Menguatkan Literasi Keagamaan

Dr Ng Tirto Adi MP, MPd

Dr Ng Tirto Adi MP, MPd
Gerakan Literasi sekolah yang sudah dilakukan secara umum meliputi Litarasi Baca Tulis, Literasi Numerasi, Literasi Sains, Literasi Digital, Literasi Keuangan dan Literasi Budaya Kewargaaan. Tetapi dalam Bulan Suci Ramadan seperti sekarang ini Literasi Keagamaan yang banyak dilakukan di sekolah dalam meningkatkan spiritualitas.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sidoarjo Dr. Kabupaten Sidoarjo Dr. Ng. Tirto Adi MP, M.Pd yang juga sebagai pakar penggerak literasi menuturkan kalau di bulan Ramadan ini memang diarahkan untuk menuju ke penguatan nilai-nilai spiritualitas.
Makanya kegiatan yang dirancang oleh sekolah-sekolah diantaranya adalah Pondok Ramadan, Pesantren Kilat, ada juga yang kunjungan ke Yatim Piatu, juga membersihkan masjid maupun mushola. “Pokoknya kegiatan yang memperkuat nilai-nilai karakter spiritualitas,” tutur Tirto Adi, kemarin (8/5).
Menurutnya, sekarang sudah banyak sekali anak-anak sekolah dalam mengembangkan literasi tidak harus membaca buku, tapi dalam kesempatan bulan romadhan mereka membaca Alquran. Itu lebih bagus, akan lebih baik lagi ditingkatkan levelnya, supaya nanti filosofinya kena. Karena salah satu filosofi membaca itu adalah ‘membaca harus mengerti’ jadi setelah membaca Al Quran harus dibimbing oleh gurunya atau Pembina ekstrakurikuler agar ayat Al Quran yang telah dibaca itu bisa dihayati.
“Itu nantinya akan luar biasa, itu yang saya maksud literasi keagamaan, jadi anak-anak itu tidak hanya sekedar bisa membaca tapi juga menghayati isi makna yang terkandung dalam Al Quran itu apa, Ya dimulai dari hal-hal yang sederhana, misal mulai dari Surat Al Fatihah, terus dikaji, itu sangat luar biasa,” tutur Tirto Adi.
Ia harapkan kalau terkait literasi, walaupun bulan puasa tetap berjalan dengan baik. Semuanya tetap dikembangkan di sekolah, tapi kali ini beda, supaya ada sentuhan inovasinya, barangkali literasi keagamaan bisa diangkat, bisa digerakkan mumpung dalam suasan bulan ramadhan. Misal, sekolah yang mengadakan pesantren kilat, atau pondhok romadhon, kira-kira ada nilai apa yang bisa ditulis, bisa didokumentasikan, biar nanti tidak hilang begitu saja.
“Kalau ada kegiatan tanpa adanya dokumentasi biasanya hilang begitu saja,” jelas peraih penghargaaan Diklatpim III terbaik angkatan 197 tahun 2012.
Harapannya, para jurnalis di sekolah, mulai dari OSIS, pelajar atau guru jangan lupa untuk mendokumentasikan dengan cara ditulis.
“Itu sering saya sampaikan untuk mengangkat rendahnya index of reading dan index of writing kita. Kalau itu sudah terbiasa dan membudaya, nantinya akan lahir karya anak-anak bangsa yang luar biasa. Diantaranya para siswa pun sudah bisa menciptakan sebuah buku,” harap penulis buku ‘A Good Leader Is A Good Reader’.
Kondisi masyarakat sekarang ini banyak sekali ide-ide, apalagi anak-anak siswa juga sangat banyak sekali, namun mereka mengeluh karyanya itu akan bagaimana, dan akan diwadahi dimana. Juga masih banyak yang mengeluh bagaimana cara menulis.
“Makanya saya berikan kredo sederhana, tulislah mulai dari apa yang anda pikirkan, tulislah dari apa yang anda amati, tulislah dari apa yang anda rasakan. Kalau saya amati itu semua akan menjadi kombinasi yang luar biasa,” terangnya. [ach]

Rate this article!
Tags: