Menjadikan Keluarga Ramah Anak

Oryz SetiawanOleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Di tengah deraan kasus yang menimpa sejumlah anak di tanah air seakan tak reda, terbongkarnya kasus menghebohkan saat ini yakni kematian Yuyun, seorang gadis berusia 14 tahun setelah diperkosa 14 pemuda di Bengkulu. Sebuah kejahatan seksual terhadap anak yang sudah sangat luar biasa, diluar batas perikemanusiaan. Sebelumnya kisah bocah enam tahun yang bernama Engeline di Bali yang tewas menggenaskan setelah dianiaya ibu angkat. Belum lagi kasus penelantaran lima anak oleh orang tuanya di Cibubur serta kasus “legendaris” yang dahulu pernah difilmkan yakni Ari Hanggara adalah sederet kasus yang justru menimpa anak-anak yang notabene adalah kelompok lemah, terpedaya dimana seharusnya dilindungi dan dijamin kehidupannya dalam segala aspek. Kondisi tersebut adalah gambaran bahwa belum optimalnya sistem perlindungan dan jaminan negara, masyarakat hingga level keluarga terhadap kelangsungan dan hak hidup layak bagi anak. Salah satu kunci solusi adalah dimulai dari ranah keluarga yang mengedepankan keluarga yang ramah terhadap anak. Mengapa dibutuhkan keluarga yang ramah anak? Secara karakteristik anak, memiliki kerentanan psikologis dimana sangat menentukan sifat, kebiasaan dan perilaku anak kedepan.
Dalam perkembangan masa depan sangat ditentukan oleh bagaimana memperoleh pendidikan, kesehatan, kedisplinan, sentuhan religiusitas dan keteladan dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu dibutuhkan kondisi keseharian yang dibalut rasa keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sebagai buah hati keluarga, sudah selayaknya salah satu orientasi orang tua adalah masa depan anak dan memberikan jaminan kehidupan anak kelak. Dalam rangka menggapai cita-cita sang anak mutlak diperlukan sebuah kondisi aman, nyaman dan menyenangkan, selain itu yang tak kalah fundamental adalah aspek keteladanan orang tua menjadi sumber referensi anak dalam melakukan setiap perilaku. Setidaknya terdapat unsur elementer dalam membentuk sisi fisik, psikis, sosial dan religiusitas anak.
Secara fisik, adanya pemenuhan kebutuhan pokok seperti, makanan sehat, bergizi, sandang dan tempat tinggal yang memadai. Aspek psikis adalah keadaan anak merasa aman, nyaman, perkembangan kepribadian positif. Secara sosial dimana anak mampu bergaul, beradaptasi, membentuk jiwa sosial, welas asih, toleran antar sesama. Terakhir adalah menanamkan sisi religiusitas yakni memiliki pemahaman agama yang kuat, dapat membedakan baik-buruk, dan berjiwa agamis sebagai rujukan dan pegangan hidup selanjutnya. Pola kehidupan modern saat ini telah berdampak pada karakter anak bangsa. Pengaruh negatif globalisasi menimbulkan masyarakat Indonesia kini mulai banyak yang bersifat individualistis, budaya bangsa Indonesia yang terkenal dengan keramahtamahan dan sifat gotong royong kini mulai bergeser menjadi pola hidup yang keras. Banyak permasalahan yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan berakhir dengan tindakan kekerasan dan anarkis. Kondisi tersebut diperparah dengan buruknya tingkat perekonomian masyarakat dan semakin sulitnya hidup serta kerasnya tingkat pesaingan serta nilai-nilai agama banyak yang dilanggar.
Periodisasi Perkembangan Anak
Berdasarkan analisis perkembangan kejiwaan dan transformasi siklus hidup anak terdapat periodisasi yang kelak akan dilalui yakni pertama, masa dalam kandungan : masa formatif pertumbuhan fisik, kesehatan ibu anak (KIA) dan gizi. Dari inilah awal pembentukan generasi melalui pemahaman pasangan suami isteri terhadap keturunan yang direncanakan. Dalam merencanakan berapa jumlah anak, secara teori dapat dilihat dari sisi apa pasangan suami istri menilai tentang anak. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Anak dilihat dari sisi pembiayaan (cost) yang harus dikeluarkan. Bila pasangan suami istri menilai kepemilikan anak dari sisi pembiayaan yang harus dikeluarkan, ada kecenderungan pasangan suami istri untuk memiliki anak sedikit.
2) Anak dinilai sebagai investasi untuk masa depan. Jika anak dinilai sebagai investasi masa depan tempat di mana anak akan dijadikan tempat berlindung pada saat pasangan memasuki hari tua, biasanya ada kecenderungan pasangan suami istri untuk mempunyai anak banyak.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa anak dijadikan sebagai investasi orang tua di masa depan. Untuk melihat berapa sebaiknya jumlah anak dimiliki oleh pasangan suami istri, sebaiknya kepada para keluarga mengacu pada aspek tentang reproduksi sehat. Kedua, masa dibawah tiga tahun. Dalam masa ini terjadi perkembangan motorik (otot dan refleks), penyempurnaan pancaindera, bahasa, kedekatan emosional dan sosial dengan pengasuh. Ketiga, masa dibawah lima tahun. Kondisi ini anak mengalami masa perkembangan di tahap penyempurnaan otot, tulang, kemampuan bahasa, persiapan sekolah. Keempat, pada usia sekolah. Pada tahap ini, anak mulai dikenalkan dunia baru yakni sekolah sebagai wahana belajar norma sosial-kultural, keterampilan skolastik dan awal tahap sosialisasi dan emosional antar sesama teman, interaksi guru dan pihak seolah. Meski aspek pembelajaran sudah dapat dimulai sejak dini di lingkungan keluarga namun secara formal nilai-nilai pembelajaran secara universal dikembangkan di dalam lingkungan sekolah. Kelima, masa remaja.
Di masa-masa beranjak remaja selain mengalami proses perkembangan psikososial, pencarian identitas diri, tindakan adopsi dan refleksi sosok figur, idola dan panutan akan menjadi bahan referensi dalam membentuk karakter, sifat dan tingkah laku selanjutnya. Selain itu dari sisi biologis memasuki masa remaja anak tengah mengalami pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder, perkembangan hubungan heteroseksual, proses dini persiapan mengandung dan melahirkan untuk perempuan. Kondisi ini dukungan kesehatan reproduksi, asupan gizi dan pemahaman kesehatan diri mejadi titik kritis anak dalam bertransformasi remaja ke dewasa. Berdasarkan sebaran wilayah, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 merilis bahwa 51 persen jumlah anak berada di wilayah pedesaan, sedangkan 49 persen berada di perkotaan. Oleh karena itu keberadaan anak sangat ditentukan oleh kondisi tumbuh kembang dan perlindungan anak sehingga membentuk anak berkualitas. Selanjutnya akan membentuk SDM berkualitas yang akan meningkatkan sisi produktivitas melalui peningkatan daya inovasi dan kreativitas. Dengan inilah   akan tercapai produktivitas nasional dan daya saing yang selanjutnya memperkuat aspek ketahanan  nasional yang pada gilirannya memberikan konstribusi signifikan terhadap kemajuan bangsa.

                                                                                                                   ———– *** ———–

Rate this article!
Tags: