Mengkaji Lebih Dalam tentang Keindonesiaan

Judul Buku : Indonesia Apa Adanya
Penulis : @KataMaiyah
Penerbit : Mizan
Cetakan : I, November 2017
Tebal : 136 Halaman
ISBN : 978-602-441-044-5
Peresensi : M Ivan Aulia Rokhman
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya 

Membicarakan kondisi bangsa Indonesia memang tak ada habisnya. Pelbagai isu terus muncul, media terus mengabarkan problem kebangsaan, pejabat, tokoh-tokoh, dan para cendekiawan terus memunculkan wacana, dan masyarakat hidup di tengah ingar-bingar informasi tersebut. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat menyebabkan banjir informasi dan mengharuskan setiap orang memiliki kecerdasan dalam mencerna setiap informasi, agar pandangan tak menjadi kabur sehingga bisa melihat segala persoalan secara jernih.
Buku Indonesia Apa Adanya ini bisa menjadi gambaran kondisi masyarakat saat ini. Di dalamnya disuguhi kutipan-kutipan yang pernah diungkapkan budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) terkait pelbagai permasalahan bangsa ini. Lewat ungkapan-ungkapannya, Cak Nun membekali bekal membangun kejernihan berpikir.
Cak Nun menyuguhi berbagai perumpamaan dan ungkapan yang merangsang pembaca untuk berpikir secara sehat dan jernih. Sebab, dewasa ini masyarakat memang cenderung sulit mendapatkan sandaran atau referensi yang valid dalam menilai banyak hal.
Cak Nun melihat cara pandang masyarakat yang belakangan mudah dibiaskan oleh kesan, interpretasi, dan pencitraan. Akibatnya, karena guyuran pencitraan berlebihan di era informasi sekarang, orang menjadi terjerumus dalam pemujaan berlebihan atau kebencian berlebihan terhadap orang atau sesuatu. Jiwa manusia sepuluh tahun terakhir ini dipenuhi dan dikuasai oleh cinta yang berlebihan dan benci yang berlebihan. Kebencian pada orang yang tak tepat, luapan cinta juga pada sesuatu atau tokoh yang tak tepat. Wajah-wajah sudah ditopengi, kata-kata sudah dibalik maknanya, industri dan media pencitraan sudah hampir total memalsukan segala keadaan.
Bisa dikatakan, kondisi tersebut tak bisa lepas dari era informasi yang membuat setiap orang, siapa pun itu, dengan kompetensi apa pun, mudah mendapatkan informasi dari sumber apa pun, kemudian dengan mudah pula ikut melontarkan pandangan. Di media sosial misalnya, kita mudah mendapatkan beragam informasi, entah dari sumber kredibel atau tidak, kemudian mudah mengungkapkan pandangan dan berekspresi secara bebas melalui media sosial. Dari sana, kearifan, moral, etika, dan kejernihan berpikir menjadi tergerus, sehingga pandangan akan mudah digiring dan diarahkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Ada kampanye hitam untuk menyerang dan melumpuhkan elektabilitas lawan. Tahun demi tahun memilih wakil rakyat, hasil tidak memuaskan. Sering pula kita sebagai pemilih dizalimi oleh penguasa. Rakyat dimanfaatkan sebagai alat untuk tampuk kekuasaan. “Lima tahun sekali yang kita pilih adalah penguasa, bukan pemimpin,” demikian sindir Cak Nun.
Pandangan Cak Nun dalam buku ini mengenai ketuhanan, kemanusiaan, hingga keislaman bangsa indonesia kiranya sudah mampu menjangkau banyak hal. Terlepas dari perbedaan yang membuat kita terkotak-kotak dan terpecah, persatuan harus tetap dinomorsatukan. Kita harus menjadi muslim yang kuat dan cerdas. Intinya, jangan muda diadu domba dan terpancing tipu daya. Ingatlah yang membuat kita hancur adalah kelalaian, kesombongan, dan keglamouran.
“Umat Islam berhimpun menjadi kesatuan Ummatun Wahidah. Bukan karena kebencian kepda siapa pun, melainkan karena menegakkan iman kepada Allah, taat kepada Rasulullah SAW., cinta kepada Al-Quran, serta mempertahankan bangsa Indonesia, kedaulatan NKRI, dan harta Tanah Air Indonesia.” (hal 25).
Jika dicermai kutipan Cak Nun ini berdaya tinggi. Butuh penafsiran lebih agar bisa paham benar dan tidak bingung sendiri. tentu akan lebih pas jika kita langsung berguru pada sosok Cak Nun. Semua ditimbang agar kita senantiasa mawas diri. Idak ceroboh, dan mau peduli. Kontribusi kita dinanti sebagai warga negara yang benar-benar mencintai Tanah Air. Melanjutkan cita-cita para pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa. Menjadi bangsa bermartabat.

——— *** ———

Tags: