Mensosialisasikan Larangan Mudik

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah memutuskan untuk melarang semua warganya mudik di tahun 2020 pada hari raya Idul Fitri 1441 H. Kebijakan tersebut diambil atau dilakukan sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona ke berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, kebijakan larangan mudik dari Presiden bukan tanpa dasar. Menurut Presiden, kebijakannya tersebut berdasarkan hasil kajian mendalam di lapangan dan survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan.
Merilis dari kompas.com (22/4), survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan menyebut 68% responden sudah memutuskan untuk tidak mudik. Namun, masih ada 24% responden masih bersikeras untuk mudik dan 7% telah mudik dan berada di kampung halaman. Sedangkan yang tetap masih bersikeras mudik ada 24%. Artinya masih ada angka yang sangat besar, yaitu 24%.
Merujuk data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa larangan mudik bisa dikatakan belum benar-benar terlambat. Kini tinggal teknis penerapan di lapangan agar larangan itu benar-benar efektif. Kementerian Perhubungan menyatakan seluruh angkutan umum dan kendaraan pribadi akan dilarang keluar atau masuk zona merah dan wilayah PSBB. Kendaraan yang bisa melintas batas zona itu hanya angkutan logistik dan barang.
Selain itu, demi menjangkau khalayak publik, maka sosialisasi tentang larangan mudik tahun ini sekiranya sangat penting untuk diketahui oleh semua masyarakat. Termasuk sosialisasi dasar hukum keputusan larangan mudik yang mengacu pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Melalui pasal 93 disebutkan ada hukuman kurungan paling lama setahun dan denda maksimal hingga Rp 100 juta. Detailnya, berbunyi setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Melalui sosialisasi yang maksimal, setidaknya masyarakat tidak ada alasannya untuk melanggarnya. Menggingat sanksinya pun terbilang cukup berat.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: