Menguji Kesiapsiagaan Bencana Longsor dan Erupsi Gunung Bromo

Salah warga Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber menjadi korban bencana dibopong oleh tim relawan menuju titik kumpul ketika mengikuti simulasi bencana, Selasa (28/8) lalu. [Gegeh Bagus Setiadi]

Korban Jiwa, Harta Benda dan Hewan Ternak Selamat dari Amukan ‘Bencana’
Kabupaten Probolinggo, Bhirawa
Pada Selasa (28/8) lalu, warga Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, panik. Mereka berhamburan keluar rumah. Dari anak-anak hingga orang tua, berlarian menyelamatkan diri. Bahkan Hewan peliharaan pun tak luput diselamatkan. Mencari tempat yang aman agar tak terkena erupsi Gunung Bromo dan tanah longsor.
Pantauan Bhirawa, tepat pukul 10.00, tidak ada awan gelap atau hujan deras yang menerpa desa puncak B-29 atau yang dikenal Negeri di Atas Awan. Namun saat tegak matahari, suara kentongan bertalu-talu. Suara sirine meraung bersamaan. Dibarengi suara bersahutan dari warga yang berteriak minta tolong. Bencana longsor dan erupsi tengah menimpa desa yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi perbukitan curam itu.
Warga masyarakat yang berada tepat di lereng gunung berlarian mencari tempat aman melalui jalur evakuasi. Para relawan berbaju oranye pun tampak sibuk mencari warga yang terjebak. Ada pula yang kebut-kebutan menggunakan motor trail demi mencari korban yang butuh pertolongan cepat.
Para siswa SDN Ledokombo I yang masih berseragam pun memilih keluar kelas. Ia menangis ketakutan. Beruntung para relawan berada disampingnya untuk mengajak bernyanyi. Trauma healing sangatlah penting. Melihat banyak dari korban bencana alam mengalami trauma dan ketakutan. Semua warga telah dievakuasi di selter pengungsian bencana erupsi.
“Ayo semua menyelamatkan diri. Segera ke tanah lapang yang telah disediakan. Tolong, korban yang terluka segera dibawa ke tenda,” teriak Kepala Desa Ledokombo, Ngatari pada Handy Talky (HT) yang digenggamnya itu.
Warga yang telah berkumpul dibagikan masker satu-satu. Dua tenda berukuran besar bertuliskan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur didirikan para relawan. Korban yang parah dimasukkan kedalam tenda. Tenaga medis dengan sigap langsung merawatnya.
Ternyata, kepanikan yang terjadi di Desa Ledokombo bukan kejadian sebenarnya. Mereka tengah melakukan simulasi bencana alam yang dikomandoi BPBD Jatim agar tanggap terhadap bencana. Guna masyarakat yang tinggal di titik kerawanan bisa selamat secara mandiri sebelum petugas datang.
Dengan jumlah penduduk Ledokombo sebanyak 2.500 jiwa ini, dipastikan Ngatari selalu tanggap terhadap bencana. Sebab, desa yang berada tepat di pinggir lereng Gunung Bromo tersebut telah mengikuti simulasi bencana dalam lomba Destana 2018. “Para relawan dan tim penanganan bencana Ledokombo selalu siap menangani bencana,” jelasnya.
Ia mengakui, sebenarnya simulasi yang melibatkan banyak warga di desanya bukan kali pertama digelar. Bahkan, katanya, hampir setiap tahun dilakukan latihan tanggap bencana. “Warga antusias karena punya pengalaman buruk atas bencana,” tuturnya.
Kata Ngatari, edukasi tanggap bencana terus dilakukan dan terasa tidak akan pernah berhenti. Terlebih, warga desa sudah memiliki persepsi yang sama tentang bencana. Mulai dari cara lari menyelamatkan diri, hingga berkumpul di titik aman, warga Desa Ledokombo diklaimnya mampu dan menguasai.
Ngatari kembali menegaskan bahwa bencana erupsi Gunung Bromo beberapa tahun silam jadi pengalaman yang tak boleh terulang. Sehingga, tak heran, kesadaran menjaga kelestarian alam di Desa Ledokombo mulai tinggi.
Sementara, Kepala BPBD Jawa Timur, Suban Wahyudiono, ST, MM juga mengaku kagum terhadap warga Ledokombo yang sudah mulai terlatih. Mulai dari pemilihan jalur evakuasi, penyelamatan korban dan hewan peliharaan hingga mendirikan tenda.
“Disini, pemerintah hadir memberi perlindungan kepada masyarakat Jawa Timur terhadap ancaman bencana. Dengan adanya desa tanggap bencana (Destana) diharapkan mampu menjadikan desa tangguh,” kata Kepala BPBD Jatim, Suban Wahyudiono ST MM usai menyaksikan simulasi.
Suban berharap Desa Ledokombo ini bisa menjadi peserta di tingkat Nasional yang digelar di tahun 2019 mendatang sebagai Destana. “Harapan saya, Desa Ledokombo ini bisa hadir di Grahadi untuk menjadi peserta di tingkat Nasional,” harapnya.
Destana, kata Suban menjadikan desa tangguh, guyub, saling gotong-royong di dalam menghadapi bencana. Sebab, masyarakat telah dilatih mulai dari pencarian jalur evakuasi, penempatan titik kumpul yang dirasa aman dari reruntuhan, hingga pertolongan pertama jika ada korban jiwa. “Ini bentuk edukasi, sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat. Kalau selalu diasah dan dilatih desa itu sudah siap,” terangnya. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: