Menghadirkan Guru Harapan Bangsa

Asri Kusuma DewantiOleh :
Asri Kusuma Dewanti
Pengajar Lembaga Bahasa Universitas Muhammadiyah Malang

Di Indonesia, guru mendapat kehormatan melalui peringatan hari guru sejalan dengan peringatan Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke-70. Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi. Hanya saja dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dan pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah.
Sehubungan dengan momentum peringatan Hari Guru Nasional, tentu ada hal-hal yang perlu disyukuri oleh para guru dan ada juga sesuatu yang juga perlu dievaluasi dan disikapi dengan baik dan benar.  Guru sejak 10 tahun belakangan memang sudah bisa tersenyum. Kondisi guru hari ini, sangat berbeda dengan kondisi guru sebelum 10 tahun yang lalu. Dulu, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa atau juga dikenal dengan sebutan Umar Bakri, yang nasibnya memang kere.
Kualitas guru
Kondisi guru sekarang, senyuman begitu sumringah. Istilah guru tanpa tanda jasa pun telah jauh bergeser. Guru tidak kere lagi, tapi sudah keren. Karena apa? Karena memang profesi guru kini telah berubah menjadi profesi yang menggiurkan. Berbeda dengan masa lalu. Dulu, profesi guru adalah sebuh profesi keterpaksaan. Karena kesehateraannya sama sekali tidak menjanjikan. Namun di era reformasi kondisinya berputar 180 derajat.
Pemerintah sangat serius memerhatikan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi. Dengan program sertifikasi, selain gaji pokok dan tunjangan, guru juga mendapat tunjangan  sertifikasi yang besarannya sama dengan nilai gaji pokok. Guru golongan 3C dengan masa kerja 8 tahun saat ini telah bisa menerima gaji Rp6-7 juta perbulan. Gaji itu berasal dari gaji pokok plus  tunjangan sertifikasi dan lainnya. Gaji demikian tentu terbilang cukup besar jika dibanding kan dengan gaji pegawai kantor pemerintahan lainnya. Jam kerja juga relatif lebih santai. Sertifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas guru  yang muaranya pada peningkatan kualitas pendidikan.
Tetapi setelah program sertifikasi guru dimulai sejak tahun 2007 silam, apakah ada perbaikan terhadap kualitas guru dan juga perbaikan terhadap kualitas pendidikan? Ini sangat menarik untuk dipertanyakan. Program sertifikasi mengacu pada Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa guru harus mempunyai kemampuan pedagogic, professional dan berkepribadian baik.
Namun selama kurun waktu enam tahun berlangsungnya program sertifikasi  ternyata dampak riilnya terhadap mutu pendidikan di Indonesia belum berpengaruh secara signifikan. Kajian Bank Dunia, program sertifikasi guru oleh pemerintah Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi guru dan siswa. Sertifikasi guru baru hanya efektif untuk meningkatkan minat kaum muda memilih pendidikan sebagai calon guru. Selain itu, sertifikasi guru juga baru hanya berdampak peningkatan kesejahteraan hidup para guru.
Sertifikasi guru yang semestinya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan di kelas dan sekolah ternyata tak berjalan seperti yang diharapkan. Prestasi siswa tak meningkat signifikan dan sertifikasi tak mengubah praktik mengajar dan tingkah laku guru. Perubahan yang dilakukan pemerintah untuk membayar lebih guru tak diterjemahkan dalam hasil belajar yang bagus.
Sertifikasi hanya semakin memacu minat calon mahasiswa untuk memilih pendidikan guru. Persoalan ini semestinya mendapat perhatian serius dari para guru. Jika program sertifikasi tidak membawa dampak bagi peningkatan kualitas pendidikan, tentu Indonesia rugi besar. Karena pemerintah sendiri sudah mengalokasikan dana Rp43 triliun untuk tunjangan guru dari  Rp337 triliun anggaran  pendidikan. Wajar jika kita perlu mendorong pemerintah agar melakukan evaluasi terhadap kualitas guru di hari guru kali ini. Dengan begitu besar harapan agar negeri ini bisa menempatkan peran guru secara profesional.
Mengembalikan peran guru
Berangkat dari peringatan hari guru kali ini, tidak ada salahkan kita kembali bersama-sama memberikan evaluasi yang inovatif bagi para guru akan posisi dan peran stratregisnya yang sangat vital dalam membangun generasi masa depan bangsa ini. Berikut beberapa kesadaran-kesadaran yang sekiranya bisa dikembangkan oleh guru-guru kita dihari guru kali ini.
Pertama, menempatkan dan menyadari peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan. Guru merupakan salah satu faktor yang strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang meletakkan dasar serta turut mempersiapkan pengembangan potensi peserta didik untuk masa depan bangsa. Begitu besar peran dan pentingnya guru dalam memajukan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah memberikan jaminan penghargaan, perlindungan, dan kesejahteraan kepada guru. Sejak tahun 1994, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun PGRI secara bersama-sama.
Kedua, momentum peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI, sudah sepantasnya menjadi refleksi, renungan, dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran pada setiap diri para guru untuk menjadi sosok yang memerankan citra profesi yang digugu dan ditiru.
Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa. Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan diteladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Guru itu adalah cermin pendidikan, dan pendidikan itu akan tecermin dari para guru.
Ketiga, peran dan kesadaran guru akan pentingnya mengembangkan karakter. Hal ini mengingat masalah karakter siswa kini di ambang krisis. Beberapa gejala krisis karakter siswa tengah mengancam generasi muda seperti adanya kasus tawuran antarsekolah, kekerasan siswa geng motor, mewabahnya virus game online yang destruktif, menggejalanya video seks yang diperankan siswa, dan kehidupan glamor yang dicontohkan tayangan televisi.
Krisis karakter siswa ini bukan terjadi tiba-tiba, melainkan proses panjang yang multifaktor. Di antaranya mencerminkan pelaksanaan pendidikan di sekolah, tempat kurikulumnya hanya berorientasi pada nilai dan guru, tidak lagi memerankan keteladanan.
Merujuk dari beberapa kesadaran-kesadaran tersebut di atas, sekirannya bisa kita gunakan koreksi bagi seluruh elemen bangsa yang dilandasi cinta kepada para guru dan pendidikan di Indonesia.  Disadari atau tidak, kurikulum sekolah kita tidak menuntut standar ke cukupan moral seperti halnya ditetapkan di negara-negara maju, terutama Finlandia. Sekolah-sekolah kita hanya mencetak siswa dengan standar nilai, sedangkan moral atau budi pekerti hanya menghiasi papan visi-misi di halaman sekolah. Begitu pun guru-guru kita, banyak yang hanya mentransfer informasi tanpa memperkuat fungsi keteladanan.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru adalah pendidik profesional yang salah satu fungsi utamanya sebagai pembimbing siswa. Membimbing itu dengan contoh dan teladan, bukan dengan hafalan atau angka-angka semata.
Peran guru sangat mulia, jika pemerintah tidak mengabaikannya seperti sekarang. Jargon klasik guru sebagai sosok yang memerankan citra profesi yang digugu dan ditiru menjadi sangatlah relevan dengan kondisi kekinian, sekaligus solusi terhadap ancaman krisis karakter siswa. Peran guru sangat strategis dalam menjamin keberlangsungan generasi masa depan suatu bangsa, seperti ditekankan UNESCO ketika pertama kali menetapkan Hari Guru Internasional (5 Oktober 1994). Dan sekali lagi perlu disadari, generasi seperti apa yang di butuhkan Indonesia ? Hanya generasi berkarakter produk pendidikan budi pekerti.
Momentum peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI, sudah sepantasnya menjadi refleksi, renungan, dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran pada setiap diri para guru untuk menjadi sosok yang memerankan citra profesi yang digugu dan ditiru.
Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri. Dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa. Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan diteladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Guru itu adalah cermin pendidikan, dan pendidikan itu akan tecermin dari para guru. Selamat ulang tahun, Bapak-Ibu Guru Republik Indonesia!

                                                                                                              ——— *** ———-

Rate this article!
Tags: