Menggapai Haji Mabrur

Oleh :
Bisri Mustofa, SAg
Penulis adalah Guru PAI SDN Tanggulangin 2 Bondowoso dan Pengelola TPQ  an Nur Sekarputih.

Sejak tanggal 28 Juli 2017, sebagian saudara-saudara kita yang mendapat panggilan Allah Swt melalui ibadah haji, akan meninggalkan kita sekalian di tanah air menuju Tanah Haram. Sebagai saudara seagama seyogyanya kita mendoakan mereka seluruhnya, mudah-mudahan selama berada di Tanah Suci, Allah Swt senantiasa memberi kesehatan, kemampuan dan kemudahan untuk mampu menunaikan semua syarat, sunnah dan rukun haji sehingga kembali ke tanah air membawa predikat haji mabrur. Amiin.
Sejarah Haji
Secara harfiah, haji berarti menyengaja atau menuju ke suatu tempat. Secara istilah syara`, haji berarti menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Dengan kata lain, haji adalah suatu ibadah tahunan yang dilakukan umat Islam ke Mekkah dengan tujuan menyelenggarakan ritual agama menurut cara yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw.
Secara historis, ibadah haji pertama kali disyariatkan kepada Nabi Ibrahim as. Ketika Nabi Ibrahim as selesai membangun Ka’bah, Allah Swt memerintahkannya untuk menyeru manusia agar melaksanakan haji. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman yang artinya : “Serukanlah kepada seluruh manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”. Nabi Ibrahim as berkata kepada Allah Swt, “Wahai Tuhan ! Bagaimana suaraku akan sampai kepada manusia yang jauh?”. Allah Swt berfirman : “Serulah,  Aku yang akan membuat suaramu sampai”.Demikian dialog antara Allah Swt dengan Nabi Ibrahim as yang ditemukan riwayatnya dalam berbagai kitab tafsir.
Sejak itu, kaum Muslimin melaksanakan ritual haji untuk berziarah ke Ka’bah setiap tahun mengikuti risalah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, serta risalah para nabi dan rasul setelah keduanya. Ritual suci ibadah haji ini berlangsung terus seperti pelaksanaan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.
Namun pada periode tokoh Mekkah ‘Amar bin Luhay, ritual haji mulai terkotori dengan kehadiran patung dan berhala.Tokoh ‘Amar bin Luhay merupakan orang yang pertama kali menyebarkan ajaran menyembah berhala di seluruh Jazirah Arab. Dialah yang bertanggung jawab merubah ajaran tauhid menjadi menyembah berhala.Sejak itu, orang-orang Arab meletakkan patung dan berhala yang mereka anggap sebagai tuhan di sekitar Ka’bah. Bahkan jumlah berhala yang terdapat disekitar Ka`bah berjumlah lebih dari 360 buah. Selain berhala, dinding-dinding Ka`bah dipenuhi dengan puisi dan lukisan.
Keadaan menyedihkan itu berlangsung selama kurang lebih dua ribu tahun. Tetapi setelah periode panjang ini, terjawablah doa Nabi Ibrahim as yang tercantum dalam Al-Qur’an:”Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 129)
Rasul yang diutus tak lain adalah Nabi Muhammad Saw yang berupaya membersihkan Ka’bah dari segala kotoran (berhala, puisi dan lukisan)danbeliau juga mengembalikan kemurnian ibadah haji sesuai tuntunan Allah Swt sejak zaman Nabi Ibrahim as. Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai jawaban atas doa tersebut. Selama dua puluh tiga tahun, Nabi Muhammad Saw menyebarkan pesan tauhid. Pesan yang sama seperti yang dibawa Nabi Ibrahim as dan semua Nabi pendahulunya, untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi.
Kewajiban Berhaji
Dari urutan rukun Islam, ibadah haji terletak pada nomor terakhir yaitu nomo 5. Terkandung maksud bahwa ibadah haji adalah puncak keislaman seorang muslim setelah ia mengucap 2 kalimat syahadat, mendirikan solat, mengeluarkan zakat dan melaksanakan puasa Ramadhan. Ibadah haji diletakkan pada urutan terakhir sebab tidak setiap Muslim bisa menunaikan ibadah haji dalam hidupnya karena tiadanya biaya, kesehatan yang tak memungkinkan ataupun terdapat aral yang merintanginya. Namun setiap muslim harus memiliki keinginan untuk bisa berhaji walaupun sekali dalam seumur hidupnya. Maka berbahagialah seorang Muslim yang ditakdirkan Allah untuk bisa berhaji ke Baitullah.
Setiap jamaah calon haji tentunya bercita-cita agar haji yang dilaksanakannya tergolong menjadi haji yang mabrur. Rasullullah Saw bersabda : “Haji yang mabrur, tiada balasan yang setimpal kecuali hanyalah surga”.(HR Muttafaq `Alaih). Maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tergolong menjadi haji yang mabrur, diantaranya : Pertama, niat yang lurus. Seorang calon haji haruslah mempunyai niat yang lurus (Lillaahi Ta`ala) sejak akan berangkat berhaji. “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah” demikian Allah mengingatkan para jamaah calon haji untuk memulai ibadah haji dengan niat tulus Lillaahi Ta`ala. Jangan sampai terbersit niat lain yang bersemayan dihatinya semisal niat riya` agar dipuji orang, niat agar memperoleh status sosial yang terhormat karena telah berhaji atau niat agar sepulang haji bisa bergelar pak haji atau bu haji. Kedua, biaya perjalanan haji diperoleh dari harta yang halal. Jangan sekali-kali harta yang dipergunakan untuk berhaji bersumber dari harta yang haram. Rasulullah Saw. bersabda: :” Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya, “Labbaikallaahumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkata penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka penyeru dari langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima”.(HR. Tabrani).Ketiga, Mencontoh Manasik Rasulullah Saw.Selama berada di tanah suci Mekkah, hendaknya calon haji mencontoh dan meneladani manasik haji yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. Ini sudah pasti dan dapat dipahami, karena ibadah haji merupakan ibadah mahdhah yang cara pelaksanaannya mutlak harus berpedoman kepada Rasulullah Saw, sebagaimana sabdanya: “Hendaklah kamu mengambil manasik hajimu dari aku”.(HR. Muslim).Keempat, Menjaga lisan. Selama berada di tanah suci Mekkah, seorang calon haji akan berjumpa dan berinteraksi dengan jamaah lain yang berasal dari daerah maupun negara yang berbeda. Masing-masing tentunya membawa budaya, kebiasaan dan perilaku yang tidak sama. Oleh sebab itu, selama pelaksanaan ibadah haji, seorang calon haji harus bisa mengendalikan lisannya untuk tidak berkata-kata kotor ataupun yang menyakitkan sesama calon haji. Dalam QS al Baqarah ayat 197, Allah Swt mengingatkan dengan firman-Nya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan ini akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi, yang tidak senonoh atau bersetubuh), tidak berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji …”.Kelima, membawa perbaikan. Sekembalinya ke tanah air, seorang haji harus bisa membawa kebaikan dan perbaikan untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun bangsanya.
Menjadi Haji Mabrur (Sebuah Renungan)
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Saw bersabda : “Dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad Saw berkata, “haji yang mabrur tiada balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasul?” Rasul menjawab : “memberi makan orang yang kelaparan dan tutur kata yang santun”. (HR. Ahmad dan Thabraniy, dan lainnya). Imam Nawawi dalam kitabnya “al-Idhah fi Manasik al-hajj wal Umrah” menegaskan: Haji yang mabrur adalah yang mengantarkan pelakunya kepada perubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, terutama peningkatan ibadah baik ibadah individual maupun ibadah sosial.  Jika sebelum berhaji, ritual ibadahnya masih minim, maka sepulang berhaji, kuantitas dan kualitas ibadahnya harus mengalami peningkatan. Kalau sebelum berhaji, ia tak peduli pada orang di sekitarnya yang hidup dalam kekurangan, maka sepulang dari berhaji, kepeduliannya harus lebih tinggi dibandingkan orang yang belum pergi berhaji. Haji mabrur adalah haji yang memiliki kesalehan ritual dan kesalehan sosial dalam dirinya secara berimbang.
Mudah-mudahan jamaah calon haji Indonesia bisa menggapai predikat haji mabrur. Amiin. Wallaahu a`lam bishshawab.

                                                                                                      ———— *** ————–

Rate this article!
Menggapai Haji Mabrur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: