Menjernihkan Hukum Poligami

PoligamiJudul Buku  : Poligami, Berkah ataukah Musibah
Penulis  : ‘Iffah Qanita Nailiya
Penerbit  : DIVA Press
Cetakan  : I, 2016
Tebal  : 148 halaman
ISBN  : 978-602-391-155-4

Dalam Islam, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Pernikahan disebut menyempurnakan agama. Berkaitan dengan tema pernikahan, ada yang hingga kini menimbulkan pro dan kontra. Apalagi kalau bukan poligami. Poligami secara jelas diuraikan dalam Alquran surat An-Nisa’ ayat 3.
Lewat buku ini, ‘Iffah Qanita Nailiya berusaha mendudukkan perihal poligami secara jernih dengan meninjau sejarah, pendapat mufasir atau ahli tafsir Alquran, dan poligami yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.
Istilah poligami sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni poli atau polus, yang berarti banyak, dan gamein atau gamos, yang berarti perkawinan. Poligami merupakan perkawinan seorang suami dengan lebih dari satu istri (poligini), atau perkawinan seorang istri dengan lebih dari satu suami (poliandri). Namun, dalam pandangan umum, istilah poligami cenderung dipahami seperti definisi pertama (hlm. 15).
Pada abad pertengahan, poligami dijadikan salah satu senjata propaganda untuk menyudutkan Islam. Para teolog Barat menilai Nabi Muhammad Saw sebagai orang pertama yang memperkenalkan poligami di dunia. Hal ini tidak tepat, sebab sebelum Islam datang, masyarakat sudah mempraktikkan poligami. Tanpa penilaian objektif, para orientalis bahkan menyatakan beliau seorang hiperseks.
Cinta pertama Rasulullah Saw tidak lain adalah Khadijah. Selama menikahi Khadijah, beliau sama sekali tidak berpoligami. Setelah kepergian Khadijah, beliau tidak berpikir menikah lagi. Atas dorongan sahabat dan ada ayat Alquran tentang poligami, beliau menikah lagi pada usia 53 tahun. Beliau menikahi Saudah binti Zam’ah, seorang wanita Quraisy yang merupakan janda dari Sakran bin Amr, yang sudah memiliki lima anak.
Jumlah istri Nabi Muhammad Saw ada sebelas orang setelah wafatnya Khadijah. Pada dasarnya, tujuan beliau berpoligami untuk kepentingan dakwah, penyebaran agama, perdamaian kabilah, dan kepentingan syiar Islam. Di antara istri beliau, hanya Aisyah yang masih berstatus gadis, selebihnya adalah para janda dengan beberapa anak. Dalam hal ini, beliau juga bertanggung jawab membina dan mempersiapkan lahirnya generasi pejuang Islam dari anak-anak tiri beliau.
Buku ini memaparkan pendapat mufasir seperti Ibnu Jarir ath-Thabari, Al-Maraghi, Asy-Syaukani, Az-Zamakhsyari, Al-Qurthubi, Imam Syafi’i, Muhammad Abduh, Sayyid Quthb, Abdul Halim Abu Syuqqah, dan Quraish Shihab. Secara prinsip, ayat tentang poligami bukan anjuran atau perintah, tetapi diperbolehkan. Menurut Quraish Shihab, poligami merupakan pintu darurat kecil yang hanya dilalui jika sangat diperlukan dengan syarat yang tidak ringan.
Sebagai contoh, seorang istri mungkin mandul atau mengalami penyakit parah sehingga tak dapat melayani suami. Dalam menghadapi kemungkinan semacam itu, suami tentu memerlukan penyaluran biologis. Yang paling ideal adalah dengan berpoligami (hlm. 34-35). Tentu, syarat adil dalam poligami bukanlah suatu yang ringan. Adil mencakup terhadap istri dan juga anak-anak, meliputi kebutuhan lahir dan batin.
Berpoligami membutuhkan kesungguhan. Bukan saja untuk menikahi lebih dari satu istri, melainkan juga kesanggupan diri memenuhi syarat dan mengatasi problem-problem rumah tangga. Al-Maraghi mengemukakan kaidah fikih, “Dar’ul mafaasidi muqaddamun ‘alaa jalbil mashaalihi,” artinya menghindari keburukan atau bahaya harus didahulukan daripada mengambil manfaat atau kebaikan. Kendati poligami diperbolehkan, namun bila dikhawatirkan terjadi masalah keluarga di kemudian hari, sebaiknya sang suami tidak berpoligami.
Poligami Nabi Muhammad Saw bukan karena dorongan nafsu, tetapi demi alasan yang berhubungan dengan perjuangan Islam. Berpoligami dengan dalih mengikuti sunnah beliau bermakna bahwa orang yang berpoligami mengikuti beliau berpoligami. Tak sedikit dari para pelaku poligami masa kini mengambil perempuan yang masih gadis. Kecenderungan nafsu laki-laki menghendaki perawan selayaknya dikoreksi. Di lain sisi, dalam menghadapi problem rumah tangga, Nabi Muhammad Saw selalu dibimbing oleh wahyu. Beliau pun berakhlak terpuji di hadapan istri dan anak-anak.
Sunnah Nabi berkaitan dengan ucapan, perbuatan, sikap, cara pandang, pola pikir, dan keputusan beliau. Beliau pernah melarang Ali bin Abi Thalib berpoligami saat beristrikan Fatimah. Mengikuti Nabi Muhammad Saw bukan sekadar praktik poligaminya. Seseorang juga harus mengikuti aspek keadilan, keteladanan, kebijaksanaan, dan rasa tanggung jawab sebagai seorang suami yang selaras dengan Nabi Muhammad Saw. Itulah makna sejati dari mengikuti sunnah Nabi Saw (hlm. 141-142).
Objektifnya, poligami diperbolehkan, tetapi bukan anjuran. Ada kaidah-kaidah agama yang tidak ringan dalam menjalankan poligami. Buku ini menyajikan renungan dan etika yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh setiap suami yang berkeinginan berpoligami. Agar berkah, bukan malah musibah.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Pena Profetik Yogyakarta
BIODATA PERESENSI
Nama Lengkap: HENDRA SUGIANTORO Identitas: penikmat dan pemerhati buku agama, pengembangan diri, sastra, sejarah, pendidikan, biografi tokoh, dan politik; Pegiat Pena Profetik, tinggal di Yogyakarta Alamat (KTP): Jl Kyai Mojo 73/75 Yogyakarta 55244 Alamat Email: hendra1945indonesia@yahoo.com No HP: 085743977981.

                                                                                                             ———— *** ————-

Rate this article!
Tags: