Menkes Bakal Beri Sanksi RS Tak Layani Kasus Emergency

Nila Moeloek saat menghadiri acara seminar di Surabaya.

65,5 Persen Rumah Sakit di Jatim Sudah Terakreditasi
Surabaya, Bhirawa
Menteri Kesehatan Nila Moeloek akan memberikan sanksi jika  rumah sakit (RS) tidak melayani kasus emergency atau kasus yang mengangkut nyawa kepada pasien agar kasus kematian bayi Debora beberapa waktu lalu tidak terulang.
“Ada tiga sanksi yang diberikan. Pertama sanski teguran lisan, sanksi teguran keras dan pencabutan izin dari rumah sakit. Kami harus menilai mana yang harus kami berikan sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan. Jadi ini harus kami investigasi dulu, kami klarifikasi, baru bisa memberi sanksi kepada rumah sakit tersebut,” kata Nila Moeloek saat ditemui Bhirawa, Rabu (13/9) kemarin sore.
Setiap pasien yang berada pada kasus “emergency”, kata dia, wajib dilayani rumah sakit tanpa melihat pasien punya biaya atau asuransi kesehatan. “Seperti Anak ini (Debora) sudah dilayani tetapi yang tidak dilayani adalah pada hal pembiayaan. Padahal sebenarya setiap kasus ’emergency’ sudah ada undang-undangnya bahwa harus dilayani tanpa melihat dulu ada atau tidak asuransi,” kata Nila Moeloek di Surabaya, Rabu (13/9).
Dia mengatakan sudah ada aturan jelas terkait “emergency” itu. Entah itu pasien memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau rumah sakit tidak mempunyai ikatan dengan BPJS Kesehatan, tetap saja nyawa harus ditolong terlebih dahulu.
“Di sini saya melihat masalah pelayanan medik harus dilakukan. Tetapi memang anak ini dalam kondisi yang tidak dapat ditolong bukan karena ICU. Ini barangkali kami menganggap, ke arah administrasi dan komunikasi,” ujarnya.
Nila mengingatkan semua pihak, entah itu rumah sakit atau tenaga kesehatan bahwa ada aturan-aturan yang harus mereka lakukan. “Kami menyayangkan, ini adalah pembelajaran. Kami akan memanggil perhimpunan rumah sakit entah itu negeri atau swasta agar mereka melakukan SOP,” tuturnya.
Selain itu, Nila mendorong kesadaran pada masyarakat terkait pentingnya asuransi kesehatan. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang masih tidak mengerti akan aturan asuransi sosial, khususnya asuransi kesehatan.
Senada dengan Menkes Direktur Kepatuha, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan Dr Bayu Wahyudi menyebut kasus kematian bayi Debora bisa diambil hikmah dan pembelajaran agar kasus serupa tak terjadi lagi.
“Pada Undang-undang Nomor 44 dikatakan bahwa rumah sakit harus menangani kasus gawat darurat dan RS harus punya fungsi sosial, selain manfaat, kemanusiaan dan keadilan,” ujarnya.
Untuk itu dia ingin agar RS baik yang bekerja sama dengan BPJS atau tidak, bila ada kasus serupa maka harus segera ditanggulangi. “Bagi peserta yang tidak ada asuransi kesehatan yang ada, akan ditanggung oleh BPJS,” tuturnya.
Sementara itu RS  di Jatim mulai menunjukkan keseriusannya dalam hal akreditasi. Jumlahnya pun sudah mencapai 65,5 persen dari total 369 rumah sakit yang sudah terakreditasi. Target semua rumah sakit tuntas akreditasi pada tahun 2019 mendatang.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim Dr Kohar Hari Santoso mengatakan akan terus mendorong rumah sakit yang belum mengajukan akreditasi. Hal ini untuk meningkatkan kualitas fasilitas dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
“Kami akan terus mendorong rumah sakit supaya akreditasi. Sekarang ini sudah mencapai 65,5 persen rumah sakit yang ada di Jatim sudah terakreditasi,” katanya ketika ditemui Bhirawa di ruang kerjanya, Rabu (13/9) kemarin.
Menurut dia, bukan hanya rumah sakit saja melainkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang tersebar di Jatim juga terus didorong untuk akreditasi. Hal ini tentu untuk menjaga kualitas cukup secara akses. “Dan secara mutu inilah yang kami dorong supaya kualitasnya meningkat,” ujarnya.
Dr Kohar melanjutkan seluruh rumah sakit ditarget tuntas melakukan akreditasi pada tahun 2019 mendatang. Namun, diakuinya bahwa sebelum batas tersebut akteditasi rumah sakit bakal selesai. “Kita berharap pada tahun 2019 semuanya terakreditasi. Mungkin malah tidak sampai 2019 sudah tuntas,” terangnya.
Setelah melakukan akreditasi, tambah dr Kohar, akan diberikan sertifikasi kepada rumah sakit. Hal itu untuk memastikan bahwa rumah sakit itu ‘marem’. Memuaskan, Aman, Rasionil, Efisien, dan Manusiawi. Maka indikatornya adalah indeks kepuasan pelanggan dan indeks kepuasan masyarakat.
Ditanya sisanya belum melakukan akreditasi, dr Kohar bakal terus melakukan pembinaan dan memantau rumah sakit yang belum terakreditasi melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. “Kami melalui Dinkes Kabupaten/Kota akan memantau rumah sakit mana saja yang belum terakreditasi,” pungkas dia. [geh]

Tags: