Menjaga Martabat TNI

TNI secara sistemik kukuh menjaga martabat melalui reformasi tugas dan fungsi (Tupoksi). Tak mudah melaksanakan matra ke-tentara-an pada era demokrasi dan transparansi global. Tetapi situasi sosial-politik nasional saat ini menguntungkan TNI (Tentara Nasional Indonesia), dibanding era yang telah lalu. Selama 73 tahun, TNI telah melewati berbagai situasi zaman, masing-masing dengan tantangan yang khas. Kini TNI lebih maju, profesional, dan memiliki martabat tinggi di hadapan rakyat.
Martabat tinggi di hadapan rakyat, sesungguhnya seiring dengan sejarah pembentukan TNI sejak awal pembentukannya. Bahkan martabat tinggi telah dimiliki sebelum proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia. Buktinya, antara lain, pembentukan Laskar Hizbullah-Sabilillah, akhir tahun 1944. Militer Jepang merespons “martabat” kebangsaan kalangan kyai, dan santri. Sekitar 500 personel mendaftar untuk dilatih militer, sebagai sukarelawan. Tanpa gaji.
Pelatihan Laskar Hizbullah-Sabilillah, dilakukan profesional di bawah pengawasan seorang Kapten Yamagawa dengan dibantu 20 instruktur shudanco (perwira) PETA. Walau tanpa gaji, pada masa berikutnya jumlah personel mencapai 50.000 orang terlatih. Sama dengan jumlah pasukan Jibakutai (barisan berani mati). Setelah proklamasi, seluruh kekuatan militer nasional Indonesia (PETA, dan berbagai laskar kelompok pejuang) melebur menjadi BKR (Badan Kemanan Rakyat).
TNI, memiliki sejarah panjang. Nama kekuatan militer nasional Indonesia ber-ubah-ubah, sesuai paradigma zaman. Setelah BKR, namanya berubah menjadi TKR (5 Oktober tahun 1945). Pada Januari 1946 menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Berganti nama menjadi APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) sejak 17 Agustus 1945. APRI berjasa menumpas pemberontakan PRRI Permesta pada tahun 1958.
Pada tahun 1962, dilakukan penyatuan antara angkatan perang (APRI) dengan Kepolisian Negara, menjadi sebuah organisasi bernama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Penyatuan bertujuan menjauhkan pengaruh kelompok politik, sekaligus efisiensi kepemimpinan. Salahsatu prestasi ABRI, adalah menumpas pemberontakan PKI tahun 1965. Selain itu, ABRI (termasuk di dalamnya Kepolisian RI), selalu mengirimkan personel sebagai pasukan perdamaian dunia.
Hingga kini, lebih dari 41 ribu personel tercatat pernah dikirim ke berbagai kawasan (konflik) dunia. Termasuk ke Lebanon. Sehingga sejarah ke-tentara-an Indonesia menjadi bagian tak terpisahkan. BKR, TKR, TRI, APRI, ABRI, dan TNI, merupakan kesatuan sejarah tak terpisahkan. Masing-masing istilah nama, memiliki dedikasi sangat tinggi. Mustahil ada TNI, tanpa sejarah ke-ABRI-an, maupun masa lalu ke-tentara-an Indonesia.
Menista salahsatu sejarah ke-tentara-an, niscaya menista TNI. Bahkan menista korps tentara sebelumnya BKR, TKR, TRI, APRI sampai ABRI, juga menista TNI masa kini. Begitu pula plesetan (mengubah syair mars menjadi olok-olok) tentara Indonesia, merupakan penghinaan terhadap kelembagaan negara. Penistaan terhadap tentara nasional bertentangan dengan konstitusi. Karena setiap warga negara wajib menjaga martabat tentara nasional.
UUD pasal 30 ayat (1), menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Maka menista TNI sebagai institusi (vital) kenegaraan wajib dihukum setimpal. Karena menciderai perasaan seluruh warga negara. Bisa menimbulkan ke-onar-an. Karena boleh jadi, ribuan prajurit menuntut protes. Hukuman setimpal sekaligus memberikan efek jera.
Diantaranya dengan menegakkan UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pada pasal 14 ayat (1), dinyatakan, “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.”
TNI (kelanjutan ABRI) telah me-reformasi barak sebagai paradigma profesioanlisme. Dukungan rakyat akan lebih menjamin terwujudnya amanat UUD, yakni TNI yang bertakwa, cerdas, kuat, dan enak bergaul.

——— 000 ———

Rate this article!
Menjaga Martabat TNI,5 / 5 ( 1votes )
Tags: