Menghukum Kebrutalan Korps

Karikatur polisiLAGI, serombongan pemuda Korps Kepolisian mengamuk serang warga sipil. Ini akan semakin memperburuk citra Kepolisian yang coba dibangun dengan susah payah. Karena telah terjadi berulang-ulang, maka diperlukan “pembinaan” lebih sistemik analitik terhadap personel korps yang bertindak brutal. Bukan sekadar pembinaan mental rutin. Melainkan inovasi pembinaan berdasar analisa kebutuhan psikologis.
Markas Besar Kepolisian memastikan akan menyelidiki penyerangan yang diduga dilakukan sekelompok personel anggota Brigade Mobil (Brimob). Jajaran Polda Kalimantan Timur, Sabtu (21 Maret 2015) dini hari menyerang Asrama Atlet II, Komplek Stadion Sempaja, Samarinda. Aksi brutal itu melukai sejumlah atlet. Ironisnya, sebagian penyerang memakai seragam polisi. Lengkap dengan simbol Brimob Detasemen (B) Pelopor.
Lebih ironis lagi, kawasan “target” penyerangan adalah wisma atlet. Di dalamnya termasuk kompleks Sekolah Khusus Olahragawan Internasional. Tempat mendidik calon atlet berpotensi prestasi tingkat dunia. Kalimantan Timur, merupakan salahsatu daerah (propinsi) yang sukses membina atlet hingga level dunia (Olympiade). Dari kawasan atlet di Sempaja, telah diraih dua medali perak Olympiade dan satu perunggu.
Kawasan stadion di Samarinda, direnovasi sebagai lanjutan program pasca tuan rumah PON XVII 2008 lalu. Mengapa kawasan atlet menjadi target penyerangan? Boleh jadi telah terjadi ke-salah paham-an, antara pemuda atlet dengan pemuda anggota (Korps) Brimob. Sama-sama pemuda berpostur (tubuh) terlatih. Namun pasti, diantara kelompok memiliki rasa “superior,” lebih hebat (dengan seragam dan lencana sebagai aparat keamanan).
Tetapi rasa “superior” bukan pada baju seragam maupun lencana (dan badan kekar). Belum super manakala belum diadu dalam ranah prestasi yang meng-harumkan nama daerah dan negara. Mengeroyok, bukan “superior,” melainkan pecundang. Penggerebekan wisma atlet Kaltim, bukan hanya oleh lima orang berseragam Brimob, namun membawa “pasukan” beberapa regu dengan pakaian sipil (tidak berseragam).
Memang mirip prosedur penggerebekan, karena dilakukan pada dini hari, pada saat penghuni wisma atlet terlelap tidur. Modus tawuran dengan prosedur penggerebekan telah sering terjadi. Melawan korps lain (Sabhara) maupun dengan warga masyarakat. Pada sisi lain, Kepolisian RI kini sedang berbenah, sekaligus berupaya keras mengembalikan kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Harus diakui bukan upaya mudah, tetapi bukan tak ada jalan untuk memperbaiki citra polisi.
Banyak Jenderal polisi berbadan kurus, tidak memiliki rekening gendut. Bisa dijadikan idola. Banyak pula jenderal polisi yang terlibat (aktif) dalam dakwah keagamaan, disebut sebagai kyai. Polisi bukan hanya yang bersembunyi di balik pohon, lalu muncul tiba-tiba untuk menilang. Melainkan juga bergelut melawan perampok, menyergap teroris dan melancarkan arus lalulintas. Serta menangkap gembong narkoba. Mayoritas tindak kriminal yang dihantarkan ke Pengadilan,  merupakan prestasi polisi.
Tugas polisi cukup berat. UUD pasal 30 ayat (4) secara spesifik menyebut “kepolisian negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.” Tugas itu makin berat, karena rasio jumlah polisi masih sangat kurang. Gajinya juga kurang memadai, peralatan sarana tugasnya pun masih minimalis.
Pimpinan polisi (terutama atasan langsung) segera bertindak terhadap anak-buahnya yang melanggar peraturan perundangan ataupun melanggar kode etik. UU Nomor 2 tahun 2002, pasal 19 ayat (1), mengamanatkan: “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.”
Tentu segenap personel polisi mesti lebih cerdas dan kukuh menegakkan kode etik internal. Agaknya, dibutuhkan pembinaan mental-spiritual lebih intensif dan faktual. Misalnya zikir istighotsah dan berkesenian (bersama masyarakat), dengan berseragam polisi.

                                                                                                             ————- 000 ————-

Rate this article!
Tags: