Mengungkap Diskriminasi HAM pada Dunia Islam

Oleh:
Aridha Suryani
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.

Awal tahun 2022, dunia internasional digegerkan oleh invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina. Meskipun akar dari konflik kedua negara telah muncul jauh sejak pecahnya Uni Soviet, namun serangan tersebut tetap menggemparkan dunia dikarenakan keterlibatan negara-negara besar di dalamnya.

Sejak serangan rudal oleh Rusia ke kota-kota besar di Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, hingga saat ini setidaknya ada 500 ribu warga Ukraina yang mengungsikan diri. Serangan yang datang ke kota-kota besar di Ukraina termasuk ibu kota negara tersebut yaitu Kyiv, menyebabkan banyak anggapan dari para pejabat jika perang ini akan menjadi perang terbesar yang pernah terjadi di Eropa sejak perang dunia kedua berakhir pada 1945 lalu.

Hal yang menjadi menarik adalah respon yang diberikan oleh dunia internasional terhadap kasus ini. Mulai dari negara-negara yang memberikan bantuan kepada Ukrania serta memberlakukan berbagai sanksi internasional terhadap Rusia, hingga masyarakat internasional secara umum yang berbondong-bondong dalam memberikan aksi dukungan terhadap Ukrania. Sedangkan, di belahan bumi lainnya banyak terjadi peperangan yang juga mendapatkan campur tangan dari negara barat, namun tidak mendapatkan respon yang sama cepatnya seperti apa yang terjadi di Ukraina. Seperti halnya peperangan di Palestina oleh Israel yang telah berjalan bertahun tahun tanpa titik terang. Meskipun badan HAM dunia yaitu Amnesty International telah menetapkan bahwa Israel melakukan kejahatan apartheid kepada rakyat Palestina, namun belum ada tanggapan serius dari negara-negara di dunia mengenai persoalan ini.

Persepsi publik terutama masyarakat barat terhadap Islam dan masyarakat arab yang diidentikkan dengan kekerasan serta berkaitan dengan terorisme, menyebabkan pertumbuhan simpati mereka terhadap kondisi kemanusiaan sedangkan di Palestina terhalang oleh islamophobia dan diskriminasi ras. Meskipun krisis yang terjadi di Palestina bukanlah perihal keagamaan melainkan kemanusiaan, masyarakat internasional telah terbiasa dengan konflik di kawasan timur tengah yang kerap kali ditutupi media.

Beberapa media barat berasumsi bahwa tidak ada kesamaan antara apa yang terjadi di Palestina dengan di Israel. Meskipun mereka menyatakan keperihatinannya kepada masyarakat di berbagai belahan dunia yang terdampak dari adanya kekerasan dan konflik, pandangan terhadap Palestina cenderung diartikan sebagai sesuatu yang negative. Hal tersebut dikarenakan Ukraina dianggap sebagai sebuah negara yang murni korban dari negara besar seperti Rusia. Ukraina juga dianggap tidak pernah menyerang Rusia, kecuali sebagai sebuah bentuk pertahanan negara. Sedangkan Palestina dianggap telah melakukan penyerangan terhadap masyarakat Yahudi dan mengancam bangsa Palestina dengan berbagai kekerasan. Kelompok Hamas yang ada di Palestina bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan melakukan perlawanan ke Israel telah dicap sebagai sebuah organisasi terror karena serangan yang diluncurkannya kerap kali tidak memandang keamanan masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel juga kerap kali dikaitkan dengan sejarah yang menyangkut etnis Yahudi serta sisi religiusitas dari kedua negara tersebut. Masyarakat Yahudi meyakini bahwa Palestina merupakan wilayah yang telah dijanjikan untuk mereka. Sedangkan, jika dilihat pada perjanjian mengenai pembagian wilayah antara bangsa Yunani dan Israel, terbukti jika Israel telah melakukan pelanggaran pada isi perjanjian tersebut dimana banga ini berupaya untuk terus melakukan ekspansi dan mencaplok wilayah lainnya yang sebenarnya tertulis sebagai wilayah yang berada di bawah negara Palestina dalam perjanjiannya. Meskipun terdapat berbagai bukti tersebut, namun kepentingan Amerika Serikat yang besar untuk memiliki basis kekuatan dan sekutu di kawasan Timur Tengah menyebabkan Israel memiliki back-up yang kuat serta bisa tetap mempertahankan eksistensinya meskipun diterpa isu-isu pelanggaran HAM terhadap masyarakat Palestina yang cukup besar.

Pandangan dari negara barat bahwa Palestina merupakan pihak yang melakukan kekerasan, menjadikan persepsi internasional mengenai konflik di Palestina didominasi oleh pandangan yang cenderung pro terhadap Israel. Pandangan negative tersebut menyebabkan Palestina tidak pernah bisa mendapatkan dukungan positif dari dunia internasional sebesar dengan apa yang didapatkan oleh Ukraina saat mendapatkan serangan dari Rusia. Terlebih lagi jika melihat negara superpower di dunia seperti Amerika Serikat yang tidak menunjukkan bahwa Israel salah dan malah memberikan sokongan terhadap aksi Israel. Hal itu menjadikan tidak ada penggerak bagi negara-negara lainnya untuk mengambil aksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Israel.

Putusan yang diambil oleh Amerika Serikat mengenai suatu peristiwa internasional memang menjadi hal yang penting bagi negara-negara lainnya. Jika negara adidaya tersebut menyatakan bahwa sesuatu hal salah, maka kebijakan yang akan diambil oleh negara-negara lainnya akan mengekor, atau setidaknya masih sesuai dengan alur keputusan dan anggapan Amerika Serikat, begitu pula sebaliknya. Putusan ini terbukti dalam anggapan Amerika Serikat bahwa aksi yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina merupakan aksi pembelaan yang berdasarkan pasal 51 dalam piagam PBB. Meskipun Rusia melakukan aksi invasi terhadap Ukraina juga berlandaskan pada hal yang sama, yaitu pasal 51 pada piagam PBB, namun aksi tersebut tidak mendapatkan pembenaran dari Amerika Serikat. Oleh karena itu anggapan yang terjadi dalam dunia internasional juga berbeda hingga konflik antara Palestina-Israel menjadi permasalahan menahun yang tanpa ujung. Jika membandingkannya dengan konflik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, respon yang diberikan untuk permasalahan Israel dan Palestina terlihat timpang. Meskipun secara jelas Israel telah menciderai HAM dengan melakukan berbagai kekerasan terhadap masyarakat Palestina dan turut menciderai hukum internasional, hingga saat ini belum ada sanksi tegas yang diberikan oleh dunia internasional. Hal ini dapat dijadikan acuan mengenai ketimpangan respon dunia internasional terhadap dunia Islam hingga saat ini yang masih dipenuhi oleh diskriminasi agama.

——– *** ———

Tags: