Mengisahkan dengan Hati, Bercerita Tak Sekadar Teknik

Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menyapa bunda PAUD sebelum tampil mengikuti festival mendongeng, Selasa (30/9).

Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi menyapa bunda PAUD sebelum tampil mengikuti festival mendongeng, Selasa (30/9).

Kota Surabaya, Bhirawa
Masih ingat dengan tokoh kancil yang suka mencuri timun? Dongeng yang turun temurun dari generasi ke generasi itu seperti masih populer hingga kini. Sayang, masa depan dongeng seperti tak berkembang. Dari dulu hingga sekarang selalu itu-itu saja. Dunia dongeng seperti hanya diisi oleh kancil dan kura-kura yang berjalan lambat itu. Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim pun dituntut untuk terus menjaga dan melestarikan dongeng sebagai suatu local wisdom.
Tayangan televisi tampak lebih akrab dengan anak-anak zaman sekarang. Dari pagi hingga malam, mereka bisa menonton film kartun yang lucu atau super hero yang seru. Sayangnya, kesukaan itu cenderung membuat anak pasif lantaran sebatas melihat. Tidak ada timbal balik dan anak dibawa kepada fantasi yang tidak jelas.
Lain dengan dongeng yang menuntun anak berimajinasi, berimprovisasi tatkala diminta mendongeng. Lebih penting lagi, dalam dongeng terselip pendidikan budi pekerti, penanaman karakter pada anak sejak mereka masih berusia dini. Cara menyampaikannya pun tidak asal. Tidak sekadar teknik bercerita, tetapi hubungan antara hati yang pendongeng dan anak-anak yang mendengar harus bersambung.
Seperti yang ditampilkan Samuel dalam Festival Mendongeng bertema Budi Pekerti Bagi Guru PAUD dan Taman Kanak-Kanak yang digelar Dindik Jatim , Selasa (30/9). Guru asal TK Pembina Kota Blitar ini menceritakan dongeng berjudul Penerang dalam Kegelapan. Di sebuah hutan terdapat macan yang merajai hutan, gajah yang kuat, kera yang pandai melompat dan burung yang kicaunya merdu. Ada satu lagi, kunang-kunang yang kecil dan hanya bisa terbang dengan lampu kecil di tubuhnya.
“Ternyata, saat bencana alam akan datang dan hari pun mulai gelap, tak ada satu pun dari mereka yang punya kehebatan berani untuk memimpin upaya penyelamatan. Maka datanglah kunang-kunang yang semula diremehkan untuk menolong,” cerita Samuel.
Singkat cerita, kunang-kunang pun memanggil kawanannya untuk menerangi jalan dan memimpin seluruh hewan di hutan. Lalu para hewan yang ditolong kunang-kunang itu pun meminta maaf karena sering mencemooh dan meremehkannya.
Samuel yang sudah menjadi guru TK sejak 1988 itu menyimpulkan, pelajaran dari dongeng yang dia bawakan adalah sikap tidak meremehkan orang lain. Sebab itu merupakan cikal bakal kesombongan. Selain itu, sikap saling tolong menolong juga terkandung dalam cerita.
Selain Samuel, peserta lain adalah Ninuk Suryantini, salah seorang bunda PAUD asal Madiun ini mengaku senang bisa ambil bagian pada festival dongeng. Kemarin dia menyampaikan dongeng berjudul Tolong Aku Jack. Dengan alat peraga berbentuk hutan dan aneka satwa, Ninuk menggambarkan seorang anak desa yang bersahabat dengan alam.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dindik Jatim Dr Harun MSi turut memberi motivasi para guru PAUD dan TK untuk selalu melestarikan dongeng. “Dongeng cenderung membuat anak berlogika. Dulu dongeng menjadi alat komunikasi, sarana memberi pendidikan dalam kehidupan,” kata Harun.
Alumnus Lemhanas 2008 ini berpesan kepada para guru agar melestarikan dongeng sekaligus berinovasi. Ini supaya guru tidak menceritakan dongeng tentang dunia yang tidak dipahami anak. Melainkan bercerita dengan menyelipkan kearifan lokal, kecintaan alam, kesenian, dan lainnya.
“Saya sepakat dengan lomba mendongeng semacam ini karena bisa menggali nilai luhur. Karena itu, kualitas, kuantitas dan reward harus ada peningkatan setiap tahunnya,” tutur dia.
Harun menilai dongeng harus dilestarikan. Dongeng tidak akan berarti tanpa disertai pendidikan karakter. “Guru PAUD bisa membantu program pemerintah mewujudkan Indonesia yang lebih berkarakter dengan kemampuan mendongengnya. Jangan hanya menjadikan anak pandai saja, tapi juga berkarakter,” pesan pejabat kalem ini.
Festival ini juga bagian melestarikan sekaligus membentengi keberadaan dongeng dari ancaman degradasi seiring masuknya budaya asing bersamaan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Desember 2015.
Ketua Panitia Festival Dongeng Nasor menyebutkan, salah satu tujuan festival untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam penulisan naskah mendongeng. Peserta yang hadir terdiri dari 76 penyaji dari guru TK dan Kelompok Bermain, 76 penulis naskah PAUD, dan 76 penulis naskah dongeng tingkat Dindik kabupaten dan kota se-Jatim. Tiap kategori akan diambil 10 besar, yang masing-masing peserta berhak atas dana Rp 10 juta. “Kami berharap budaya mendongeng dapat terus dilestarikan,” tutur Nasor yang juga Kabid Pendidikan Non Formal-Informal (PNFI) Dindik Jatim ini.
Kabid Tenaga Pendidik dan Kependidikan Gatit Gunarso menyebut penguasaan mendongeng menjadi bagian kompetensin sosial guru PAUD maupun TK. “Pendongeng harus paham ilmu jiwa supaya apa yang disampaikan bisa dipahami. Ilmu pengetahuan harus dipahami supaya ada value yang disampaikan,” papar Gatot. [tam]

Tags: