Menjamin Anak Bahagia

foto ilustrasi

“Membahagiakan anak, dijamin masuk sorga.” Begitu ajaran agama (Islam), men-janji-kan sorga Darul Farah (jalan kegembiraan). Maka seyogianya setiap orang melindungi anak, tak terkecuali anak orang lain. Lebih lagi saat ini semakin banyak anak menjadi korban kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Sampai eksploitasi anak untuk kriminalitas. Ini ironis, karena konstitusi Indonesia menjamin hak asasi anak. Pemerintah berkewajiban menjamin terwujudnya hak anak.
Konstitusi menjamin hak tumbuh dan perekembangan anak. Sebagaimana tertulis dalam UUD pasal 28-B ayat (2) , mengamanatkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.” Tetapi penegakan hukum terhadap tindak kekerasan pada anak masih sering menggunakan KUHP. Hukumannya tak seberapa, sehingga menyebabkan banyak kasus serupa terulang.
Padahal sebenarnya telah terdapat undang-undang yang lebih lex-specialist. Yakni UU Nomor 35 tahun 2014 (revisi UU Nomor 23 tahun 2002) tentang Perlindungan Anak. Bahkan pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016, tentang revisi UU Perlindungan Anak. Diantaranya, hukuman maksimal (mati) seumur hidup, serta tambahan hukuman “di-kebiri” dengan obat-obatan kimia. Peraturan telah cukup komplet, termasuk sanksi pidana.
Namun sampai bulan Mei tahun 2018, tindak kekerasan terhadap anak masih cukup tinggi, lebih dari 112 kasus. Setiap tahun meningkat 28% (dalam kuantitas). Sedangkan indeks kualitatif, setiap tahun menunjukkan modus baru. Berdasar catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) terdapat 112 kasus pelanggaran terhadap anak dalam rentang lima bulan. Ironisnya, pelaku kekerasan terhadap dilakukan oleh ibu (44% kasus). Disusul ibu tiridan ayah tiri (22%).
Dalam catatan Komnas PA, rata-rata dalam sebulan telah terjadi tindak kekerasan anak sebanyak 23 kasus. Sehingga dianalisis bahwa kejahatan pada anak sudah pada nuansa ke-sadis-an dan diluar nalar sehat. Karena itu ke-seksama-an perhatian terhadap sistem perlindungan anak, menjadi sangat urgen, strategis dan kritis. Diperkirakan jumlah anak (usia dibawah 18 tahun) di Indonesia mencapai 30-an persen total jumlah penduduk, atau sebanyak 85 juta-an.
Bukan hal mudah melindungi 85 juta-an anak. Konsekuensinya, harus dibuat berbagai program lintas sektoral untuk perlindungan anak. Serta mapping rawan kejahatan terhadap anak. Biasanya, lokasi rawan berada di daerah kantong-kantong kemiskinan. Syukur pula, aparat ketertiban dan keamanan (Polisi di tiap Polres) telah memiliki unit Perlindungan Perempuan dan Anak. Berdasar UU dan unit yang terstruktur, penegak hukum bisa bekerja lebih intensif.
Memang tak cukup hanya mengandalkan polisi, karena jumlah aparatnya tidak banyak. Maka UU Perlindungan Anak menyatakan seluruh komponen bangsa memiliki kewajiban dan tanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Terutama keluarga, wajib turut terlibat. Lebih lagi, pelaku kekerasan anak mayoritas kalangan terdekat.
Peringatan Hari Anak Nasional 2018, bertema “Anak Indonesia GENIUS, (Gesit, Empati, berani, unggul dan Sehat).” Namun harus ada yang dibebani secara khusus mengurus perlindungan anak. Pada UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, urusan dibebankan kepada pemerintah dan lembaga negara. Diutamakan pada hak anak pada akses kesehatan dan pendidikan.
Seluruh pemerintah daerah (propinsi, kabupaten dan kota), diharapkan memiliki program perlindungan anak. Terutama program umum bertema “Kota Layak Anak,” seyogianya bukan sekadar taman indah dengan wahana permainan. Melainkan juga perlu disusul program lebih terstruktur. Misalnya “Kampung Layak Anak.”
Namun perlindungan anak, masih tetap bergantung pada perekonomian keluarga. Di berbagai area urban (kantung keluarga miskin), banyak anak terpaksa menjalani pekerjaan orang dewasa, menjadi “budak” sindikat eksploitasi anak.

——— 000 ———

Rate this article!
Menjamin Anak Bahagia,5 / 5 ( 1votes )
Tags: