Menolak Festival Santet, Pemuda Muhammadiyah Khawatir Jadi Ajang Kemusyrikan Massal

Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim Zaki Astofani

Surabaya, Bhirawa
Festival santet yang diinisiasi Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) di Banyuwangi memantik perhatian kalangan pemuda dari Muhamnadiyah Jawa Timur. Fenomena ini menjadi tantangan bagi ilmu pengetahuan dan agama di tengah minimnya nalar kritis sebagian masyarakat.
Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim Zaki Astofani mengatakan, di Indonesia praktek perdukunan sesungguhnya punya sejarah panjang. Perdukunan kerap dikaitkan dengan solusi menyembuhkan penyakit, meningkatkan karir, suksesi politik dan sebagainya. “Tetapi seiring berjalannya waktu, nalar ilmianya mereduksi praktek-praktek tersebut di era modern kini. Tapi, bahwa hal tersebut masih ada dan menjadi tantangan bagi ilmu pengetauhan serta agama,” ungkap Zaki, Sabtu (6/2).
Menurut Zaki, hadirnya Perdunu dan festival santet ini mengisyaratkan bahwa masih ada masyarakat yang kurang mempunya nalar kritis dengan mempercayakan nasibnya pada pada ramalan-ramalan. Saya kira itu menjadi semacam kritik buat masyarakat akademik agar ilmu pengetahuan bisa lebih dekat dan berbaur dalam menyelesaikan masalah-masalah krusial di masyarakat.
Hadirnya Perdunu dengan rencana Festival Santet tidak menjadi masalah kalau hal tersebut hanya sebatas festival yang menunjukkan praktek sejarah kearifan lokal dengan tujuan hiburan atau pariwisata. Akan tetapi akan jadi masalah besar ketika prakteknya mengarah kepada kemusyrikan. Bisa jadi hal tersebut akan menjadi praktek kemusyrikan massal.
“Pemerintah dan kepolisian harus mencegah hal tersebut. Karena kalau dibiarkan akan merusak nalar ilmiah dan keimanan generasi hari ini dan yang akan datang,” ujar Zaki.
Sedangkan dalam konteks hukum positif, praktek santet akan merusak tatanan masyarakat. Ada potensi membuat gaduh dan mengganggu ketertiban umum. Tentu perlu dicegah. [tam]

Tags: