Menjadikan Sadar Pajak sebagai Lifestyle

wahyu kuncoroOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa ; Alumnus Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya

Negara, diakui atau tidak sesungguhnya telah memberikan segala pelayanan berupa sarana, prasarana, insentif dan subsidi untuk mendorong warganya agar dapat menggerakkan roda usahanya (baca : bisnis). Pemerintah pada sisi lain juga terus berupaya membangun dan memperbaiki jalan, pelabuhan, listrik, subsidi, pendidikan dan lain sebagainya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Masyarakat dapat menikmati semua sarana prasarana yang tersedia untuk melakukan berbagai kegiatan usaha atau bekerja untuk penghidupan dan kemakmuran bersama. Masyarakat yang beruntung yang mendapatkan kemampuan atau penghasilan lebih, akan timbul kewajiban untuk membayar pajak. Pajak yang diserahkan kepada negara akan digunakan untuk menyediakan semua sarana dan prasarana tersebut. Bagi  masyarakat yang belum beruntung tentulah tidak perlu membayar pajak, justru akan mendapatkan subsidi. Dengan demikian kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target pembangunan. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, yang implikasinya tentu membuat pembiayaan pembangunan menjadi lebih terjamin.
Sadar Pajak sebagai Lifestyle
Saat ini, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki 31.544 pegawai yang diharapkan berperan dalam meningkatkan kesadaran pajak 237,6 juta orang penduduk Indonesia. Bandingkan dengan Jepang yang hanya berpenduduk 126 juta orang, namun memiliki 56 ribu lebih pegawai pajak. Tak heran dengan perbandingan rasio pegawai pajak per jumlah total penduduk seperti itu, maka kesadaran pajak di Jepang lebih baik daripada di Indonesia.
Bahwa adanya kekurangan SDM yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak adalah realitas yang memang terjadi. Namun demikian, terus menerus meratapi kekurangan jumlah personel tersebut tentu juga tidak akan menyelesaikan masalah. Maka agenda penting yang harus dilakukan adalah bagaimana mendorong masyarakat umum ikut tergerak menjadi agen sadar pajak. Artinya, masyarakat ini tidak hanya taat membayar pajak tapi juga bersemangat mensosialisasikan pajak agar masyarakat sadar pajak.
Membayar pajak merupakan sikap yang lahir dari kesadaran akan pentingnya pajak. Lantaran itu sikap semacam itu harus dibangun dan ditumbuhkan secara terus menerus. Harapannya, kesadaran membayar pajak bukanlah kesadaran karena dipaksa oleh ketentuan Undang Undang dan aturan represif lainnya, tetapi kesadaran membayar pajak adalah panggilan jiwa yang dilakukan dengan penuh kebanggaan. Nah, untuk membangun sikap seperti itu maka perlu dibangun sebuah pandangan tentang kesadaran membayar pajak sebagai sebuah gaya hidup (lifestyle) masyarakat modern.
Untuk menumbuhkan kesadaran bayar pajak sehingga bisa sebagai gaya hidup dalam masyarakat, ada beberapa hal yang bisa dilakukan :
Pertama, adalah perlunya gerakan pembangunan opini tentang kesadaran membayar pajak secara terus menerus. Kampanye ini bukan saja menggunakan media-media konvensional semacam media elektronik dan media cetak tetapi juga menggunakan media sosial. Kampanye ini juga diharapkan melibatkan semua pihak dan dilakukan secara kreatif sehingga mampu menarik minat semua pihak untuk menjadi sadar membayar pajak. Kampanye ini pesan terpentingnya adalah mampu menjangkau semua kalangan agar menyadari pentingnya membayar pajak.
Kedua, bahwa menumbuhkan gaya hidup sadar pajak harus dilakukan  sejak dini bahkan sebelum orang terkena ketentuan untuk membayar pajak. Benih kesadaran sadar pajak ini harus mulai disemaikan melalui dunia pendidikan sejak dini agar masyarakat sejak kecil sudah memiliki kesadran tentang pentingnya membayar pajak. Harapannya adalah membayar pajak bukanlah sebuah beban bagi warga negara tetapi sebagai sebuah panggilan mulia negara bagi semua warga negera dalam membangun negerinya. Kita tentu sangat ingin akan muncul kesadaran merasa malu bagi siapa saja yang tidak mau bayar pajak.
Ketiga, dalam upaya membangun kasadaran masyarakat tentang sadar pajak sebagai gaya hidup, maka pemerintahpun harus menerapkan semua jenis pelayanan masyarakat agar dikaitkan dengan pajak. Langkah ini tentu bukan langkah instan, tetapi perlu proses panjang dan perlahan. Harapannya, semua pelayanan akan terkoneksi dengan kesadaran pajak. Bagi siapa saja yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak maka dengan sendiri akan terhambat layanan publik yang didapatkannya.
Keempat, dalam membangkitkan kesadran membayar pajak, maka pemerintah harus memberi apresiasi yang besar terhdapa para wajib pajak yang telah melaksanakan kewajibannya tersebut. Penghargaan-penghargaan yang diberikan tentu bukan semata diberikan kepada wajib pajak yang mampu memberi pajak terbesar. Tetapi juga diberikan kepada siapa saja yang pada lingkup sosialnya mampu menjadi teladan untuk membayar pajak dan memberi kontribusi dalam menumbuhkan kesadaran membayar pajak.
Peran Media
Ada fenomena yang menarik yang bisa dipetik dari kasus gagalnya pasangan Rasiyo-Dhimam Abror untuk masuk menjadi pasangan dalam Pilwali Surabaya tahun ini. Selain faktor surat rekomendasi yang dianggap bermasalah, Dhimam Abror ternyata juga tersandung masalah pajak, yakni ketika dokumen NPWP, berkas tanda bukti penyerahan wajib pajak, STTP dan tanda bukti tidak ada tunggakan pajak yang diversifikasi KPU ke Kantor Pajak Pratama Wonokromo, ternyata Abror tidak pernah melapor ke kantor pajak, sehingga dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Isu gagalnya pasangan ini running dalam Pilwali Surabaya memang banyak menjadi headline berbagai media, hanya sayangnya kasus pajak yang menjegal pasangan ini tidak mendapatkan ruang publikasi yang memadai. Padahal sesunguhnya, isu pajak ini harus terus digulirkan agar masyarakat semakin menyadari betapa pentingnya orang mengurus dan melaporkan pajak yang menjadi tanggung jawabnya.
Realitas ini setidaknya membuktikan bahwa media belum meletakkan isu pajak sebagai persoalan penting dan krusial yang harus disampaikan kepada publik. Berangkat dari kenyataan ini, maka peran dan posisi media sungguh perlu mendapatkan perhatian kalau ingin masyarakat semakin sadar pajak.
Menurut penulis, persoalan pertama yang harus dituntaskan dalam memberdayakan media adalah membangun masyarakat media yang sadar pajak. Artinya, sangat mustahil diharapkan media akan menjadi mitra strategis dalam menumbuhkan kesadaran membayar pajak kalau para pelaku media ini tidak sadar pajak. Dengan demikian, menjadikan praktisi media yang paham dan sadar pajak adalah langkah awal yang harus dilakukan.
Ini penting ditegaskan karena faktanya tidak semua wartawan kita memiliki kapasitas dan kemampuan yang cukup untuk menjelaskan hal tersebut (baca : pajak) kepada publik.  Bahkan ironisnya, justru para pelaku media ini yang bukan saja belum melek pajak tapi malah antipati terhadap pajak. Kalau ini yang terjadi, bukan saja pesan yang akan disampaikan (baca : berita terkait pajak) tidak sampai tetapi juga bisa terjadi distrorsi yang justru akan kontraproduktif dengan keinginan untuk mendorong masyarakat menjadi sadar pajak. Harus diakui, media-media hari ini lebih asyik menampilkan berita yang cederung melukiskan sisi buram dunia perpajakan dengan menempatkan kasus  penggelapan pajak, atau menampilkan gaya hidup mewah para pejabat pajak sebagai isu yang seksi. Bila kondisi ini dibiarkan, maka dikhawatirkan membuat orang menjadi antipati membayar pajak karena dibayangi kekhawatiran bahwa pajak yang dibayarkannya hanya akan jadi ajang korupsi para pegwai pajak. Bisa jadi itu juga berawal dari sikap apatis wartawan terhadap sektor pajak.
Bahwa akan lain hasilnya kalau para pekerja media kita adalah mereka yang sadar pajak, sehingga media pun akan ikut berperan membangun kesadaran masyarakat terhadap pajak dengan misalnya memberitakan sisi-sisi berita yang mampu mendorong dan menginspirasi masyarakat untuk sadar pajak.
Wallahu’alam bhis-shawwab.

                                                                                                                 ———– *** ———-

Tags: