Menikmati Wisata di Kampung Kopi Gombengsari Banyuwangi

Sejumlah wisatawan ikut menyangrai kopi secara tradisional di Desa Gombengsari Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.

Sejumlah wisatawan ikut menyangrai kopi secara tradisional di Desa Gombengsari Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.

Diajak Menyangrai Plus Berkunjung ke Sentra Peternakan Kambing Etawa
Kabupaten Banyuwangi, Bhirawa
Menikmati secangkir kopi kini sudah menjadi tren dan gaya hidup banyak orang, bahkan sehari tanpa minum kopi terasa ada sesuatu yang hilang. Namun tidak banyak para penikmat kopi tahu asal usul dari daerah mana minuman berwarna hitam tersebut.
Di Kabupaten Banyuwangi, tidak hanya Desa Kemiren yang mendapat julukan desa wisata kopi dengan kegiatan minum kopi secara massal yang digelar pemerintah kabupaten setempat setiap tahun, namun ada juga kampung kopi di Kelurahan Gombengsari Kecamatan Kalipuro.
Kelurahan Gombengsari sejak dulu terkenal sebagai kampung kopi dan jenis kopi yang terkenal adalah kopi robusta, namun ada juga kopi jenis konuga dan togosari. Namun, warga Lingkungan Lerek lebih suka kopi jenis konuga karena kopi jenis tersebut memiliki rasa dan aroma yang manis.
Bahkan hewan luwak pun lebih memilih untuk memakan kopi jenis konuga karena teksturnya yang juga lebih lunak, dibanding kopi jenis robusta.
Kampung wisata kopi itu terletak di dataran tinggi dengan kontur tanah berbukit dan berada di ketinggian sekitar 450-500 meter di atas permukaan laut (mdpl), sehingga hal itu menyebabkan daerah setempat menjadi sentra dan penghasil kopi dengan kualitas yang baik.
“Di Lingkungan Lerek sejak dulu memang terkenal dengan sentra perkebunan kopi rakyat karena setiap rumah memiliki pekarangan yang berisi kebun kopi,” kata salah seorang warga setempat Masridin kepada Kantor Berita Antara belum lama ini.
Tidak hanya menjadi sentra kopi, Kelurahan Gombengsari juga dikenal dengan penghasil susu kambing etawa yang juga dipasarkan di luar Kabupaten Banyuwangi, bahkan tiap hari kelurahan tersebut bisa memproduksi 200-300 liter susu kambing etawa.
Berbagai potensi desa tersebut dikemas sedemikian rupa melalui berbagai kegiatan festival seperti Festival Kembang Kopi dengan menyuguhkan tradisi petik kopi rakyat yang digelar awal September 2016 dan Festival Kampong Kopi Lerek Gombengsari (Kopi Lego) yang digelar pada 26-27 Oktober 2016 untuk menarik wisatawan asing dan domestik berkunjung ke kampung wisata kopi tersebut.
“Dalam Festival Kopi Lego itu, berbagai potensi yang terdapat di Lingkungan Lerek disuguhkan, terutama potensi perkebunan kopi, peternakan kambing etawa, seni, budaya, dan kuliner, sehingga diharapkan dapat menjadi daya tarik meningkatkan wisatawan untuk berkunjung ke sana,” kata perwakilan Gerakan HIDORA (Hiduplah Indonesia Raya) Bachtiar Djanan.
Wisatawan diajak melihat kebun kopi untuk mengenalkan tanaman kopi dan jenisnya, kemudian diajak menyangrai kopi secara tradisional dan berkunjung ke sentra peternakan kambing etawa.
“Dalam kegiatan tur kebun kopi ini, sebagian peserta seniman mancanegara ternyata belum pernah mengetahui seperti apa pohon kopi dan belum pernah membayangkan tentang proses sangrai kopi tradisional. Mereka sangat tertarik dan bersemangat untuk mempraktikkan sangrai kopi tradisional dengan tungku kayu bakar dan wajan gerabah,” tuturnya.
Dengan dikembangkan sektor pariwisata di Kelurahan Gombengsari, terutama di Lingkungan Lerek, maka harapannya aktivitas pariwisata menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan produk kopi Gombengsari ke tingkat nasional bahkan internasional.
Salah satu wisatawan asing yang pernah berkunjung di Desa Gombengsari Ashley Fedor dari New York Amerika Serikat, mengaku sangat menikmati perjalanan wisata di desa setempat.
“Ini menarik sekali, dan pengalaman pertama kali saya melihat langsung proses pembuatan kopi. Waktu menyangrai terasa berasap, tapi saya senang bisa mencoba. Selama ini saya hanya tahu minum kopi dari coffee maker,” ungkapnya.
Ashley Fedor bersama Sinead Mcdermott mengaku telah mengunjungi negara-negara di Asia dan menikmati kopi di sana, namun baginya kopi Banyuwangi paling nikmat. Bahkan Ashley minum kopinya tanpa gula.
“Kalau di Vietnam kopinya sedikit, susunya yang banyak. Tapi di sini murni kopi, perfect,” ujarnya dalam Bahasa Inggris. [Gegeh]

Tags: