Menjadi Kerupuk Bantal hingga Legitnya Es Krim

Tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya menunjukkan kreativitasnya membuat berbagai olahan makanan berbahan dasar jagung, Senin (24/8).

Tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya menunjukkan kreativitasnya membuat berbagai olahan makanan berbahan dasar jagung, Senin (24/8).

Inovasi Mahasiswa UM Surabaya Ciptakan Olahan Pangan Berbahan Dasar Jagung
Kota Surabaya, Bhirawa
Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras sudah tidak bisa ditawar lagi. Meski sejatinya Indonesia punya beragam makanan pokok alternatif, seperti sagu, jagung cantel, jagung dan berbagai bahan dasar makanan lain. Inilah alasan yang mendorong para mahasiswa terus berinovasi melahirkan produk-produk pangan berbahan dasar alternatif.
Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan hingga mampu mengekspor beras. Kini sebaliknya, menjadi negara importir. Ini tak lepas dari persepsi masyarakat yang menyebut belum makan jika tidak makan nasi. Padahal sudah mengonsumsi roti, bahkan lontong berbahas beras sekali pun.
Ini menjadi dorongan bagi tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya untuk berinovasi. Sulis Indriyawati dan Septi Andriana dari program pendidikan D-3 Kebidanan serta Adam Joko Santoso dari program pendidikan D-3 Keperawatan, mereka lantas membuat makanan olahan berbahan dasar jagung. Mulai bubur, es krim, naget, hingga kerupuk bantal.
Inovasi mereka pun dimulai dengan kegiatan pengabdian masyarakat di Kabupaten Lamongan. Tepatnya di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang. Lamongan ini termasuk lima daerah produsen jagung terbesar di Indonesia. Karena itu mereka menyasar lokasi tersebut. “Dalam setahun, desa tersebut bisa panen sampai tiga kali. Saat musim hujan maupun kemarau bisa ditanam. Sayang, harga jagung di sana murah,” tutur Sulis Indriyawati prihatin, Senin (24/8).
Jagung semakin tidak mendapat posisi di hati masyarakat karena serbuan stigma negatif yang sudah mendarah daging. Di desa tersebut, jagung paling hanya dibuat nasi jagung. Lebih celaka lagi, di masyarakat terbangun asumsi yang makan nasi jagung hanya orang melarat. Kalau pun ada orang mapan yang mau makan pasti pengidap penyakit gula. “Memang, jagung memiliki kelebihan dari sisi rendah gula,” tutur dia.
Cara pembuatan produk berbahan jagung pun mereka bedah. Untuk es krim, tepung jagung, susu dan gula dicampur. Untuk gula tidak perlu banyak lantaran rasa manis sudah tercipta dari susu.
Setelah semua tercampur menjadi adonan, lantas dididihkan, dituang dan didinginkan. Tahap berikutnya dimasukkan ke frezzer. “Kemudian dikeluarkan lagi dan diblender supaya teksturnya lebih halus. Gelatin tidak digunakan karena kentalnya kita manfaatkan susu,” ulas Sulis berjilbab ini.
Sedangkan untuk membuat kerupuk bantal, bahannya terbuat dari tepung jagung berpadu tepung tapioka. Kedua jenis tepung itu dicampur dengan bumbu seperti garam dan bawang puting serta air. Adonan yang tercipta dikukus hingga padat. Setelah diiris tipis dan dijemur, kerupuk siap digoreng. “Istilah bantal jagung itu kami pakai karena kemasannya mirip bantal, berbahan kelobot alias pelepah jagung,” ungkap dia.
Berapa harga jual produk ketiganya? Es krim Rp 2.000/cup, bubur Rp 3.000/mangkuk, kerupuk Rp 7.000/bungkus, dan naget Rp 10.000/bungkus. Selain lebih sehat, jagung juga cukup menguntungkan dari sisi ekonomis di tengah mahalnya harga beras. “Makanan olahan ini bisa menangkal penyakit radikal bebas, salah satunya kanker. Ini karena kandungan anti oksidannya tinggi,” ulas Adam Joko Santoso sambil menyiapkan proses pembuatan bubur jagung.
Hasil penelitian komparasi gizi dari tiap 100 gram jagung dengan beras tak luput dipaparkan ketiganya. Dari tiap 100 gram jagung mengandung energi 108 kkal, protein 3,3 gram, serat 2,8 gram, dan vitamin C 6 miligram. Sedangkan pada beras mengandung energi 130 kkal, protein 2,4 gram, serat 0,3 gram, dan vitamin C 0 miligram.
Ketiganya berharap produknya ke depan bisa diproduksi massal. Bahkan mereka siap berbagi resep pada produsen yang bersedia memproduksi dalam jumlah besar. Tanpa bahan pengawet tetap menjadi pakem ketiganya. Selain itu, karya-karya ini bakal diikutsertakan dalam kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian pada Masyarakat di Kendari, Sulawesi Tenggara, bulan depan. Ketiganya yang tergabung dalam Kader Mahabarata (Mahasiswa Bank dengan Tren Bantal Jagung) ini berharap inovasinya mampu menyita perhatian juri. “Istilah Kader Mahabarata ini kami gunakan supaya mudah diingat karena cerita pewayangan Mahabarata yang ada dalam masyarakat,” tutur Sulis yang asli Surabaya.
Rachmawati Ika, Dosen Kebidanan UM Surabaya yang mendampingi tiga mahasiswa itu mengaku bangga atas kreativitas ketiganya. “Bubur jagung ini cocok menjadi makanan pendamping ASI (Air Susu Ibu) bagi bayi usia 6 bulan ke atas. Baik juga untuk ibu hamil untuk mengurangi risiko bayi dengan diabetes,” sebut Ika. [Adit Hananta Utama]

Tags: