Menuju “Pemikiran” Merdeka

Karikatur MerdekaHari ini, persis 70 tahun lalu, UUD 1945 dikukuhkan sebagai hukum dasar yang tertulis. Di dalamnya terdapat pokok pikiran tentang tujuan negara yang baru didirikan sehari sebelumnya (melalui Proklamasi 17 Agustus 1945). Juga dituliskan, alasan pembacaan Prokalamasi. Kemerdekaan bukan sekedar hak segala bangsa, melainkan keinginan luhur  untuk berkebangsaan yang bebas (tidak ditindas), serta mencerdaskan bangsa.
Para pendiri negara menyadari benar tidak mudahnya membentuk negara majemuk, dengan beragam adat dan bahasa. Serta teritorial sangat luas yang dipisahkan perairan laut. Hal itu tergambar dalam dinamika untuk menentukan hari pembacaan proklamai kemerdekaan.  Sampai Ir. Soekarno, harus “dijemput” dari Rengasdengklok. Dinamika yang sama juga tercermin dari perbedaan pemikiran untuk membuat UUD, serta menetapkan dasar negara (Pancasila).
Dibutuhkan semangat  ke-negarawan-an untuk menjembatani perbedaan, demi  melahirkan negara Indonesia. Dalam penjelesan UUD 1945, dituliskan: “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara, ialah semangat. …Meskipun dibikin UUD … bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, (maka) UUD tadi tidak artinya.”
Itulah yang mesti terus diwarisi oleh penyelenggara negara, generasi penerus penyelenggara pemerintahan, sampai kini. Indonesia, adalah keluarga besar berbagai suku yang tergabung dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ke-bhineka-an (ragam warna kulit, adat dan bahasa) menjadi keniscayaan. Pemikiran ke-NKRI-an, tidak boleh goyah, di seluruh daerah. Walau setiap daerah memiliki “bahasa ibu.”
Pengertian tentang pendatang, mestilah dipahami sebagai kewajiban saling mengenal, antara warga lama dengan warga baru. Seluruhnya wajib saling menjaga kemerdekaan antar-warga. Tidak boleh terjadi tirani warga baru, serta dilarang pula tindakan anarkhisme warga lama. Merdeka merupakan (keinginan) pilihan kebebasan yang luhur, dengan menghormati kebebasan orang lain. Karena itu setiap perjuangan kemerdekaan bersama, pasti memperoleh dukungan luas.
Perlawanan luas terhadap anti-kemerdekaan, sudah dibuktikan oleh pasukan NICA yang “membonceng” pada koalisi perang Sekutu AS (Amerika Serikat). Sekutu, baru saja memenangi perang dunia kedua. Tentara Belanda berada dalam kelompok ini walau sekadar  “anak bawang”  dan ingin mengambil kembali wilayah jajahannya (Indonesia).
Itu yang menjadi alasan Gubernur Jawa Timur (saat itu, Raden Mas Tumenggung Soerjo) memilih mempertahankan kemerdekaan yang telah di-proklamirkan. Walau harus berperang sampai mati. Kebulatan tekad gubernur ini disambut oleh hadratus syekh mbah kyai Hasyim ‘Asyary (Rois Akbar Syuriyah NU). Perang di Surabaya, tak ter-elakkan, menyulut perang serupa di Ambarawa, Bandung, dan Yogya.
Kata Bung Karno, “revolusi belum selesai.” Pernyataan Bung Karno itu pastilah menirukan hadits sahih yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. Bahwa setelah perang kecil (perang Badar yang dahsyat disebut sebagai kecil), harus dilanjut dengan perang besar. Yakni melawan hawa nafsu (keserakahan menumpuk kapita). Begitu pula tamsil Bung Karno, bahwa tanggal 17 Agustus tahun 1945, itu masih sampai pada “depan pintu gerbang” kemerdekaan.
Itulah perang revolusi. Walau sudah merdeka (17 Agustus tahun 1945), kata Bung Karno, revolusi belum selesai. Sebagaimana diakui dalam pembukaan UUD 1945 alenia kedua: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Merdeka berpemerintahan sendiri, memang sudah. Tetapi adil dan makmur, masih harus terus diperjuangkan. Itulah alasan, bahwa revolusi belum selesai. Seluruh rakyat masih mengemban kewajiban perjuangan. “Bambu runcing” harus tetap dihunus. Termasuk untuk menghadang politik demokrasi “belah bambu” yang sama kejam dengan penjajahan (pembodohan).

                                                                                                   ——–   000   ———

Rate this article!
Tags: