Menguatkan Pendidikan Karakter

Oleh:
Moh. Mahrus Hasan
Pengurus PP. Nurul Ma’rifah Poncogati  Bondowoso   dan Guru MAN Bondowoso

Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Rabu, 6 September 2017. . Terbitnya Perpres ini semakin menunjukkan urgensi pendidikan karakter.
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Yunani,charrassein, yang berarti membuat tajam dan membuat dalam. Dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols dan Shadily: 1995), karakter berasal daricharacter,yang berarti watak, karakter, atau sifat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008),karaktermerupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dalam Islam,karakter bersinonim dengan akhlak, berasal dari bahasa Arab, yang artinya secara logat hampir sama dengan yang ada di dua kamus tersebut. Karakter dihubungkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, dan bukan netral.
Berkarakter adalah Tujuan Utama Pendidikan
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah menyatakan bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Nabi Muhammad, sekitar 1400 tahun yang lalu, juga menegaskan bahwa misi utama kerasulannya adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character-akhlaqul karimah), “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,” demikian sabdanya. Menurut Al-Ghazali, akhlak atau karakter yang baik adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh Rasulullah Muhammad, sehingga ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan akhlak banyak ditujukan kepadanya, semisal firman Allah, “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) manusia yang berkarakter agung.”
Ribuan tahun setelahnya, rumusan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik. Tokoh-tokoh pendidikan barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks, dan Goble menggemakan kembali yang disuarakan oleh Nabi Muhammad dan Socrates, bahwa moral, akhlak, dan karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Marthin Luther King menyetujuinya dengan mengatakan, “Intellegence plus character, that is the true aim of education. Kecerdasan ditambah dengan karakter, itulah tujuan yang benar dalam pendidikan.”
Pendidikan karakter yang telah dicanangkan oleh Kemendiknas (sekarang Kemendikbud) pada Hardiknas 2 Mei 2011 ini,  ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Pendidikan karakter bukan sekadar aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Karena, orang cerdas tanpa karakter baik pasti pandai mengutak-atik hukum dengan “tafsir jalan lain” dan pasti pintar membodohi orang lain.
Pendidikan karakter menekankan pada habit (kebiasaan) yang terus menerus  dilakukan. Mengapa? Karena karakter terbentuk oleh proses pembentukan diri secara terus menerus (on going formation) melalui kebiasaan keseharian. Karena ‘biasa’ sudah pasti ‘bisa’, tetapi ‘bisa’ belum tentu ‘biasa’. Berkaitan dengan ‘kebiasaan’ ini, Thomas Lickona mengingatkan, “Be careful of your thoughts, For your thoughts become your words. Be careful of your words, For your words become your deeds. Be careful of your deeds, For your deeds become your habits. Be careful of your habits, For your habits become your character. Be careful of your character, For your character become your destiny. Jagalah pikiranmu, karena ia akan menjadi ucapanmu. Jagalah ucapanmu, karena ia akan menjadi tindakanmu. Jagalah tindakanmu, karena ia akan menjadi kebiasaanmu. Jagalah kebiasaanmu, karena ia akan menjadi karaktermu. Jagalah karaktermu, karena ia akan menjadi nasibmu.”
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter menyebutkan 18 nilai-bersumberdari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional-yang direkayasa untuk dibiasakan oleh peserta didik, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cintadamai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
Menguatkan Pendidikan Karakter
Maka, untuk menguatkan pendidikan karakter tersebut, minimal diperlukan upaya: Pertama, reinventing pendidikan agama dan keagamaan.Salah satu tujuan diundangkannyaPP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan adalah menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ilmu agama Islam (mutagaqqih fiddin) dan atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
Kedua, diperlukanuswatun hasanah (refferensial persona) di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (tripusat pendidikan). Orang tua, guru, dan anggota masyarakat sekitar, diharapkan menjadi panutan yang menularkan best practice (praktik yang paripurna) dalam bertutur kata dan berperilaku yang layak ditiru oleh peserta didik. Karena,lisanul hal afshohu min lisanil maqol, mencontohi perbuatan lebih mengena dibanding menceramahi.
Dan ketiga, pendidikan karakter mesti membutuhkan proses pembiasaan yang intens dan gradual, serta relatif lama. Maka, hasilnyapun tidak bisa dinilai dalam waktu sekejap, karena ia bukanlah sulap atau sihir dengan sekalisim salabim atauabracadabra. Hal ini sejalan dengan teori pendidikan, bahwa belajar satu jam yang dilakukan lima kali lebih baik daripada belajar selama lima jam yang dilakukan sekali, padahal rentang waktunya sama.
Semoga PPK ini dapat memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Semoga berkah!

                                                                                                  ———— *** ————-

Rate this article!
Tags: