Menunggu Gas Bumi Mengalir Sampai Jauh

Keberadaan jaringan gas bumi (Jargas) menjadikan usaha rumahan Kampung Kue Rungkut Lor Surabaya bisa berhemat ongkos produksi dan menjadikan harga jualnya lebih kompetitif.

Ketersediaan Energi, Persempit Kesenjangan Pembangunan antar Daerah
Program jaringan gas bumi (Jargas) terbukti bukan saja mampu menekan konsumsi energi fosil, tetapi juga secara ekonomis membuat masyarakat bisa berhemat. Bahkan bagi pengusaha skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pemakaian gas bumi ikut menekan ongkos produksi yang pada akhirnya membuat harga jual barang produksinya lebih kompetitif.

Wahyu Kuncoro SN, Harian Bhirawa Surabaya

Hujan deras yang sempat menggusur Kota Surabaya Selasa (21/11) malam masih membekas. Beberapa ruas jalan yang dilewati Bhirawa masih ada beberapa genangan air. Selokan yang berada di sisi jalan pun masih penuh dengan aliran air hujan. Waktu masih menunjukkan pukul 02.40 WIB. Bagi warga pada umumnya, mungkin masih terlelap berhias mimpi, namun tidak dengan kehidupan di Kampung Kue di kawasan Rungkut Lor, Surabaya.
Hirup pikuk warga pelaku bisnis kue rumahan yang menyiapkan dagangan kue buatannya sudah terasa. Beberapa orang pembeli baik yang membeli secara grosir atau eceran juga sudah terlihat. Kian semarak dan bergairahnya perekonomian kampung kue, tentu tidak serta merta terjadi. Banyak kisah dan cerita yang membuat bisnis yang awalnya hanya satu – dua orang itu menjelma menjadi bisnis bersama. Salah satu faktor penopangnya adalah kian ekonomis biaya produksi bisnis rumahan tersebut berkat aliran jaringan gas bumi (jargas) yang kini hampir semua pelaku bisnis kue menggunakannya.
Mudjiati, pemilik usaha kue Almira’s Cake di daerah Rungkut Lor Surabaya adalah salah satu pengusaha rumahan yang merasa terselamatkan dengan tersambungnya jaringan gas bumi ke kampung tersebut.
“Awal memakai Jargas, pembeli tidak seramai sekarang. Situasi keuangan keluarga juga saat itu agak sulit. Antara biaya produksi dan keuntungan mepet. Nah ada tetangga yang menyarankan memakai gas karena akan lebih murah dibanding LPG,” tutur Mudjiati menceritakan awal menggunakan jaringan gas bumi 3 tahun lalu. Perlahan, lanjut Mudjiati beban keuangan agak terbantu dengan jaringan gas ke kampungnya.
“Manfaat jargas ini memang besar buat saya, karena saya tiap hari produksi semua jenis kue baik kue basah maupun kue kering,” Mudjiati. Menurut Mudjiati, kebutuhan bahan bakar menjadi salah satu komponen utama dalam biaya produksi kue yang dia hasilkan. Hal ini lantaran tidak sedikit kue yang diproduksinya itu. Sebagai ilustrasi, saat masih menggunakan tabung LPG 3kg, Mudjiati minimal dalam satu minggu ia harus 2 kali mengganti tabung. Sehingga rata-rata dalam satu bulan ia membutuhkan 8 hingga 10 tabung LPG 3 kg. Dengan harga per tabungnya Rp 17.000 rata-rata dalam satu bulan ia menghabiskan Rp 136.000 – Rp 170.000. Namun sejak beralih menggunakan gas bumi dari PGN, biaya yang ia keluarkan untuk energi terpangkas hampir separuhnya, hanya sekitar Rp 70.000 hingga Rp 90.000 saja per bulan.Selisih harga tersebut bagi Mudjiati sungguh sangat meringankan. Apalagi ketika bahan-bahan kue seperti tepung atau telur sedang melonjak, setidaknya ia masih bisa berhemat dari biaya penggunaan energi.
Praktis dan Pasokan Terjamin
Janda yang hanya tinggal bersama seorang anak perempuannya itu menuturkan, selain karena lebih hemat, menggunakan gas PGN ini juga dirasakan lebih aman dan tidak takut terjadi kelangkaan.
“Saat ini beberapa tetangga yang menggunakan LPG ada yang resah karena kabarnya LPG 3 Kg mulai langka. Nah, sejak pakai gas bumi kami tidak lagi memikirkan stok gas karena selalu lancar,” ujarnya. Kepastian stok, jelas Mudjiati kadang bisa mengganggu produksi kue yang dibuatnya. Bahkan dirinya pernah sempat terganggu produksinya gara-gara gas LPG-nya habis.
“Misalnya pernah ketika kami terima pesanan membuat kue, lalu tiba-tiba gas LPG-nya habis. Akhirnya kue yang sedang digoreng jadi rusak karena apinya terhenti. Sementara kalau pakai gas PGN kan lancar terus tidak sampai (kompornya) mati kehabisan (gas),” tutur perempuan 56 tahun ini.
Pengamat energi dari Kampus Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Prof Iwan Vanany membenarkan pemanfaatan jargas akan menghemat pengeluaran rumah tangga dibandingkan tabung LPG 3 kg. Masyarakat dapat menghemat hingga 36 persen dibandingkan penggunaan LPG 3 kg. Rata-rata, tiap rumah tangga hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp 36 ribu per bulan jika menggunakan gas bumi. Sedangkan apabila menggunakan LPG 3 kg, diperlukan biaya Rp 52 – 57 ribu per bulan. Selain itu, program jargas juga akan menghemat subsidi LPG 3 kg dalam APBN. Selain itu, jelas Iwan keberadaan jargas mampu mempermudah para ibu rumah tangga dalam menjalankan kebutuhan berumah tangga.
“Ibu-ibu tidak perlu khawatir mau masak jam berapapun, karena gasnya nggak akan habis, 24 jam mengalir. Harganya pun jauh lebih hemat,” kata Iwan. Lebih lanjut menurut guru besar kelahiran Denpasar Bali ini, perluasan pemakaian jargas bisa menjadi sarana untuk pemerataan pembangunan. Dengan demikian pemakaian jargas harus terus digalakkan melalui penyediaan infrastruktur jaringan gas atau jargas bagi rumah tangga.
“Pemerintah harus berupaya melakukan pemerataan pembangunan, salah satunya melalui jargas,” jelas Iwan lagi.
Iwan juga mengingatkan perlunya mempersiapkan sosialisasi yang matang sebelum pemasangan jaringan ke rumah warga, pasalnya banyak masyarakat yang belum masih khawatir terhadap keamanan dari jargas dibanding energi lain yang biasa digunakan untuk kebutuhan memasak, yakni tabung elpiji.
“Masih ada masyarakat yang belum bersedia untuk memasangkan pipa ke rumah tangga oleh karena itu perlu sosialisasi dulu bahwa pipa gas lebih aman, lebih efektif dan efisien. Masyarakat tidak perlu repot beli tabung elpiji dan hitungannya lebih hemat,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama menjelaskan Surabaya merupakan salah satu kota yang menjadi percontohan pembangunan gas untuk rumah tangga nasional karena ketersediaan sumber gas di sekitar Jawa Timur, jaringan pipa gas yang cukup bagus dan dukungan Pemerintah Daerah yang sangat besar.
Lebih lanjut menurut Rachmat, gas bumi memang memiliki banyak manfaat, apalagi energi ini tidak di subsidi pemerintah. Maka, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menugaskan PGN untuk membangun jaringan gas bumi rumah tangga di berbagai daerah. Mulai Agustus 2017 yang lalu, Kementerian ESDM melalui penugasan ke PGN juga telah memulai pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga di Kota Bandar Lampung sebanyak 10.321 sambungan gas.
“Tahun ini, PGN ditugaskan untuk membangun jaringan gas ke rumah tangga sebanyak 26.000 sambungan yang tersebar di Mojokerto, Bandar Lampung, DKI Jakarta dan Musi Banyuasin,” kata Rachmat.
Sebelumnya, PGN juga mendapatkan penugasan untuk membangun dan mengoperasikan jargas di 8 wilayah berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2461 K/12/MEM/2017, yakni wilayah Jabodetabek, Kabupaten Bogor, Kota Cirebon, Kota Surabaya, Kota Tarakan, Kabupaten Blora, Kota Semarang dan Kabupaten Sorong.
“PGN akan terus mendukung program konversi energi dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Saat ini PGN telah membangun dan mengelola lebih dari 7.270 km pipa gas bumi atau setara 80% infrastruktur pipa gas bumi Indonesia,” ungkap Rachmat.
Menurut dia, peralihan penggunaan bahan bakar di masyarakat menunjukan bahwa masyarakat sudah mulai sadar akan manfaat menggunakan gas yang jelas lebih ekonomis ketimbang menggunakan minyak atau gas bumi dalam bentuk LPG. Karena itu pemerataan pembangunan jargas akan terus ditingkatkan agar bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Persempit Kesenjangan Pembangunan
Dosen ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Surabaya Dr Nafik HR menilai ketersediaan energi di Indonesia sangat dibutuhkan untuk memacu laju perekonomian. Tingkat ketimpangan antara satu wilayah dengan wilayah lain penting dihilangkan yang salah satunya adalah dengan memacu aktivitas perekonomian. Di sini, ketersediaan energi menjadi strategis.
“Energi gas bumi, misalnya, bisa menghubungkan antara satu wilayah ke wilayah lain di seluruh Tanah Air agar tingkat kesejahteraan tercipta secara adil. Artinya, gas bumi bisa digunakan untuk aktivitas perekonomian,” jelas Nafik. Tidak dipungkiri, penggunaan energi seperti gas bumi lebih murah, lebih terjangkau, dan lebih mudah digunakan bagi masyarakat. Dalam pandangan Nafik, setidaknya ada dua aspek penghematan yang dapat dirasakan dari penggunaan jaringan gas. Pertama, penghematan pembayaran pelanggan. Kedua, penghematan subsidi. Bahkan, dengan semakin banyak rumah tangga yang memakai gas bumi maka konsumsi Liquified Petroleum Gas (LPG/elpiji) bisa ditekan.
“Gas bumi adalah energi yang murah. Sambungan gas ke rumah tangga lebih praktis,” kata Nafik. Konsumen, jelas Nafik tak perlu repot-repot ke warung dan menggendong tabung gas ketika gas di rumah habis. Namun demikian, jelas Nafik pemanfaatan gas di dalam negeri bukan tanpa tantangan. Tantangan utama dalam pemanfaatan gas domestik adalah pembangunan infrastruktur dan teknologi yang digunakan dalam distribusi gas. Tantangan lain adalah Indonesia dituntut untuk lebih kompetitif dengan cara harga gas lebih kompetitif guna mengakomodasi kebutuhan pelaku industri, termasuk rumah tangga.
“Tantangan berikutnya adalah bahwa Indonesia harus mampu mengelola antara kebutuhan untuk percepatan pembangunan tapi di saat yang sama harus menjadi efisien,” kata Nafik lagi. Maka dengan demikian, tegas Nafik pemerintah harus terus memperluas jaringan gas bumi di berbagai daerah.
“Makin luas jaringan gas bumi, maka makin banyak masyarakat yang bisa menikmati manfaat bahan bakar gas bumi ini,” tegas Doktor ekonomi syariah ini.

———- *** ———–

Tags: