Menuju Serbia Berbekal Pengukur Suhu Benda Padat Ciptaan Sendiri

Peter Gunawan menunjukkan rangkaian pengukur suhu buatannya yang akan diikutkan dalam ICYS di Serbia April mendatang.

Peter Gonawan Siswa Asal Surabaya Delegasi Ajang Peneliti Muda Internasional
Surabaya, bhirawa

Kegiatan riset bagi mahasiswa di perguruan tinggi adalah lumrah. Namun, riset tidak lagi hanya milik mahasiswa. Para pelajar juga dapat survive dengan penelitian. Bahkan peluang berprestasi hingga ke tingkat internasional pun terbuka.
Adalah Peter Gunawan, siswa SMA Cita Hati East Campus Surabaya yang sukses dengan penilitiannya berupa alat pengukur suhu. Istilah populernya adalah termometer. Namun, termometer karya Peter bukan termometer biasa. Alatnya khusus digunakan untuk mengukur benda padat datar yang teraliri tegangan listrik.
“Prinsip dasarnya sama seperti termometer yang menggunakan termokopel. Tapi biasanya termokopel pada termometer itu hanya terdapat satu buah,” tutur dia. Sementara pengukur suhu buatannya menggunakan termokopel sebanyak 128 biji. Jumlah termokopel ini sebenarnya tidak ada ketentuan pasti. Jumlah yang digunakan menyesuaikan kebutuhan dan fungsinya. “Kalau saya gunakan 128 termokopel ini tujuannya agar presisi dalam mengukur suhu benda padat yang datar,” tandasnya.
Penelitian itulah yang akan menjadi modal bagi Peter menuju ajang International Confrence of Young Scientist (ICYS) di Serbia April mendatang. Tahun lalu, Peter telah berhasil memenangkan ajang serupa mulai tingkat kota, provinsi hingga nasional. “Alat ini sudah mulai saya teliti sejak kompetisi tingkat provinsi. Butuh waktunya sekitar 2 sampai 3 bulan sebelum dilombakan,” tutur dia.
Riset tentang pengukur suhu semula dilakukan karena kebetulan. Siswa kelas XII itu mengaku di sekolahnya menggunakan kurikulum internasional dan mendapat tugas untuk melakukan penelitian. Dia mengambil tugas tentang performa peltier plate jika berinteraksi dengan air (menetes). “Tapi waktu itu di sekolah tidak ada alat pengukur suhu yang sesuai dengan kebutuhan. Adanya Cuma teemperatur probe yang berbentuk silinder,” tutur dia.
Menggunakan temperature probe dinilai tidak akan cocok untuk mengukur suhu peltier plate yang memiliki permukaan datar. Saat ini, sebenarnya juga ada pengkur suhu yang menggunakan infra red. Namun, hasilnya tidak akan presisi. Karena itu, dia berinisiatif menggunakan 128 termokopel untuk pengukur suhu benda padat datar. Hasilnya diyakini akan lebih presisi dalam membaca tegangan dan mengubahnya menjadi suhu angka. “Alat ini, tegas dia, hanya untuk mengukur suhu benda padat yang datar. Sebab untuk benda padat tak beraturan, alat yang digunakan kemungkinan harus lebih fleksibilitasnya cocok dan memiliki karakteristik khusus,” terang dia.
Untuk menayangkan hasilnya, nilai suhu akan divisulkan menggunakan LCD yang sudah dilengkapi dengan controller berupa arduino. Micro controller yang dipakai, lanjut Peter, sebetulnya masih perlu ditingkatkan resolusinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas angka yang dapat muncul dari hasil pengukuran suhu. Sekarang, Peter terus bersiap merampungkan semua rangkaian penelitian itu sehingga nanti siap dipresentasikan di ICYS.
“Saya rencananya juga mau buat video untuk cara kerjanya supaya presentasi itu lebih mudah dan efisien waktunya,” tutur pelajar yang bercita-cita melanjutkan studi ke Jerman itu. Video tersebut, lanjut dia, untuk membuktikan bahwa inovasinya dapat benar-benar berfungsi sesuai tujuan penelitiannya.
Sebarkan Virus Positif ke Sekolah Lain
Surabaya menjadi salah satu kota yang potensial untuk mengembangkan aktifitas riset. Tidak harus oleh mahasiswa, para pelajar di jenjang pendidikan menengah juga mampu melakukannya. Namun, hal itu harus didukung dengan budaya riset yang kuat di tingkat sekolah.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya Dr Sukaryantho menuturkan, budaya riset merupakan virus positif yang bisa menjadi salah satu potensi kuat bagi sekolah. Hal itu pantas dan sudah seharusnya tersebar ke sekolah lain di Surabaya. “Semacam sister school tapi dilakukan antarsekolah dalam kota. Sister school tidak harus dengan sekolah luar negeri seperti kebanyakan,” tutur Sukaryantho.
Menurut dia, dari Surabaya tidak mustahil akan lahir calon-calon peneliti dunia. Namun, hal itu harus dipersiapkan matang mulai dari sekolah. Peran perguruan tinggi juga penting untuk mendukung aktifitas ini. Perguruan tinggi dapat melakukan pendampingan untuk kegiatan siswa. “Kalau sejak SMA anak-anak ini sudah dipersiapkan, perguruan tinggi juga akan mendapatkan in put calon mahasiswa yang berkualitas. Akhirnya mereka sudah benar-benar siap mengikuti iklim akademik di perguruan tinggi,” tandas Sukaryantho.
Sementara kerjasama antar kepala sekolah juga harus terbangun sehingga potensi setiap sekolah dapat melengkapi.
“Ada yang potensinya di lingkungan, ada potensi di sains, atau olahraga. Potensi-potensi ini bisa saling dikolaborasikan untuk mendukung pengembangan mutu sekolah,” pungkas dia. [tam]

Tags: