Menikmati Dinginnya Bromo, Sambil Dengarkan Musik Jazz

6-FOTO KAKI HIL-2206-pergelaran Jazz Gunung3Pasuruan, Bhirawa
Gelaran musik jazz kembali menyapa penggemar jazz di tanah air Indonesia. Musik jazz di Kabupaten Probolinggo berbeda dengan music jazz di ibu kota Jakarta. Jazz yang digelar selama dua hari pada Jumat (20/6) hingga Sabtu (21/6) di panggung terbuka Java Banana Desa Wonotoro Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo menyajikan harmonisasi antara jazz dan alam pegunungan Bromo. Dasar itulah, event jazz di area gunung Bromo dinamakan Jazz Gunung.
Suhu dingin 8-10° C pada malam hari ditambahkan hujan yang rintik-rintik sempat membasahi panggung terbuka Java Banana Bromo di hari pertama, Jumat (20/6) kemarin. Namun, para penikmat Jazz dari berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara tak ingin beranjak dari tempat duduknya meski rintikan air hujan sempat mengenai jaket tebal para pengunjung.
Angin dingin yang mulai merasuk ke tulang di ketinggian 2.315 dpl, tak begitu terasa berkat tiupan Saxophone yang ditiup dari mulut wanita mungil Nicole Johanntgen dengan perpaduan musik Ring Of Fire Project pimpinan Djaduk Ferianto sehingga suasana semakin hangat. Melalui MC ternama yakni Butet Kartaredjasa dan dua temannya yang bikin pengunjung yang duduk di bangku tribun Amfiteater Java Banana Bromo dengan kapasitas 1500 orang itu selalu tertawa.
Jazz Gunung sendiri merupakan pergelaran musik genre jazz bertaraf Internasional, yang digelar setiap tahun sekali di pegunungan Bromo. Komposisi musik jazz bernuansa etnik yang ditampilkan dalam sebuah panggung terbuka beratap langit dan berlatar alam yang indah tersebut, menciptakan indahnya jazz. Jazz Gunung ini sudah digelar sejak tahun 2009 silam. “Pertama kali datang kesini. Bagus dan unik sekali. Saya bersama teman-teman berombongan 12 orang,” kata Riyanti, salah satu perempuan penikmat Jazz asli Jakarta, Jumat (20/6) malam.
Menurutnya, ia kagum pada konsep acara Jazz Gunung. Biasanya ia hanya menyaksikan di dalam ruangan saja. Kali ini, di Jazz Gunung Bromo bisa menikmati di ruang bebas terbuka di pegunungan. “Kemasannya sangatlah bagus. Ini saya menikmati alunan musiknya ditambahkan lagi suasana pegunungan yang begitu sejuk,” kata Riyanti sembari menirukan lagu Jazz Gunung.
Selain dibanjiri ribuan penonton dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bali maupun Kalimantan, perhelatan Jazz Gunung juga diminati wisatawan mancanegara. “Wou begitu indah. Kegiatan Jazz di Singapura ini berbeda dengan Jazz yang ada Indonesia. Karena Jazz Gunung di Bromo ini idenya kreatif dan unik. Saya menikmati Jazznya,” kata Monica beserta suami yang diartikan melalui gaetnya.
Gelaran musik Jazz Gunung 2014 yang mengambil tema Sedekah Bumi Lewat Berbunyi tersebut menampilkan sejumlah artis antara lain Monita Tahalea dan The Nightingales, Bintang Indrianto Trio, Ring of Fire featuring Nicole Johanntgen asal Jerman, Ligro Trio dan ditutup dengan penampilan The Overtunes.
Di hari kedua, menampilkan Jazz Ngisoringin, Indro Hardjodikoro dan The Fingers, Ring Of Fire Project Featuring Nicole Johanntgen, Nita Aartsen Quatro Feat Yeppy Romero dan ESQI:EF-Syaharani dan Queenfireworks.
Gelaran musik Jazz Gunung ternyata membawa dampak positif bagi pelaku wisata Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo. Tempat penginapan seperti perhotelan dan home stay ternyata menjadi incaram wisata lokal maupun mancanegara yang bertepatan dengan libur di akhir pekan.
“Memang benar, kebanyakan semua kamar di hotel maupun home stay di penuh. Utamanya hotel yang jaraknya mencapai sekitar 2 KM dari lokasi Jazz Gunung ludes penuh. Mereka kebanyakan pesan kamar sebelum perayaan jazz gunung Bromo,” kata Digdoyo, pengelola Hotel Yoschi.
Meski perhotelan sudah penuh, namun tak menyurutkan penikmat Jazz Gunung untuk menginap di Gunung Bromo. Sebagai gantinya, merekapun menyewa rumah warga yang juga disekiaran lokasi Jazz di Desa Wonotoro maupun Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura. [hil]

KeteranganFoto : Suasana pergelaran Jazz Gunung oleh Ligro Trio di panggung terbuka Java Banana Desa Wonotoro Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo, Jumat (20/6). [hilmi huasin/bhirawa]

Tags: