakarnya di lokasi tempat wisata kayangan api, tepatnya di sekitar batasan kobaran api abadi.
Setelah itu dia siap membakar jagung muda yang telah dikupas kulitnya, sesuai permintaan pembeli yang datang ke tempatnya itu. Itulah rutinitas pekerjaan Wartaji, salah satu penjual jagung bakar di tempat wisata khayangan api di Kecamatan Ngasem setempat.
Ia mengakui, usaha yang digelutinya sudah dua tahun. Dalam kurung waktu selama dua tahun, dan terbukti bisa menafkahi keluarganya. “Alhasil, selama dua tahun hidup bersama jagung bakar, terutama agar bisa menyekolahkan anak dan membiayai rumah tangga kami,” kata Wartaji sesekali mengusap kucuran keringat, kemarin.
Selama dua tahun menjual jagung bakar, lanjut Wartaji dengan menghidupi anak dan istri dengan menjual jagung bakar dilokasi khayangan api.Namun tidak setiap hari dagangan mereka laris manis. Setiap hari, pria yang sentengah baya itu menghabiskan jagung bakarnya antara 1 sampai 2 sak (karung).
“Namanya juga dagangan. Kadang ramai, kadang ya grudug-grudug (pembeli yang datang bersamaan di waktu yang sama). Mereka juga belinya tidak sedikit. Kalau pas lagi sepi, ya tidak menghabiskan 1 sak tidak habis,” terang Wartaji sambil membolak balik jagung supaya matangnya merata.
Ia menjual tiap potong jagung bakarnya seharga Rp 2 ribu. Di lapaknya yang tanpa sekat itu, terkadang ada pengunjung yang datang rombongan dengan mobil mewah, ada juga yang menggunakan roda dua. Kadang ada juga pengunjung yang memakan jagung bakar di lokasi, ada juga yang membawa pulang. “Yang datang keseni jauh-jauh juga mas, ada yang dari kabupaten tetangga yakni Tuban, Blora, Surabaya, bahkan Semarang,” katanya.
Wartaji mengakui banyak suka dan dukanya menjalani usaha jagung bakar, tetapi selain motivasi yang tumbuh kuat lahir dari dalam dirinya demi anak-anak dan istri, juga faktor lain yang paling penting yakni mencintai pekerjaan membakar jagung agar mampu menghapus kejenuhan dan kelelahan fisik akibat serangan panas bara api dan asap api yang sulit dihindari dari dua bola matanya.
“Memang, tidak mudah, menekuni setiap pekerjaan atau usaha kecil apa pun namanya. Tapi bagi saya, apapun pekerjaan, kuncinya saya harus mencintainya. Sebab kalau sudah mencintai suatu pekerjaan, maka hasilnya pasti sukses,” tuturnya.
Prinsipnya, lanjut Wartaji suatu usaha maupun pekerjaan yang dijalani itu harus membawa keuntungan. Kini telah 2 tahun dia menekuni usaha jagung bakar. Hasilnya mampu membiayai pendidikan dua anaknya hingga kejenjang lebih tinggi, serta bisa untuk membeli beras dan keperluan lainnya. [Achmad Basir]

Tags: