Menunggu Tindak Lanjut Hasil Audit BPK

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2020 kepada setidaknya sembilan pemerintah daerah di Jawa Timur. Kesembilan daerah tersebut adalah Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sumenep, dan Kota Pasuruan dan Kabupaten Jember.

Dari keseluruhan LHP yang diserahkan, kecuali Kabupaten Jember, seluruh pemerintah daerah berhasil memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) memang bukan berarti suatu lembaga tidak melakukan korupsi. Opini WTP hanya mengartikan bahwa pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Meskipun begitu, hasil audit BPK tetaplah penting untuk membantu meningkatkan transparansi dan memberantas korupsi.

Dari kesembilan daerah tersebut, satu daerah mengalami kenaikan opini, yaitu Pemerintah Kota Pasuruan, yang telah berhasil kembali meraih opini WTP dari raihan opini sebelumnya yaitu Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada TA 2019. Sementara, satu daerah yakni Kabupaten Jember mendapatkan opini Tidak Wajar (TW).

Tindah Lanjut Hasil Audit

Dalam pemeriksaan atas LKPD TA 2020 terhadap sembilan pemerintah daerah di Jawa Timur, BPK masih menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Meskipun demikian, permasalahan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian LKPD. Permasalahan tersebut di antaranya terdapat pengelolaan dan penatausahaan Aset Tetap yang masih belum memadai. Ada juga temuan terkait penatausahaan Persediaan atas bantuan Covid-19 TA 2020 yang masih belum memadai. Secara umum juga banyak temuan tentang kemahalan harga Pengadaan Barang Penanganan Covid-19 dari Belanja Tak Terduga dan temuan – temuan lain.

Sementara khusus Kabupaten Jember, BPK menemukan hal-hal yang bersifat material sehingga menyebabkan LKPD Kabupaten Jember tidak disajikan secara wajar. Temuan tersebut misalnya tidak adanya pengesahan DPRD atas APBD Tahun Anggaran 2020. Kemudian ada temuan utang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp111,94 miliar yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai. Selain itu tim Manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja sebesar Rp66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan yang bersumber dari Belanja Barang dan Jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG. Atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai Beban Persediaan, dan temuan temuan lainnya.

Terlepas dari hasil temuan di atas, LKPD yang telah diperiksa oleh BPK (LKPD audited), dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh DPRD dan pemerintah daerah, terutama terkait dengan penganggaran. Bahwa meski memperoleh opini WTP, pemerintah daerah tetap serius menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan BPK dalam LHP. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP. Pejabat juga wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah LHP diterima. Pemerintah daerah juga diminta tetap serius menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan BPK dalam LHP.

Fungsi Strategis Hasil Audit

Hasil audit BPK ini sungguh memiliki peran dan posisi strategis, baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi, serta program-program organisasi utamanya pemerintah daerah.

Pemeriksaan atas LKPD bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah dengan berdasar pada empat kriteria, yaitu: (a) kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; (b) kecukupan pengungkapan; (c) kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (d) efektivitas sistem pengendalian internal.

Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen misalnya, audit keuangan memiliki kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan, dan fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi dan misi serta program, bertugas sebagai ‘pengawas’ sekaligus sebagai pengawal dalam pelaksanaan program-program yang dijalankan.

Hasil audit sesungguhnya juga dapat menjalankan fungsinya sebagai early warning system, yang dapat mendeteksi lebih dini atas permasalahan-permasalahan yan terjadi di institusinya sebelum pihak lain mengetahui. Dengan demikian hasil audit diharapkan dapat memberikan solusi penyelesaiannya serta merumuskan langkah-langkah antisipasi agar permasalahan yang terjadi tidak terulang kembali. Pelaksanaan audit sebagai sebuah bentuk pengawasan dititikberatkan pada perbaikan tata kelola, pengelolaan risiko, dan peningkatan efektivitas pengendalian.

Di situlah diharapkan pelaksanaan audit BPK bisa mencegah dan menurunkan bahaya laten korupsi. Kalau proses audit berjalan baik, serta akuntabilitasnya tinggi, tentunya mengurangi penyimpangan yang tidak kita harapkan. Singkatnya, paradigma terhadap proses audit kini harus diubah. Dimana hasil audit harus berperan sebagai early warning system.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara. Untuk melaksanakan tugasnya, BPK melakukan pemeriksaan kepada seluruh entitas yang menggunakan uang negara melalui tiga pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi audit laporan keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu.

Dalam melakukan audit laporan keuangan, pemeriksaan BPK harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2017. SPKN ini merupakan pembaharuan dari SPKN 2007 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan standar audit internasional, nasional, maupun tuntutan kebutuhan saat ini. Sejak tahun 2016, BPK juga melakukan outsourcing dari Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk membantu tugas BPK dalam mengaudit laporan keuangan. Hasil laporan dari KAP nantinya akan di-review dan dipertanggungjawabkan oleh BPK. Hal tersebut dilakukan karena kurangnya tenaga auditor di BPK untuk melaksanakan semua kegiatan pemeriksaan.

Untuk melihat efektivitas suatu instansi, BPK melakukan audit kinerja yang dilakukan langsung oleh BPK sendiri. Dari hasil laporan audit tersebut, BPK dapat memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan instansi tersebut. BPK juga dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) merupakan pengujian dan review yang bersifat investigasi. PDTT dapat dilakukan untuk membantu pihak yang berwenang dalam pengusutan suatu kasus. Namun, BPK hanya berhak memberikan opini audit dan memberikan rekomendasi audit. Sehingga, bila terjadi dugaan korupsi atau kecurangan BPK hanya menyerahkan hasil audit kepada pihak yang berwenang yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Walaupun BPK tidak berwenang langsung mengatasi hal tersebut, tetapi laporan yang diberikan kepada pihak berwajib sangat berkontribusi untuk mengurangi korupsi.

——— *** ———-

Tags: