Menuju Pencapaian Ketahanan Pangan

Oleh :
Dyah Titi Muhardini
Dosen FPP Universitas Muhammadiyah Malang

Pandemi Covid-19 memicu perkembangan baru di sektor pangan nasional. Menjadi logis adanya, jika sektor pangan nasional pun dituntut harus mampu atau dapat mencapai titik kemandiriannya. Terlebih, di era disrupsi seperti sekarang ini, karakter berani untuk berubah, mengubah serta berani untuk mengkreasi hal-hal baru merupakan fondasi untuk membangun Indonesia maju. Dari situlah, kemandirian pangan menjadi suatu keharusan yang harus diwujudkan oleh negeri dan bangsa ini, guna menuju kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.

Perkembangan Program Food Estate

Perkembangan sektor pangan hingga saat ini memang harus terus terupayakan oleh bangsa da negeri ini, pasalnya hal tersebut merupakan upaya untuk membangun kemandirian pangan dan akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau sebagai perubahan penting dalam perekonomian. Terlebih, Pandemi Covid-19 yang hingga kini belum juga berakhir memicu perkembangan baru di sektor pangan nasional. Oleh karena itulah, sektor pangan nasional harus dapat mencapai titik kemandiriannya.

Berbagai upaya kesiapan untuk mewujudkan ketahanan pangan pun, sejatinya telah dilakukan pemerintah. Salah satunya, melalui program food estate yang merupakan program utama yang tengah digarap pemerintah di Kalimantan Tengah (Kalteng), Sumatera Utara (Sumut), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Program tersebut merupakan upaya persiapan ketahanan pangan nasional dalam rangka merespons data Food and Agriculture Organization (FAO) terkait peringatan dini dampak buruk pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan.

Itu artinya, ketersediaan pangan memadai untuk seluruh rakyat Indonesia menjadi fokus utama Kementerian Pertanian (Kementan). Hal tersebut, sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional, yaitu menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor. Food estate yang telah dirancang sejak 2020 tersebut memiliki beberapa target capaian yang ingin diraih hingga 2024.

Pertama, terlaksananya penataan ruang dan pengembangan infrastruktur wilayah untuk kawasan sentra produksi pangan yang berkelanjutan. Kedua, meningkatnya produksi, indeks pertanaman, dan produktivitas pangan melalui pertanian presisi. Ketiga, terbangunnya sistem logistik, pengolahan dan nilai tambah, distribusi dan pemasaran berbasis digital. Keempat, terbangunnya korporasi pertanian yang mampu dan berdaya guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani. Kelima, meningkatnya daya dukung ekosistem hutan dan gambut untuk mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan.

Merujuk dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, sejak 2020, progres kegiatan pengembangan food estate Kalteng dari aspek infrastruktur irigasi, sudah mulai melakukan rehabilitasi infrastruktur irigasi pada luasan 2.000 hektar (ha) di Kecamatan Dadahup. Kemudian di tahun 2021, Kementerian PUPR tengah fokus pada kegiatan konstruksi perbaikan irigasi di wilayah Blok A seluas 43.503 ha.

Sedangkan untuk kegiatan intensifikasi lahan periode 2020, dari target 30.000 ha yang meliputi 20.000 ha di Kabupaten Kapuas dan 10.000 ha di Kabupaten Pulang Pisau, progres panen sudah mencapai 25.878 ha atau setara 86,26 persen. Adapun hasil produksi dari kegiatan intensifikasi lahan tersebut mencapai 101.463 ton. Sedangkan untuk kondisi pertanaman 2021, dari target 14.135 ha, (Republika, 22/8/2021). Merujuk dari skala perkembangan program Food Estate tersebut, ideal adanya pemerintah bisa konsisten mewujudkan kemandirian pangan demi menuju ketahanan pangan nasional.

Kebijakan Pangan Nasional

Pencapaian ketahanan pangan merupakan cita-cita setiap periode pembangunan sejak masa penjajahan sampai saat ini. Belajar dari sejarah, dalam banyak kasus permasalahan pangan dan melambungnya harga pangan telah berperan dalam kejatuhan suatu pemerintahan. Untuk itu upaya peningkatan kemampuan produksi pangan dalam negeri (swasembada), stabilisasi harga pangan, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor dalam rangka terhindar dari krisis pangan selalu menjadi fokus utama pemerintahan. Setiap rezim yang berkuasa menetapkan arah dan kebijakan pangannya dalam rangka pencapaian ketahanan pangan.

Nah, Program Food Estate sebagaimana penulis sampaikan diawal sejatinya merupakan salah satu solusi untuk menjawab permasalahan dan tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan, yang bersifat multidimensi. Mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan. Indentifikasi permasalahan dan tantangan tersebut dapat dilakukan melalui analisis penawaran dan permintaan pangan.

Dilanjutkan, dari sisi penawaran, tantangan tersebut diantaranya berupa persaingan pemanfaatan sumber daya alam, dampak perubahan iklim global, dan dominasi usahatani skala kecil. Sedangkan, dari sisi permintaan, diantara tantangan tersebut adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi beserta dinamika karakteristik demografisnya, perubahan selera konsumen, dan persaingan permintaan komoditas pangan untuk konsumsi manusia, pakan, dan bahan baku energi.

Berangkat dari kenyataan itulah, menjadi logis adanya jika kondisi ketahanan pangan menuju kemandirian pangan Indonesia perlu dikaji dan dicarikan alternatif kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan menuju 2025. Pasalnya, kedaulatan pangan (food severegnity) adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Istilah kedaulatan pangan lebih kepada penegasan bahwa sebagai negara merdeka dan berdaulat maka Indonesia mempunyai kebebasan secara berdaulat untuk menentukan strategi, kebijakan dan program, serta sistem pangan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, tidak dapat diatur, didikte, atau diintervensi oleh negara lain. Pokok-pokok pembangunan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat secara jelas dituangkan dalam Pasal 3 UU No. 18 Tahun 2012 dalam istilah Penyelenggaraan Pangan.

Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Selanjutnya, untuk mewujudkan ketersediaan pangan ditekankan melalui produksi pangan dalam negeri, dan impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dan cadangan pangan nasional dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri (Pasal 36).

Atas dasar pasal 36 UU UU No. 18 Tahun 2012 itulah, maka pengembangan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat harus didasarkan kepada tiga pilar utama yang saling terkait. Pertama, pemenuhan produksi domestik. Kedua, membangun budaya pangan lokal. Ketiga, dukungan politik pangan. Melalui UU No. 18 Tahun 2012 itulah, sejatinya bentuk nyata dari dukungan komitmen politik pemerintah/eksekutif dan legislatif dalam mewujudkan ketahanan pangan, sehingga sudah semestinya UU tersebut harus diimplementasikan dengan dijabarkan dalam bentuk peraturan, kebijakan, program, dan anggaran.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: