Mensejahterakan Petani

Sektor pertanian nasional (sebagai produsen pangan) telah terbukti lulus dari kepungan pandemi. Juga tetap dengan produksi yang meningkat tatkala “di-intimidasi” oleh perang Rusia vs Ukraina. Tetapi Ironis, NTP (Nilai Tukar Petani) makin merosot. Sebagai ukuran kesejahteraan petani, NTP di Jawa Timur tercatat sebesar 103,33. Jauh di bawah NTP tahun 2019 (sebelum pandemi) yang mencapai 108,52. Artinya usaha ke-pertani-an semakin tidak feseable. Lebih lagi dua bulan lalu me-wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Maka kini saatnya pemerintah wajib lebih memihak usaha kepertanian, sebagai balas jasa. Menjamin ketersediaan pupuk dan benih tepat waktu. Secara nasional, tiada kelangkaan pangan selama pandemi. Padahal sedunia sedang di-intimidasi dampak perang. Terbukti, saat ini telah 22 negara menghentikan ekspor bahan pangan. Sebagian negara juga menghentikan ekspor pupuk karena terlibat perang.

India telah menghentikan ekspor gandum untuk mempertahankan stok pangan dalam negeri. Disebabkan ke-khawatiran gagal panen, karena kekurangan pupuk yang diimpor dari Ukraina. Ukraina dan Rusia, juga tidak dapat meng-ekspor gandum karena perang. Sekaligus tidak bisa menjual bahan pupuk (Kalium, dan fosfat). Beberapa negara penghasilan gandum yang lain juga menghentikan ekspor. Diantaranya, Mesir, Kazakhztan, dan Serbia.

Beberapa komoditas pangan impor patut diwaspadai. Misalnya, Indonesia masih mengimpor senilai US$ 52,08 juta untuk 90 ribu ton kedelai. Bisa jadi Amerika Serikat (USA) masih sebagai peng-ekspor utama ke Indonesia, meliputi 86,34% total impor kedelai. Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik) nilai impor kedelai dari USA tahun 2021 sebesar US$ 1,29 milyar (sekitar Rp 19 trilyun). Sebagai harga tebus 2,15 juta ton bungkil kedelai.

Jagung, kedelai, dan gandum, kini bukan hanya bahan pangan food. Melainkan juga feed (bahan pakan ternak), dan fuel (bahan bakar). Sehingga perburuannya makin sengit. Diantara ketiganya hanya jagung yang bisa ditanam, dan tumbuh secara baik di Indonesia. Namun hasil panen nasional jagung hanya sebanyak 700 ribu ton. Sedangkan kebutuhan jagung untuk industri makanan sebanyak 1,6 juta ton (perkiraan tahun 2022). Masih harus impor.

Namun kelangkaan pangan dunia bisa menjadi peluang ekonomi Indonesia. Hamparan lahan pertanian yang luas bisa menjadi “pabrik” bahan pangan. Misalnya dengan tanaman kedelai (di Banten), dan pengganti gandum (sorgum) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Jagung, kedelai, dan gandum, kini bukan hanya bahan pangan food. Melainkan juga feed (bahan pakan ternak), dan fuel (bahan bakar). Sehingga perburuannya makin sengit.

Memperingati Hari Tani (24 September, sekaligus Hari Pangan Sedunia), menjadi momentum keberpihakan kepada petani. Antara lain melalui pemberian alat dan mesin pertanian (alsintan) berupa mesin tanam dan mesin panen. Bisa memperkecil ongkos kepertanian. Begitu pula menjamin kecukupan pupuk (dengan inovasi pupuk organik), akan berujung menekan indeks beli petani. Serta kewajiban pemerintah membeli hasil panen dengan harga memadai (sesuai HPP), akan meningkatkan indeks diterima petani.

Pemerintah memikul tanggungjawab mengelola stabilitas pasokan dan harga pangan. Tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.”

“Orang bilang tanah kita tanah sorga tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Sepenggal bait syair lagu berjudul “Kolam Susu,” dinyanyikan grup band legendaris Indonesia, Koes plus. Menyatakan kesuburan tanah Indonesia, yang sangat luas.

——— 000 ———

Rate this article!
Mensejahterakan Petani,5 / 5 ( 1votes )
Tags: