Mengkaji Kebijakan Ekspor Benur Lobster

Akhir-akhir ini, perhatian masyarakat Indonesia telah dihebohkan dengan tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus ekspor bibit lobster atau benur. Sejatinya, jika ditelesik secara mendalam dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo menampilkan fakta menarik terkait budidaya lobster. Pasalnya, pengaturan tata niaga ekspor benih lobster sebelumnya dilarang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Tepatnya, melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Sementara, di era Edhy, aturan larangan ekspor benur tersebut, dicabut melalui Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Kendati demikian, ada beberapa syarat bagi pihak-pihak yang ingin mengekspor benih lobster. Hal tersebut, terjabarkan dalam Pasal 5 Ayat 1, disebutkan bahwa pengeluaran benih-benih lobster (puerulus) dengan harmonized system code 0306.31.10 dari wilayah Indonesia, dapat dilakukan melalui hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN), eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat. Dilanjutkan, eksportir benur harus terdaftar terlebih dahulu di KKP sebelum dapat mengekspor benur.

Merujuk dari aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Edhy tersebut, sejatinya tidak ada yang salah. Namun, kendati demikian dalam prakteknya tetaplah rawan. Pasalnya, melalui proses dan persyaratan itulah, justru peluang relasi kuasa politik mempunyai andil besar untuk menetapkan aktor yang bermain dalam bisnis ekspor benur. Melalui indikasi itulah, besar kemungkinan Menteri Edhy diduga menerima gratifikasi dari perusahaan terkait eksportir benur. Oleh sebab itulah, kini saatnya kebijakan ekspor benur perlu dikaji ulang agar tidak menguatkan oligarki yang menghasilkan monopoli perdagangan tidak sehat yang berujung pada maraknya tindak pidana korupsi di negeri ini.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: