Mentan Panen Bawang Merah di Kab.Malang

Mentan Andi Amran Sulaiman melakukan panen bawang merah di luar musim bersama Aster KASAD, Pangdam V Brawijaya dan Wagub Jatim di desa Purworejo kec Ngantang kab Malang (supriyanto/bhirawa)

Mentan Andi Amran Sulaiman melakukan panen bawang merah di luar musim bersama Aster KASAD, Pangdam V Brawijaya dan Wagub Jatim di desa Purworejo kec Ngantang kab Malang (supriyanto/bhirawa)

Kab Malang, Bhirawa
Ketergantungan Indonesia atas impor bawang merah mulai bisa dikurangi seiring dengan upaya merubah strategi tanam. Jika biasanya pada bulan Januari hingga Maret, Indonesia selalu import bawang merah dari Thailand, Phlipina dan Vietnam, maka hal itu sudah tidak diperlukan lagi.
“Dua minggu yang lalu, Saya dalam rapat kabinet secara tegas menolak permintaan import bawang merah 50 ribu ton karena harga bawang merah di Jakarta mencapai Rp 30 ribu/kg. Karena saya yakin pada bulan ini petani mampu panen bawang merah puluhan ribu ton,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Dr Ir Andi Arman Sulaiman, MP saat panen raya bawang merah di desa Purworejo kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, Selasa (2/2).
Mentan dalam kegiatan panen raya di luar musim tersebut didampingi oleh Aster KASAD Mayjend TNI Kustanto Widyatmoko, Pangdam V Brawijaya Mayjend TNI Sumardi, Wagub Drs Syaifullah Yusuf dan Dirjen Hortikultura Dr Ir Sputnik Sujono Kamino.
Keberhasilan panen di luar musim tersebut berkat strategi rubah tanam, yaitu saat musim hujan tanam di lahan kering (pegunungan) dan saat musim kemarau di lahan basah (sawah).
Seperti yang dilakukan petani di desa Purworejo kecamatan Ngantang, pada bulan Januari lahan yang ditanami bawang merah. Mencapai 2.225 ha dengan produksi mencapai 26.512 ton. Sedangkan pada bulan Mei hanya 1.100 ha yang ditanami dengan produksi 15.400 ton dan bulan September ada 375 ha lahan sawah yang ditanami dengan produksi 10.496 ton. Rata-rata produksi memang berbeda, saat tanam di lahan kering rata-rata produksi hanya 10,5 ton/ha, lahan semi irigasi 14 ton/ha dan lahan sawah irigasi 27 ton/ha.
“Kita punya banyak gunung, saat musim hujan, maka bawang merah akan kita budidayakan di lahan pegunungan. Terbukti di desa Purworejo dan desa-desa lain di kecamatan Ngantang mampu menghasilkan puluhan ribu ton di luar musim panen bawang merah, sehingga kita tidak perlu import lagi,” tutur Amran.
Lebih lanjut dikatakan, beberapa waktu lalu dirinya kedatangan tamu Dubes Thailand, untuk melobi agar bawang merah mereka bisa masuk Indonesia karena di Thailand sedang musim panen. Hal ini karena biasanya pada bulan Januari hingga Maret, Indonesia selalu import bawang merah.
“Saya katakan, kami tidak membutuhkan bawang merah karena produksi dalam negeri sudah melimpah,” kata Amran.
Dijelaskan, import bawang merah turun dalam 2015. Untuk kebutuhan industri, import turun dari 75 ribu ton tinggal 15 ribu ton. Bahkan berdasarkan data BPS, bulan Januari ini malah ekspor 8 ribu ton bawang merah.
Terkait dengan tingginya harga bawang merah di Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang mencapai harga Rp 30 ribu/kg, Amran menegaskan bahwa hal itu terjadi karena Anomali Pasar. “Ini memang aneh, harga bawang merah di petani hanya Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu. Tetapi di Jakarta harganya selangit. Alur distribusi bawang merah harus diperpendek, Kita berharap Bulog menjadi penyangga pasar dengan melakukan pembelian saat harga bawang merah turun,” tegasnya.
Dengan memperpendek alur pasar, maka konsumen bisa menikmati harga yang wajar dan petani juga bisa tersenyum. “Ini konsumen menjerit, tetapi petani tak bahagia karena jauhnya perbedaan harga di tingkat petani dan di kota,” tukasnya.
Tak hanya bawang merah, sejumlah komoditas lainnya secara bertahap juga akan dicarikan solusinya agar tidak bergantung import. Salah satunya adalah bawang putih yang baru dirintis di Purbalingga Jawa Tengah. Di daerah tersebut, dulu ada 15 ribu ha lahan yang ditanami bawang putih, namun kini tinggal 100 ha gara-gara serbuan bawang putih impor yang harganya murah. Mereka meninggalkan komoditas tersebut karena harga jualnya tak sebanding dengan biaya produksi.
“Petani perlu kepastian harga untuk melakukan budidaya komoditas pertanian. Kalau hitung-hitungannya merugi, maka akan beralih ke komoditas lainnya,” akunya.
Sementara itu Wagub Jatim Syaifullah Yusuf berbagai gebrakan Mentan harus didukung oleh semua pihak karena ikut mewujudkan swasembada pangan, dimana petani dan rakyat makmur.
“Saya seneng kalau petani bisa tersenyum, berarti untungnya lumayan,” kata Gus Ipul. Ditambahkan sudah menyatunya petani, penyuluh dan TNI/Polri  menunjukkan kita guyub mendukung swasembada pangan.
“Pak Menteri ini memerangi impor setengah mati jadi harus kita dukung. Dengan begitu petani juga untung karena harga jual produksi pertaniannya tinggi tidak digulung produk import,” tandasnya.  [sup]

Tags: