Menjadi Keluarganya Manusia

Oleh :
Taufiqurrahman
Guru SDN Kapedi II dan Pegiat Rumah Literasi Sumenep

Tahun pelajaran 2016/2017 telah berakhir, namun rasa duka yang meliputi saat-saat terakhirnya masih terasa.Berly Dyah, siswa SMP Kalten, Jawa Tengah mengakhiri hidupnya dengan gantung diri setelah mengetahui hasil ujiannya tidak memenuhi harapan.
Masa akhir tahun pelajaran merupakan masa yang menegangkan bagi siswabaik, di kelas awal terlebihsiswa yang duduk di kelas akhir. Setelah berjibaku dengan soal-soal ujian, mereka tidak kemudian menjadi tenang dan lega. Beban berat masih mereka pikul hingga hasil ujian diumumkan.
Begitu nilai hasil ujian atau rapor diterima, mereka mengalami dua kemungkinan. Pertama, bahagia karena lulus atau naik kelasdengan mendapat nilai bagus. Kedua,sedih karena nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan. Bila yang terjadi adalah kemungkinan yang terakhir, maka siswa bukan hanya sedih tapi juga mengalami tekanan batin.Ia merasa malu, rendah diri, bodoh, dan berbagai citra diriyang negatif.
Mencintai tanpa batas
Pada kondisi mengalami tekanan, siswa memerlukan dukungan mental dari orang-orang di sekitarnya terutama orang tua. Hubungan emosional orang tua dengan anak sangat kuat. Orang tua sangat peka terhadap kondisi emosional seorang anak. Orang tua juga lebih mengenal karakter anaknya daripada orang lain sehingga lebih paham bagaiman cara membangkitkan motivasi anak.
Sayangnya, orang tua yang diharapkan hadir memberi motivasi malah terkadang menjerumuskan anak lebih terpuruk dalam kesedihan. Di depan anak, orang tua menampakkan ketidak puasannya atau bahkan meluapkan kemarahannya dengan melontarkan ucapan yang membuat luka. Mengancam memberi hukuman dibarengi dengan cacian. Bila ini yang terjadi, anak merasa kehilangan kasih sayang, ia akan frustrasi, merasa lebih tidak percaya diri, mengurung diri, dan bahkan bisa bunuh diri.
Orang tua seperti ini gagal menjadi orang tuanya manusia. Orang tua ini hanya mampu memenuhi kebutuhan jasmani anak. Ia membelikan pakaian, menyediakan makanan, memberi tempat tinggal dan kebutuhan materi lainnya. Namun ia lupa bahwa anak adalah manusia yang terdiri dan jasmanai dan rohani.  Anak sebagai manusia tidak hanya membutuhkan pakaian tapi juga ingin kasih sayang.
Dody Permana (2010) mengemukakan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta. Menurut pandangan psikiatrik, penyebab utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta. Oleh karena itu, orang tua yang baik akan selalu siap menerima anaknya dengan cinta di saat orang lain tidak menerimanya. Dengan cinta ini anak merasa dirinya berarti hingga mampu bertahan menghadapi tekanan.
Kecerdasan Ganda
Setiap anak adalah individu unik yang lahir dengan bakat dan kecerdasan masing-masing. Ada anak yang lahir dengan membawa bakat sebagai musisi. Ada pula yang lahir dengan membawa potensi sebagai ilmuwan. Howard Gardner mengemukan ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yaitu: kecerdasan musik/ritmik, badan/kinestetik, logika/matematika, visual/spasial, verbal/linguistik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik.
Setiap kecerdasan ini tidak lebih baik dari lainnya begitu juga dengan pemiliknya. Seorang ilmuwan tidak lebih baik dari olahragawan, seperti halnya olahragawan yang tidak lebih baik dari musisi. Masing-masing bisa sukses di bidang yang menjadi bakatnya. Masing-masing bisa memberikan manfaat bagi manusia lainnya.
Dengan mengetahui beragam kecerdasan ini, orang tua seharusnya tidak memaksa seorang anak menjadi seperti apa yang ia inginkan. Orang tua bisa saja mengajari anak dengan berbagai macam pengetahuan. Memasukkan anak ke tempat-tempat kursus dan melatihnya berbagai keterampilan. Namun hanya sedikit anak yang mampu menguasai semuanya. Terkadang anak harus memilih satu bidang saja yang sesuai dengan kecerdasannya. Apapun pilihan dan kecerdasan anak, orang tua mesti menghargainya.Orang tua yang memaksakan anak pada sesuatu yang bukan dalam ranah kecerdasannya sama halnya dengan mengkerdilkan potensi yang dimilikinya.
Pesan Positif
Albert Bandura (1988) menyatakan bahwa keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri. Memarahi dan melabeli buruk pada anak membuatanak kehilangan kepercayaan diri. Padahal rasa percaya diri berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Anak yang memiliki rasa percaya diri lebih mudah menerima pelajaran daripada anak yang rendah diri.
Orang tua yang peduli terhadap masa depan anak selalu mengatakan hal positif kepada anaknya. Bukan hanya dalam kata-kata, tapi juga berpikir positif terhadap kemampuan buah hatinya.Pikiran positif orang tua akan diterima positif oleh anak sehingga membuat anak memiliki kemampuan berjuang untuk mencapai sukses.
Terhadap orang tua yang selalu memberikan kasih sayang kepada anak, menghargai jenis kecerdasan yang dimiliki anak serta selalu memberikan sugesti positif kepada anak, Munif Chatib menyebutnya sebagai orang tuanya manusia. Menurutnya orang tuanya manusia adalah orang tua yang mau menerima segala potensi yang dimiliki anak. Ia memandang anaknya sebagai bintang dan juara, bagaimanapun kondisinya. Ia menerima anaknya dengan kondisi fisik dan otak seperti apapun sebagai sebuah anugerah dari Tuhan yang harus disyukuri.
Menerima apapun kondisi dan kemampuan anak dengan cinta tidak terbatas dilakukan oleh orang tua. Semua anggota keluarga harus melakukan hal yang sama, sehingga menjadi keluarganya manusia. Dalam keluarganya manusia ini, lahir dan tumbuh manusia yang menghargai manusia lainnya.

                                                                                                          ———— *** ————–

Rate this article!
Tags: