Menghadirkan Kemitraan Usaha yang Sehat

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Penulis adalah dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Indonesia memiliki tiga pilar ekonomi, yaitu BUMN, Swasta, dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi ini merupakan infrastruktur perekonomian Indonesia, sesuai Pasal 33 UUD 1945. Hanya saja, ketiga pilar ekonomi tersebut hari ini sedang berdiri dengan kekuatan tak seimbang, sehinggakonsep ekonomi yang dibuat founding fathers bangsa ini lebih terlihat indah di atas kertas, namun sulit untuk mewujudkannya, terutamanya dari sisi pilar Koperasi dan UMKM. Implikasinya adalah tata perekonomian yang merata dan berkeadilan masih bertahta dalam impian semata.

Merujuk data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) per Maret 2021, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta yang mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi. Adapun kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun. Melihat data jumlah UMKM di atas dan kontribusinya, tentu kita cukup optimis, dengan peran penting dan strategis UMKM.

Sayangnya, selama ini masih banyak ditemukan pelaku UMKM kesulitan mendapatkan akses kredit perbankan karena terkendala teknis dan nonteknis. Misalnya, UMKM tidak memiliki cukup agunan untuk mendapatkan kucuran dana dari perbankan. Selain itu, akses informasi ke perbankan pun terbatas. Sementara dari sisi pengembangan, pelaku UMKM masih punya keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan bagi komoditas tertentu. Selain itu, dari sisi pemasaran, produk-produk UMKM seringkali mengalami kebuntuan ketika berhadapan dengan industri besar di pasar ritel modern. Berangkat dari realitas inilah maka langkah melakukan kemitraan pelaku usaha besar dengan kalangan koperasi dan UMKM menjadi sangat strategis dalam konteks penciptaan perekonomian nasional yang merata dan berkeadilan.

Urgensi Kemitraan Usaha

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, pemerintah sesungguhnya terus mendorong dan mengembangkan berbagai pola kemitraan usaha antara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) dengan usaha skala besar. Tujuannya untuk meningkatkan produktifitas baik di pasar domestik maupun global.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pasal 1 ayat 13 menjelaskan yang dimaksud dengan Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2008 jo Pasal 11 PP No. 17 Tahun 2013, kemitraan dilaksanakan dengan pola sebagai berikut: inti-plasma; subkontrak; waralaba;perdagangan umum; distribusi dan keagenan; dan bentuk-bentuk kemitraan lain seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran atau outsourcing.Lantaran itu, sungguh kesempatan membangun kemitraan usaha untuk memperkuat peran koperasi dan UMKM harus dibuka selebar-lebarnya. Dengan begitu, keduanya tak sekadar dijadikan segmentasi pasar pelaku usaha besar, melainkan diposisikan sebagai mitra usaha yang sesungguhnya.

Masalahnya, disadari atau tidak sampai hari ini masih ada pemahaman yang keliru terkait dengan implementasi kemitraan antara UMKM dan pelaku usaha besar. Misalnya, masih banyak kita lihat, bahwa kemitraan yang dibangun hanyalah bagian dari pemenuhan minimal aturan dan sekaligus dianggap Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

Andai saja semua Usaha besar dapat bertransformasi pada spirit kemitraan UMKM, bukan sekadar mensiasati dan sekedar pemenuhan aturan minimal atau hanya dianggap sekedar CSR perusahaan, maka peran strategis kemitraan usaha dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilakukan dengan baik. Lantaran itu, agar semangat kemitraan dalam pengertian kesetaraan sesuai porsi kontribusinya, bukan hanya diberikan dan dilihat dari kewajiban karena undang-undang yang dimaknai kalangan usaha besar, perlu ada pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi yang ada.

Peran KPPU dalam Kemitraan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyebutkan bahwa pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM di Pasal 31 yang mengamanatkan KPPU untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, di Pasal 32 disebutkan mengenai kewenangan KPPU dalam pengenaan sanksi administratif terhadap pelaksanaan kemitraan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki peran penting dalam pengawasan iklim usaha dan kompetisinya agar berada di bawah prinsip good corporate governance.

Bahwa dalam hal kemitraan tersebut, KPPU mengawasi bagaimana agar dalam kemitraan ini tidak timbul persaingan usaha yang tidak sehat yakni tidak boleh ada monopoli, kartel, jangan sampai ada persaingan usaha yang tidak sehat. Kalau tidak dikawal dan diawasi maka yang lemah menjadi kalah. Koperasi dan UMKM bisa jadi akan dimiliki, dikendalikan oleh para pelaku usaha besar. Sehingga banyak sekali kebijakan pemerintah yang tidak dijalankan.

Berdasarkan Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008 jo Pasal 12 PP No. 17 Tahun 2013, menyebutkan bahwa: Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan; Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.

Dukungan yang sangat penting dari KPPU terhadap ekosistem kemitraan UMKM ini adalah memastikan kontrak kerja antara UMKM dan usaha besar tersebut berlangsung secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan nilai dan cakupannya.Jika hal ini dapat dan mampu dilakukan oleh KKPU, maka harapan bahwa kemitraan pelaku usaha besar dan UMKM ini mampu membawa dan mendorong UMKM dapat masuk dalam rantai produksi global (global value chain) untuk menuju ke sebuah pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan merata dapat terwujud.

Harapan berikutnya, pengawasan yang dilakukan KPPU dalam kemitraan UMKM dengan pelaku usaha besar akan membuat UMKM kian memiliki daya saing. Menurut laporan KPPU, pada 2021 terdapat perbaikan Indeks Persaingan Usaha hingga mencapai 4.81, dimana pada tahun sebelumnya masih berada di angka 4.67. Ada kenaikan indeks persaingan usaha. Oleh karena itu, ke depan peningkatan ini perlu dilanjutkan, khususnya dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi nasional di Indonesia. Persaingan merupakan faktor penting bagi kemajuan bangsa dan pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, terciptanya persaingan yang sehat merupakan faktor utama dalam mewujudkan kemajuan ini.Dalam konteks inilah pelibatan KPPU dalam mengawasi program kemitraan usaha besar dengan UMKM menjadi semakin menemukan relevansinya.

Peran Pemerintah (Daerah)

Persaingan usaha dan pelaksanaan usaha yang sehat menjadi nilai penting bagi pemulihan ekonomi. Persaingan usaha yang sehat akan memberikan terciptanya barang dan jasa yang kompetitif dan pada akhirnya masyarakat mampu mengonsumsi lebih baik lagi. Persaingan usaha yang sehat dan kemitraan yang sehat akan mampu menghasilkan pengusaha yang sehat agar ke depan pengusaha kita mampu bersaing secara kompetitif bahkan di luar negeri. Namun, kemitraan harus dipastikan tidak terjadi penguasaan oleh yang besar, karena itu memastikan kemitraan berlangsung fair menjadi penting.

Dalam mendukung kemitraan dan peningkatan kompetensi usaha, peran pemerintah sesungguhnya juga sangat jelas terbaca dari pasal 90 UU No.11 tahun 2020 yang menyebutkan bahwa setiap pemerintah daerah atau pusat wajib memfasilitasi UMKM dalam rantai pasok demi meningkatkan kompetensi usaha. Dan dalam meningkatkan akses pasar UMKM, amanah UU Cipta Kerja yang diturunkan dalam PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM mengamanahkan 40% belanja pemerintah pada UMKM. Hal penting lainnya yang harus dilakukan pemerintah adalah membangun pusat data terpadu mengenai UMKM yang dapat dimanfaatkan untuk menguatkan bentuk bangun ekosistem kemitraan UMKM itu sendiri.

———- *** ————

Tags: