Menikmati Indahnya Kebun Anggrek tanpa Dipungut Biaya

Petugas menyiram tanaman anggrek di Kampoeng Anggrek. Tempat ini menjadi lokasi ngabuburit alternatif warga Kediri dan sekitarnya.

Petugas menyiram tanaman anggrek di Kampoeng Anggrek. Tempat ini menjadi lokasi ngabuburit alternatif warga Kediri dan sekitarnya.

Alternatif Ngabuburit di Kediri
Kediri, Bhirawa
Dinamakan Kampoeng Anggrek  karena di lokasi ini beragam jenis anggrek dirawat. Di kebun ini ada sekitar 5.000 batang anggrek dengan beragam jenis, misalnya anggrek bulan, dendrobium, chattleya, dan beragam jenis lainnya. Sebagian tanaman anggrek ini diimpor langsung dari Taiwan dan Thailand.
Bulan Ramadan adalah bulan yang istimewa. Di bulan ini, umat muslim yang mampu wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Puasa itu menahan diri, dari berbagai hal termasuk makan minum, dimulai dari terbitnya matahari hingga terbenamnya.
Saat puasa, bukan berarti aktivitas menjadi berkurang. Dengan puasa pula, masih banyak hal yang bisa dilakukan, seperti membaca kitab suci, bekerja, bahkan jalan-jalan.
Waktu berbuka puasa adalah waktu yang ditunggu-tunggu bagi warga muslim. Saat bedug pertanda maghrib tiba, mereka berbuka puasa, dengan menu yang sudah disiapkan. Namun, jika hanya menunggu maghrib dengan tanpa aktivitas berarti, tentu menjemukan.
Tidak ada salahnya menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit sambil menikmati indahnya alam. Salah satunya di  Kampoeng Anggrek yang berada di kaki Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut). Lokasi tepatnya di Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, sekitar 30 kilometer ke arah timur.
Menuju lokasi wisata ini, tidaklah terlalu sulit. Pengunjung bisa memanfaatkan roda dua ataupun roda empat menuju kawasan wisata Gunung Kelud. Namun, dianjurkan menggunakan kendaraan pribadi.
Setelah melewati kawasan hutan serta perkebunan yang banyak ditanami buah nanas, pengunjung akan bertemu dengan persimpangan, yang bila ke kiri arah ke Gunung Kelud, sementara kanan menuju lokasi kebun.
Dari persimpangan tersebut menuju ke kanan, masih sekitar 2 kilometer lagi lalu belok ke timur. Pengunjung akan menjumpai beberapa green house yang merupakan peninggalan Belanda. Di lokasi inilah, anggrek dibudidayakan.
Dinamakan Kampoeng Anggrek, karena di lokasi ini beragam jenis anggrek dirawat. Di kebun ini ada sekitar 5.000 batang anggrek dengan beragam jenis, misalnya anggrek bulan, dendrobium, chattleya, dan beragam jenis lainnya. Sebagian tanaman anggrek ini diimpor langsung dari Taiwan dan Thailand.
Koordinator kebun anggrek Agus Sudarwanto mengemukakan saat ini manajemen terus melakukan upaya pengembangan dengan kultur jaringan vegetatif dan generatif di laboratorium. Upaya itu dilakukan, agar didapat bibit dengan jumlah yang banyak.
Budidaya itu juga tidak main-main. Pengembangan itu, salah satunya untuk keperluan ekspor. “Per tahun ditargetkan bisa memproduksi 600 ribu tanaman. Jumlah yang tidak sedikit tentunya,” kata Agus Sudarwanto kepada Kantor Berita Antara belum lama ini.
Kendati punya target produksi yang tinggi, pengembangan anggrek memerlukan ketelatenan tersendiri. Usia tanaman ini cukup lama, dari mulai pengembangan hingga berbunga butuh waktu sekitar 2,5 tahun.
Selain itu, dalam proses perawatannya juga ada kendala, misalnya terkontaminasi bakteri maupun jamur. Bahkan, jika bunga bersentuhan dengan kulit manusia, bisa dipastikan bunga aggrek akan rontok. “Kulit manusia itu mengandung garam, jadi ketika bunga terkontaminasi dengan kulit manusia jadinya rontok,” paparnya.
Selain itu, Agus juga menyebut, curah hujan yang tinggi juga bisa memicu pembusukan baik bunga, maupun batang. Mengantisipasi hal itu, ia dengan petugas lainnya melakukan upaya aplikasi pupuk dan pengobatan untuk meminimalisasi tanaman busuk.
Kendati punya target untuk ekspor, di tempat ini tidak sepenuhnya tertutup. Pengunjung bisa datang menikmati indahnya bunga anggrek yang bermekaran dengan beragam jenis dan warna itu. Pun, mereka tidak dipungut biaya. “Namun, kami tetap lakukan sterilisasi, terutama di laboratorium. Tidak semua orang bisa masuk,” ujarnya.
Lokasi wisata yang diresmikan pada Agustus 2015 ini, bisa menjadi alternatif wisata baru di kaki Gunung Kelud. Pengunjung pun bisa membawa oleh-oleh anggrek. Harga belinya nisbi terjangkau, mulai harga puluhan ribu hingga ratusan ribu per bunga.
Anggrek jenis bulan sekitar Rp 75-150 ribu, dendrobium berkisar Rp 25-65 ribu, sedangkan jenis chattleya juga ada yang nisbi mahal, bahkan hingga Rp 400 ribu. Jadi, jika ingin wisata edukasi sambil menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit, tidak ada salahnya berkunjung ke tempat ini. [Rahmad Caesar]

Tags: