Menggugat Pemerintah tidak Perlu Harus Makar

Pembicara seminar nasional Relevansi Makar dalam Era Demokrasi menghadirkan narasumber dari Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim Himawan Estu Bagijo dan Prof Tjipta Lesmana. [adit hananta utama/bhirawa]

(Seminar Nasional KAWIKAS)
Surabaya, Bhirawa
Era demokrasi dan keterbukaan informasi saat ini memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut mengontrol jalannya pemerintah. Tak terkecuali jika warga Indonesia tidak setuju dengan kepala negara yakni presiden. Undang-undang memberikan cara yang tepat untuk menurunkan kekuasaan tanpa harus melalui makar.
Persoalan tersebut menjadi topik menarik yang diangkat Keluarga Alumni Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (Kawikas) dalam seminar nasional bertajuk Relevansi Pasal Makar dalam Era Demokrasi, Kamis (23/3).
Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim Himawan Estu Bagijo yang didapuk menjadi nara sumber menjelaskan, dari aspek hukum tata negara makar merupakan perlawanan terhadap presiden, wakil presiden atau kepala negara yang sah. Sementara pada pasal 207,208 dan 209 dalam KUHP merupakan suatu bentuk perlindungan kepada kepala negara yang sah. Kendati dilindungi, Undang-Undang juga memberi kesempatan atau cara untuk melawan kepala negara yang melanggar dengan cara impeachment.
“Maka saya katakana pasal makar saat ini masih relevan. Karena negera sendiri sudah mengatur, pelanggaran kebijakan oleh kepala negara bisa dituntut melalui pintu impeachment,” terang dia. Pasal makar hari ini justru penting, lanjut Himawan, lantaran pemerintah sudah sangat terbuka.
“Jadi untuk apa menggulingkan pemerintah dengan cara yang tidak konstitusional kalau sudah ada konstitusi yang mengatur,” sambung pria yang juga menjabat Sekjen Asosiasi Pengajar Tata Hukum Negara.
Selain Himawan, Kawikas juga mendatangkan Guru Besar Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta Prof Tjipta Lesmana. Tjipta menjelaskan, pasal makar dalam era demokrasi saat ini tidak hanya relevan tapi sangat relevan. “Indonesia dikenal di dunia dengan negara yang bergitu bebas dalam mengemukakan pendapat. Namun sayangnya pendapat itu justru disalahgunakan dan kebablasan,” katanya.
Dia mengatakan, kebebasan berpendapat atau demokrasi itulah yang dipakai oleh beberapa orang orang untuk menjatuhkan atau mengkudeta presiden dan wakil presiden sebelum masa pemerintahannya habis.
“Oleh sebab itu pasal makar untuk era saat ini sangatlah relevan. Sebab jika tidak, maka demokrasi ini akan disalahgunakan oleh sebagian pihak,” kata dia.
Dia menjelaskan, jika memang kepala negara dianggap melakukan hal yang tidak benar dan melanggar konstitusi, maka ada impechment yang sudah ada dan diatur di Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, kalau pemikirannya terhadap kebijakan negara, terhadap cara penyelanggarakan pemerintahan yang inkonstitusional, rujukan sebenarnya ya Pasal 7A tersebut.
“Kalau kemudian itu tidak diselesaikan dengan pasal 7A dan bisa mengganggu stabilitas negara maka ya harus diselesaikan dengan yang disebut Pasal Makar,” pungkasnya. [tam]

Tags: