Mengkaji Fenomena Sosial Keberagamaan Kontemporer

Judul : Contemporary Studies of Religion
Penulis : Dr. M. Zainuddin, M.A.
Penerbit : UIN-Maliki Press, Malang
Cetakan : Maret 2019
Tebal : xvii + 247 halaman
Peresensi : Dina Mardiana
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

AGAMA sebagai sebuah konstruksi sosial dapat dikaji dengn berbagai spektrum pemikiran, di antaranya melalui ilmu sosial yang menafsir dimensi agama secara apa adanya. Konsekuensi dari tafsir sosial atas agama kemudian meniscayakan varian pemahaman, pengalaman beragama serta world view di tengah masyarakat. Titik inilah yang menjadi pijakan awal buku Contemporary Studies of Religion.
Pada bagian pengantar, Zainuddin mendeskripsikan gagasan sosiolog era klasik seperti Emile Durkheim, E.B. Taylor, Max Weber dan J.M. Yinger tentang konsep agama. Taylor memandang agama sebatas pada hal-hal yang berwujud spiritual semata. Sementara Yinger memaknai agama lebih merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan sebagai solusi atas berbagai persoalan.
Mengutip para sosiolog tersebut, perbedaan paradigma dalam menafsir sistem kepercayaan dan spiritualitas agama, akan mempengaruhi tingkat pemahaman masyarakat. Kenyataannya, agama sebagaimana tafsir masyarakat telah melahirkan model keberagamaan yang kompleks, bahkan berimplikasi terhadap identitas sosial suatu masyarakat tertentu.
Sejalan dengan gagasan Durkheim, penulis buku ini coba menyoroti fenomena keberagamaan dalam perspektif sosial. Atau sebaliknya, meneropong fenomena sosial menurut pandangan agama. Menariknya, Zainuddin memadukan kedua perspektif itu untuk menyoroti isu-isu sosial keberagamaan kontemporer yang tak jarang menghangat belakangan ini.
Pertanyaannya, apakah realitas agama memang sedemikian menyeramkan sehingga ia mampu memicu konflik sosial? Fakta yang tak terbantahkan, agama dalam batas tertentu turut memantik tindak kekerasan akibat adanya klaim kebenaran (truth-claim) pemeluk masing-masing agama yang berujung pada sikap eksklusifisme. Lewat buku ini, penulis menawarkan model keberagamaan yang terbuka dan toleran sebagai upaya meminimalisir eksklusivitas beragama.
Semacam buku ini, kajian sosial keberagamaan sudah sering diteliti banyak pakar sosiologi agama. Sebut saja Syamsul Arifin, seorang Guru Besar bidang Soiologi Agama UMM dalam bukunya bertajuk “Studi Agama: Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer” (2009) mengatakan bahwa realitas agama tidaklah berwajah tunggal. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, agama yang dianut seseorang kerap dihadapkan pada klaim kebenaran yang memancing perselisihan bahkan konflik bernuansa agama.
Tulis Zainuddin, kecenderungan sifat ekspansif agama dari daerah kelahirannya atau adanya penetrasi agama terhadap budaya lokal, juga dapat memicu anarki yang mengakibatkan suasana disintegratif. Dalam buku ini, berbagai topik kontemporer disajikan. Misalnya, penulis menyoroti reorientasi pendidikan agama di sekolah, pengembangan pendidikan Islam menghadapi isu sekularisme, hingga korelasi antara fundamentalisme, Islam, dan Barat.
Aneka fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, terpapar dalam buku ini. Wacana depolitisasi agama menuju kerukunan umat, desekularisasi dalam shalat, hingga kajian sufisme di era global, merupakan di antara sub judul yang menjadi telaah pemikiran Zainuddin yang intinya ingin menghubungkan kondisi realitas sosial dalam perspektif agama.
Selain menguarai banyak tema, bahasan tentang fundamentalisme yang diusung buku karya Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Maliki Malang ini, mendapat porsi yang cukup besar. Melalui teori The Clash of Civilization ala Huntington dan teori hegemoni ala Gramsci, Zainuddin membedah wacana fundamentalisme Islam dan relasinya dengan Barat. Menurutnya, arogansi Barat (khususnya Amerika) terhadap Islam selama ini, bukan hanya bersifat hegemonik semata, namun sudah sampai pada penggunaan kekuatan daya paksa.
Gagasan fundamentalisme dalam buku ini sebetulnya lebih kepada reorientasi konsep fundamentalisme itu sendiri. Bagi Zainuddin, gerakan fundamentalisme merupakan sebuah gerakan inklusifisme, bukan sebaliknya yang acap dikesan eksklusif dan tekstualis semata.
Secara umum, buku ini ingin menyodorkan perspektif baru dalam menafsir fenomena sosial lewat kaca mata agama. Selain itu, penulis juga ingin mempertegas betapa pentingnya sikap kesalihan sosial dalam beragama demi membangun peradaban baru di tengah pluralitas sosial keberagamaan dengan sikap saling memahami dan menghargai.

—————– *** ——————–

Tags: