Mengurai Potensi SMK Tertinggal di Kawasan Pariwisata Bromo

Salah satu bangunan sekolah milik SMKN 1 Sukapura, Probolinggo yang berada di area wisata Gunung Bromo. [adit hananta utama/bhirawa].

Revitalisasi SMK Nafas Baru Pendidikan Kejuruan (2 – Bersambung)

Lahirnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK menjadi nafas baru bagi dunia pendidikan kejuruan. Sentimen negatif yang selama ini terbangun di benak masyarakat terhadap SMK berubah menjadi terang dengan segala potensi yang dijanjikan. Menjadi lulusan terampil dan siap terjun di dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Adit Hananta Utama

Surabaya, Bhirawa.
Revitalisasi SMK menjadi istilah paling menarik di kalangan dunia pendidikan kejuruan. Pengelola satuan pendidikan bangkit untuk berbenah dan kalangan industri spontan melakukan pendekatan. Demikian pula yang dihadapi SMKN 1 Sukapura, Probolinggo. Berdiri di tengah pesatnya pertumbuhan sektor pariwisata di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), SMK dengan program keahlian akomodasi perhotelan itu mulai bangun setelah lama tertidur pulas.
Jarak antara SMKN 1 Sukapura dengan puncak Gunung Bromo tak kurang dari 6 Kilometer. Setiap turis yang bertandang ke kawasan wisata itu, otomatis akan menemui sekolah yang berdiri di atas lahan 350 M². Sebuah lahan yang terlalu kecil untuk dikatakan memenuhi standar nasional pendidikan. Melihat lebih dalam, sekolah tersebut hanya berisikan empat ruang yang bersekat triplek. Begitu kontras dengan pertumbuhan sektor pariwisata di sekitarnya.
Kepala SMKN 1 Sukapura Hasan mengakui, keterbatasan lahan membuatnya sulit bergerak untuk mengembangkan sekolah. Padahal jika dilihat dari potensinya, banyak hal di sektor pariwisata yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pendidikan kejuruan di sana. Khususnya untuk membuka jurusan-jurusan baru seperti usaha perjalanan wisata, tata boga, tata busana dan teknik pengolahan hasil pertanian.
“Sekarang baru memiliki jurusan akomodasi perhotelan. Jurusan-jurusan yang masih satu rumpun dengan pariwisata sebenarnya juga sangat potensial dibuka di sekolah ini,” tutur Hasan.
Selain lahan, sarana praktikum yang dimiliki sekolah pun cukup minim. Bahkan untuk mengikuti kegiatan praktikum, siswa yang berada di kampus 1 Desa Ngadisari harus rela menempuh jarak kurang lebih 20 kilometer ke kampus 2 SMKN 1 Sukapura di Desa Ngepung. Di sisi lain, ketersediaan tenaga pendidik yang tersedia juga cukup minim.  Dari kondisi ini, Hasan berupaya berharap revitalisasi SMK benar-benar bisa segera terlaksana. Khususnya dalam memenuhi lahan yang dibutuhkan. “Sebenarnya ada lahan milik Pemprov Jatim di sekitar wilayah Bromo ini. Letaknya di Desa Sapikerep, Sukapura. Mudah-mudahan bisa diizinkan untuk kita fungsikan,” tutur Hasan.
Harapan untuk segera merevitalisasi SMKN 1 Sukapura mendapat tanggapan positif dari kalangan industri. Seperti diungkapkan Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo Digdoyo Djamaludin. Menurutnya, tenaga kerja dengan kompetensi kepariwisataan kerap kekurangan di wilayah Bromo. Karena itu, pihaknya mengaku siap pasang badan jika revitalisasi SMKN1 Sukapura dilakukan.
“Saya sendiri sering kesulitan mencari tenaga kerja. Tahun kemarin saja saya pesan empat lulusan SMKN 1 Sukapura Cuma di kasih satu, ada yang minta tujuh dikasih dua,” terang pria yang akrab disapa Yoyok ini.
Pria yang juga owner Hotel Yoschi ini menjelaskan, potensi wisata di kawasan Bromo di dukung oleh 14 hotel dengan 495 kamar, dan 128 homestay dengan kapasitas 250 kamar. Ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan siswa SMK untuk mengikuti kegiatan praktikum. “Kalau mau dikembangkan, perkumpulan manajer hotel bisa kita siapkan untuk membina SMK ini. SMK ini mestinya juga harus punya hotel sendiri,” kata dia.
Sementara itu, Fasilitator SMK Wisata Swiss Contact Mustafa menuturkan, ada lima poin yang penting dalam pengembangan SMK pariwisata.  Kelima poin tersebut antara lain persiapan internal yakni sarana prasarana yang sesuai Standar Nasional Pendidikan kemudian merangkul kerjasama dengan stake holder seperti industri dan Kementerian Pariwisata.
Selain itu, diperlukan juga duduk bersama antara stake holder, pihak sekolah dan orangtua untuk menyamakan persepsi tentang tujuan pendidikan ini. Keempat diperlukan pula updating pendidik dan sertifikasi profesi untuk mengakui kompetensi lulusan.
“Perlu kerjasama dengan Kementerian Pariwisata ini salah satunya karena di sana sudah memiliki Mutual Recognition Assessment (MRA). Standar sertifikasi yang telah diakui baik di negara-negara ASEAN maupun negera lain,”pungkas Mustafa.
Terpisah, Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, revitalisasi SMK memang tengah gencar dilakukan. Karena itu, pengembangan di SMKN 1 Sukapura juga akan segera direspon. Termasuk perluasan lahan dan penguatan sarana pra sarana. “Kalau ada lahan milik pemprov lebih mudah, nanti tinggal kita usulkan saja ke Pak Gubernur,” kata Saiful.
Saiful mengakui, pihaknya telah mengetahui kondisi saat ini dan potensi yang ada di SMKN 1 Sukapura tersebut. Karena itu, pihaknya telah menugaskan tim untuk melakukan survey langsung ke lokasi. “Saya sudah tugaskan Pak Hudiyono (Kabid Pembinaan SMK Dindik Jatim) untuk melihat langsung kondisi lapangan. Segera kita alokasikan anggaran untuk penambahan ruang praktikum berikut isinya dan ruang kelas baru,” terang mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Menurut dia, Jatim memiliki alokasi anggaran yang cukup untuk merevitalisasi SMKN 1 Sukapura. Baik yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang total anggarannya 117 miliar maupun dari APBD yang nilainya Rp200 miliar. “Tidak usah nunggu tahun depan. Tahun ini akan kita realisasikan,” tutur Saiful.
Sementara itu, Kabid Pembinaan SMK Dindik Jatim Dr Hudiyono menambahkan, dalam pengembangan SMK diperlukan kerjasama dengan stake holder di berbagai bidang. Diantaranya ialah dari kalangan industri dan pemerintah yang membidangi urusan kepariwisataan. “Kami siapkan langkah untuk merevitalisasi SMK ini supaya memiliki standar internasional. Karena Bromo sendiri merupakan destinasi wisata yang berkelas internasional,” terang dia.
Beberapa pihak yang akan dia gandeng ialah Swiss Contact asosiasi industri yang bergerak di industri pariwisata. “Kami menginginkan adanya kerjasama yang erat dengan industri. Bisa saja dalam bentuk industri mengajar yang mengirimkan tenaganya ke SMK,” terang Hudiyono. [tam]

Tags: