Menkes Ingatkan Bahaya Gangguan Pendengaran

Menkes membuka acara Kegiatan Bakti Kesehatan Nasional Telinga, Pendengaran dan Mata di Jombang Jatim.

Surabaya, Bhirawa
Menteri Kesehatan mengingatkan agar masyarakat mewaspadai gangguan pendengaran. Sampai saat ini tingkat ketulian di masyarakat Indonesia masih cukup tinggi, terutama di kalangan anak-anak.
Prevalensi ketulian di Indonesia diperkirakan 4,5% (11,5 juta) dengan penyebab penyakit telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8%, dan tuli berat 0,4%. Angka ini tertinggi pada usia 7-18 tahun atau pada anak SD, SMP, dan SMA.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, menunjukkan 2,6% penduduk Indonesia berusia 5 tahun mengalami gangguan pendengaran sebesar 0,09% ketulian sebesar 18,8% serumen prop (gumpalan kotoran pada telinga yang mengeras), dan 2,4% sekret (cairan) di liang telinga.
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M (K) mengatakan, untuk gangguan di Kabupaten Jombang, prevalensi serumen bilateral pada anak usia 6-12 tahun tergolong masih cukup tinggi yaitu 14%.
”Untuk mengurangi angka tersebut harus menjadi tanggung jawab bersama, khususnya pemerintah daerah dan PERHATI-KL dalam kan, meningkatkan upaya promotif dan preventif.,” katanya saat Kegiatan Bakti Kesehatan Nasional Telinga, Pendengaran dan Mata di Jombang Jatim, Sabtu (11/3).
Menkes menyatakan, melalui Kegiatan Bakti Kesehatan Nasional Telinga, Pendengaran dan Mata ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup sehat, yang meliputi asupan  gizi seimbang, termasuk hidrasi sehat, dan melakukan aktivitas fisik untuk mencegah obesitas, serta hubungannya dengan penyakit ginjal.
Menkes mengaku, mengacu kepada data Kementerian Kesehatan RI mengenai penyakit katastropik, saat ini jumlah  penyakit lainnya mengalami juga kenaikan.  Jumlah penderita penyakit ginjal di Indonesia menempati urutan kedua setelah penyakit jantung dalam hal jumlah penderita, dengan pertumbuhan hampir 100 persen dari tahun 2014  dan tahun 2015. Konsekuensinya, biaya pelayanan kesehatan yang harus ditanggung pemerintah melalui JKN untuk penderita gagal ginjal kronik juga sangat tinggi, mencapai Rp. 2,68 triliun di tahun 2015.
Menkes RI, mengatakan, Paradigma pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini telah berubah dari upaya kesehatan yang bersifat kuratif, menjadi upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif, sesuai kebutuhan dan tantangan kesehatan. ”Kita harus memiliki rasa tanggung jawab bahwa sehat harus dimulai dari diri kita sendiri, untuk itu dukungan keluarga dan masyarakat sangatlah penting. Salah satunya yaitu melalui gerakan Ayo Minum Air (AMIR) yang bersih dan sehat, gerakan ini sangat bagus dikenalkan secara dini kepada anak-anak agar bisa menjadi kebiasaan yang bagus.”ujarnya
Sementara itu, Kadinkes Jatim menambahkan saat ini Gerakan Masyarakat  (GERMAS) perlu digalakkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melakukan upaya promotif dan preventif kesehatan. Dengan menggalakkan GERMAS, yaitu makan sayur dan buah, aktifitas fisik, dan cek kesehatan secara teratur diharapkan bisa mengurangi angka penyakit di Indonesia, khususnya di Jatim. [dna]

Tags: