Menguatkan Pendidikan Berbasis Entrepreneu

Oleh :
Nanang Qosim
Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Pendidikan yang bisa dikatakan berhasil, jika apa yang diajarkan di kelas terwujud dalam praktek sehari-sehari. Dan enterpreneur merupakan hasil belajar. Kendati jiwa enterpreneur mungkin juga diperoleh sejak lahir (bakat), tapi jika tidak dikembangkan, tidak diasah dan tidak dimotivasi terus menerus, maka sulit untuk mewujudkan. Oleh sebab itu, pendidikan berbasis enterpreneur yang sudah ada sekarang ini, yang diterapkan di sekolah maupun di perguruan tinggi, tetap mutlak untuk terus diperjuangkan dan jangan sampai disingkirkan, guna mempertajam minat dan kemampuan menjadi seorang wirausahawan. Hal ini perlu dikuatkan melalui proses pembelajaran dalam lingkup nasional.
Diakui atau tidak, Indonesia perlu memacu dan menguatkan pendidikan berbasis entrepreneur, yakni dengan pendidikan yang diarahkan sesuai minat dan bakat siswa dan mahasiswa masing-masing. Karena, semangat entrepreneur akan mendorong siswa dan mahasiswa lebih komprehensif. Selain itu, siswa dan mahasiswa juga akan memiliki semua kompetensi sebagai seorang pelaku bisnis, yaitu membeli-membuat-menjual secara seimbang.
Pendidikan berbasis entrepreneur yang sudah ada, perlu diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa dan mahasiswa. Selama ini, yang penulis lihat materi yang diajarkan oleh guru dan dosen yang memegang mapel Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) ataupun mata kuliah kewirausahaan hanya berkutat pada teori-teori semata, padahal seharusnya PKWU dan kewirausahaan harus diimplementasikan dalam wujud karya dan wirausaha siswa dan mahasiswa, jika tidak maka lulusan setiap sekolah dan kampus akan memperoleh predikat pengangguran dan semakin menambah angka ke-stres-an rakyat miskin.
Akhirnya pergi ke sekolah dan kampus menjadi phobia bagi sebagian kalangan masyarakat kita, karena toh pada akhirnya akan menghasilkan lulusan tak berkualitas dan menjadi ‘pengangguran sejati’. Begitu anggapan banyak masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, sekolah/dunia pendidikan di negara kita menjadi tidak relevan dengan tujuan awal sekolah sebagai suatu lembaga sosial dan pendidikan yang dipilih dan ditempatkan di antara sistem kelembagaan yang telah ada.
Pada dasarnya fungsi utama sekolah dan perguruan tinggi adalah pengajaran yang tidak lepas dari dunia kewirausahaan (entrepreneur), setidak-tidaknya dalam terminologi. Namun, dalam perkembangannya, sekolah dan kampus di Indonesia berfungsi majemuk dengan pendidikan sebagai intinya, dengan segala teori-teori yang “njlimet” dan membingungkan anak didik dan mahasiswa.
Inilah kenapa pendidikan yang berbasis entrepreneur bisa dikatakan belum berhasil secara maksimal di Indonesia. Semua hanya terjebak pada teori dan angka-angka matematis yang hanya memperhitungkan lulus tidak lulusnya siswa dan mahasiswa, tanpa memikirkan output setelahnya. Tanpa solusi. Tanpa penganganan yang efektif sehingga setiap tahunnya selalu menyempitkan lapangan kerja.
Inilah kebenaran Edward Sallis (1984) dalam Total Quality Management in Education. Menurut dia, kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dapat berasal dari berbagai macam sumber, yaitu miskinnya perancangan kurikulum, ketidak-cocokan pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang tidak kondusif, ketidaksesuaian sistem dan prosedur (manajemen), serta tidak cukupnya jam pelajaran, kurangnya sumber daya, dan pengadaan staf.

Potensi Entrepreneur
Semua manusia terlahir dengan potensi entrepreneur dan pendidikan dapat mengembangkan potensi tersebut, maka kemudian yang terpenting dalam sistem pendidikan nasional adalah pengembangan dan pemeliharaan potensi entrepreneur tersebut melalui pendidikan dengan model pembelajaran berbasis entrepreneurship.
Sistem pendidikan nasional perlu mempertegas, menguatkan dan mengembangkan secara terus menerus pendidikan berbasis enterpreneur secara tepat dengan mengaplikasikannya di lapangan dan di sekolah-sekolah dan di kampus. Ini adalah langkah paling efektif dan solutif dalam menyikapi para pengangguran yang mayoritas di antara mereka berasal dari kalangan terdidik. Hingga ke belakangnya diharapkan sekolah dan kampus bukan lagi tempat untuk mengejar selembar ijazah dan nilai tinggi semata.
Oleh karena itu, mulai dari masyarakat bawah hingga elemen-elemen sekolah dan perguruan tinggi, mari membangun satu kekuatan untuk terciptanya kualitas sekolah dan anak didik serta mahasiswa yang tidak hanya dibuktikan di lembar soal-soal ujian. Tapi, bisa menghasilkan generasi yang bisa menciptakan pekerjaan yang berguna bagi diri sendiri. Itulah sesungguhnya pendidikan berbasis entrepreneur.
Karena, dengan pendidikan berbasis entrepreneur, sekolah atau perguruan tinggi tidak hanya mampu mengembangkan intelektual saja, tapi juga mampu mengembangkan jiwa kewirausahaan. Maka, dengan munculnya jiwa-jiwa kewirausahaan dalam proses pembelajaran ini, para anak didik dan mahasiswa akan mampu melakukan inovasi atau pembaharuan secara kritis dan produktif dalam dunia kerja.

Memotivasi Jiwa Kwirausahaan
Sementara untuk kurikulum pendidikan berbasis entrepreneur, yang paling mendasar, kurikulum tersebut perlu dibuat dengan basis kebutuhan, yakni menitikberatkan pada materi kemampuan untuk ‘menjual, membuat, dan membeli’. Dan, memotivasi anak didik dan mahasiswa agar bisa menjadi entrepreneur sejati yang punya semangat kewirausahaan yang mampu mengubah ‘sampah’ menjadi ’emas’.
Cakupannya adalah menanamkan sikap dan mental entrepreneur pada anak didik guna membangun pribadi dengan kemampuan orientasi entrepreneurial, yaitu proaktif, inovatif, mandiri, berani mengambil risiko, dan berani bersaing secara agresif dengan kelengkapan sikap-sikap lain yang berhubungan dengan kelima orientasi tersebut.
Akhir kata, jika pendidikan nasional mampu mewujudkan pendidikan berbasis entrepreneur ini, maka bukan saja tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai dengan lebih baik. Tetapi, masalah kemiskinan dan kemelaratan yang telah menghantui kehidupan bangsa kita selama bertahun-tahun juga akan segera ditanggulangi dengan penuh harapan. Semoga.

——– *** ———

Tags: