Menguatkan Karakter Suroboyoan Menangkal Terorisme

Pemuda Karang Taruna (Kartar) wilayah kecamatan Tambaksari, Surabaya bersama perwakilan Bonek usai melakukan bersih-bersih dan pengecatan Makam Maestro Besar Indonesia Raya Wage Rudolf (WR) Soepratman yang terletak di Jalan Kenjeran, Minggu (2/4/2017). [Gegeh Bagus Setiadi/Bhirawa]

(Menyingkap Potensi Radikalisme Terorisme di Tengah Kota)

Menangkal paham radikalisme dan terorisme diperlukan ‘senjata’ yang kuat. Senjata yang tidak bisa dipatahkan, dihilangkan, bahkan dihancurkan oleh siapapun. Senjata tersebut tiada lain adalah semangat menggebu, solidaritas, dan percaya diri yang tinggi. Dan senjata itulah yang kini masih melekat dalam benak anak muda di Kota Surabaya.

Gegeh Bagus Setiadi, Wartawan Harian Bhirawa

Arek Suroboyo dikenal memiliki karakter yang khas. Memiliki solidaritas tinggi, dinamis, kreatif, dan punya semangat yang luar biasa. Pada sisi lain, arek Surabaya juga dikenal  keras, berani dan bahkan cenderung nekat ketika ingin memperjuangkan apa yang diyakini benar.  Modal sosial ini bisa jadi akan menjadi benteng yang ampuh bagi masyarakat Surabaya untuk menangkal masuk dan berkembangnya paham radikalisme – terorisme.
Budayawan Surabaya Dr Ananto Sidohutomo bahkan mengatakan bila  radikalisme dalam artian sikap budaya sejatinya telah mengakar pada diri masing-masing arek-arek Suroboyo untuk bela bangsa dan NKRI. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa pertempuran bendera 19 September 1945.
“Dulu, teror dalam bentuk ancaman pendudukan kita berani melawan. sekarang sama saja, secara culture budaya arek yang tidak mengenal takut. Maka setiap tindakan terorisme yang dilakukan di Surabaya secara parsial atau kelompok/perorangan pasti akan ditumpas oleh kesadaran budaya dikalangan masyarakat,” terangnya.
Menurut Dr Ananto, tidak ada tempat bagi terorisme di Surabaya selama karakter arek-arek masih ada. Terorisme yang mengacu pada siapapun yang tindakannya memberikan rasa ketakutan dan tidak aman pada rakyat harus diperangi.
“Terorisme bukan bagian dari budaya, melainkan musuh budaya itu sendiri. Terorisme yang paling menakutkan bila dilakukan oleh penguasa dengan kesewenang-wenangannya,” jelas pria yang juga sebagai Pembina Yayasan Kanker Wisnuwardhana ini.
Kota Surabaya jelas Ananto, merupakan kota yang dikenal dengan multi etnis yang kaya akan budaya. Beragam etnis telah ada di kota kelahiran Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno (Bung Karno). Mulai etinis Melayu, India, Cina, Arab, bahkan Eropa. Etnis nusantara pun juga ada, yakni Madura, Batak, Sunda, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Mereka pun bisa membaur dengan penduduk asli Surabaya. Nah, pluralisme budayalah menjadi kekhasan Kota yang kini berusia 724 tahun.
Dengan begitu, anak-anak muda di Surabaya sebagian besar tampak seperti bertemperamen kasar dengan gaya bicaranya yang sangat terbuka. Namun, sikap toleran dan senang menolong orang lain menjadi kebiasaannya. Dengan demikian jelas Ananto, budaya lokal Surabaya dikenal juga dengan sebutan budaya arek. karakter arek Surabaya sendiri memiliki beberapa ciri seperti keberanian (wani) dan keterbukaan (Bloko Suto).
“Bahkan keberaniannya bila telah menyakini sesuatu akan diperjuangkan maju terus pantang mundur. Sampai istilahnya itu wani totohan nyowo (berani taruhan nyawa),” paparnya.
Menurut pria kelahiran Surabaya 28 November 1963 ini, bentuk teror tersebut pasti menakut-nakuti masyarakat baik kekerasan maupun intri-intrik. Di kota Surabaya, lanjut Ananto, bentuk terorisme apapun yang terjadi di Surabaya akan dijawab langsung oleh budaya arek dengan perlawanan sampai mempertaruhkan nyawa.
“Tidak ada kata mundur sedikit pun. Budaya arek dengan perlawanan maju terus pantang mundur sampai nyawanya dipertaruhkan,” jelas Ananto yang juga tokoh seniman ini.
Ajak Anak Muda Kreatif dan Produktif
Terseretnya kalangan anak muda dalam jaringan terorisme salah satunya adalah faktor kemiskinan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, memberdayakan anak muda menjadi lebih kreatif dan produktif menjadi upaya ampuh untuk menjauhkan anak muda dari godaan paham radikal terorisme. Dalam kondisi semacam itu keberadaan organisasi semacam Karang Taruna menjadi relevan untuk dilibatkan. Ketua Karang Taruna Kota Surabaya, HM Arif  mengatakan, sebelum anak-anak muda Surabaya dirasuki paham-paham radikal tersebut, Karang Taruna adalah bentengnya.
”Karena kami (Kartar) ada ditengah-tengah masyarakat dalam berbagai kegiatan dan keorganisasian hingga tingkat kampung. Apalagi, LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) terus berjalan. Tujuannya menjadi pemimpin di tingkat kampung, RT, RW, Kelurahan, hingga Kecamatan,” ujarnya.
Pihaknya juga tengah fokus pada pemetaan-pemetaan wilayah mana saja yang akan digarap secara serius. Khususnya wilayah ‘merah’ di setiap Kecamatan. Dari jumlah 31 Kecamatan yang ada di Kota Surabaya, lanjut Arif , tinggal beberapa wilayah yang perlu difokuskan.
Wilayah tersebut antara lain yang ada di Surabaya Utara meliputi, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, dan Kecamatan Sukolilo. Pasalnya, wilayah tersebut dikenal akan wilayah ‘merah’ lantaran tingkat kemiskinan tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah.
“Wilayah Semampir Ini adalah kawasan merah dan menjadi fokus kami. Karena gerakan radikalisme ini masuk ke celah kemiskinan dan juga tingkat pendidikan yang rendah. Jadi, mereka punya berbagai cara dalam melakukan pendekatan kepada sasaran tersebut. Apapun itu, dalam strategi perang pun semua sudah dipersiapkan,” bebernya.
Terkait dengan merebaknya isu aksi teror, Plt Kepala Bidang Kesatuan Bangsa Bakesbangpol Linmas Kota Surabaya Deddy Sosialisto mengatakan pihaknya memiliki petugas yang bekerja layaknya intel dan menyebar di seluruh Kota Surabaya. “Ini untuk deteksi dini dan selalu standby di masing-masing Kelurahan,” terangnya. Apalagi, jelas deddy,  (Pemkot Surabaya banyak program-program yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan. Dengan tujuan memotong mata rantai aksi teror di Surabaya.
“Kami juga telah mengantongi data Ormas (Organisasi Masyarakat) yang ada di Surabaya dan selama ini komunikasi juga terjalin dengan baik,” jelasnya.
Lebih lanjut menurut Deddy, untuk melakukan deteksi dini dengan apa yang terjadi di masyarakat Surabaya, maka pihaknya juga  menyediakan layanan Command Center 112 yang siaga melayani masyarakat Kota Surabaya selama 24 jam.
Layanan tanggap darurat ini dinilai ampuh dalam menangani segala permasalahan yang ada di Kota Surabaya. Baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat secara kasat mata.
Menurut Deddy, Command Center 112 adalah ujung tombak Kota Surabaya. Dimana, semua bentuk aduan, keluhan, dan permasalahan yang ada di lapisan masyarakat tertangani dengan cepat dan terpusat.
Melalui nomor 112 tersebut, lanjut Deddy, masyarakat dapat melaporkan jika terjadi keadaan darurat maupun bencana atau jika membutuhkan bantuan. Layanan ini dapat diakses kapan saja dan bebas pulsa. Laporan tersebut akan ditindaklanjuti oleh petugas dengan respon time 10 menit.
“Jadi semua bentuk aduan akan ditangani tidak boleh lebih dari 10 menit, termasuk pengaduan masalah ancaman radikal dan terorisme,” tambahnya lagi.

                                                                                            ———————– *** ————————

Tags: