Menyambut Gerhana Matahari Total

Joko RiyantoOleh:
Joko Riyanto
Koordinator Riset Kajian Teknologi dan Kebangsaan Rembang

Bagi penduduk planet Bumi, ukuran bola gas pijar Matahari sangat besar. Diameternya mencapai 1.400.000 kilometer. Andaikan ada sebuah bola seukuran Matahari, maka lebih dari 1.250.000 kelereng batu seukuran Bumi dapat dimasukkan ke dalam bola Matahari. Planet Bumi yang berjarak 150 juta kilometer melihat bundaran Matahari tersebut hanya seukuran bundaran Bulan, satelit alam planet Bumi. Sorot terang Matahari yang sebagian diterima planet Bumi merupakan hasil reaksi fusi nuklir yang menggabungkan empat inti atom hidrogen menjadi sebuah inti atom helium di pusat Matahari.
Massa yang hilang akibat penggabungan itu dikonversi menjadi energi dalam persamaan E = m c^2 (energy setara dengan massa dikalikan dengan kecepatan cahaya kuadrat). Temperatur di pusat Matahari mencapai 10 juta-15 juta derajat Kelvin (K) dan di permukaannya hanya 5.800 K.
Pada keadaan temperatur yang tinggi tersebut, Matahari merupakan sebuah gas pijar raksasa yang menjadi bintang induk tata surya. Matahari ibarat sebuah lampu jagat bagi penghuni planet Bumi. Lampu jagat yang seolah tak pernah padam dalam skala kehidupan manusia, manusia tidak sanggup mengendalikan, memadamkan, dan menghidupkan lampu jagat tersebut.
Untuk menjadi lampu jagat dengan daya 10^26 watt itu, setiap detik Matahari harus rela kehilangan massa sebesar 400 juta ton. Sorot energi Matahari yang tak pernah padam berjuta, bahkan bermiliar tahun, itulah yang menghasilkan produk turunan energi batu bara, minyak, dan gas di planet Bumi yang berkehidupan.
Jasad tumbuhan dan kehidupan binatang yang berukuran renik kecil yang terkubur dan berbagai proses lempeng tektonik planet Bumi berlangsung selama berjuta tahun itu menghasilkan produk turunan energi tersebut dan berjuta kubik batu bara, berjuta barel minyak telah banyak dimanfaatkan manusia modern.
Momen gerhana Matahari total (GMT) pada 9 Maret 2016 dapat dimaknai sebagai keadaan lampu jagat yang padam sejenak: siang di sebagian tempat yang dilalui jalur GMT mendadak bersuasana malam, bervariasi dalam waktu beberapa detik hingga maksimum mencapai empat menit pada momen puncak GMT 2016. Fenomena GMT merupakan fenomena langka dan tak semua manusia mengalami suasana lampu jagat yang padam sejenak.
GMT 2016 salah satu dari empat gerhana yang paling menarik bagi masyarakat Indonesia. Jalur GMT 2016, satu-satunya GMT yang berlangsung di planet Bumi, melewati Indonesia, di antaranya Muko-Muko di Bengkulu, Palembang, Belitung, Palangka Raya di Kalimantan Tengah, Paser (Tanah Grogot), Penajam, Balikpapan di Kalimantan Timur, Palu, Poso, Ternate.
Jalur GMT 2016 melewati kawasan tambang minyak dan batu bara-seperti Kabupaten Paser (Tanah Grogot, Panajam, dan Balikpapan)-merupakan momen untuk refleksi bagi turunnya harga minyak dunia dan batu bara yang berdampak pada menurunnya anggaran pembangunan daerah pada 2016. Namun, sorot energi lampu jagat yang tak pernah padam, sumber energi yang andal dan gratis, tak perlu bayar perlu dimanfaatkan dan didayagunakan untuk membangun daerah dalam bidang pertanian dan kehutanan.
“Padam” sejenak lampu jagat ini juga perlu dimanfaatkan untuk pembelajaran generasi muda. Tiga tim pemburu GMT 2016 dari Observatorium Bosscha FMIPA ITB membidik lokasi Balikpapan, Panajam, dan Paser (Tanah Grogot).
Di Paser, momen GMT berlangsung hampir tiga menit, di Panajam dan Balikpapan kurang dari dua menit. Sejumlah kegiatan sosialisasi GMT 2016 telah dilakukan, di antaranya memberi pelatihan guru mengenai pengamatan Matahari dengan cara yang aman, membuat dan menggunakan kamera lubang jarum, dan menggunakan teleskop sekolah untuk pengamatan GMT 2016.
Puluhan teleskop sekolah disiapkan untuk pengamatan GMT 2016 secara aman. Selain itu, para siswa dari perwakilan sekolah mengikuti serangkaian kegiatan seleksi awal cerdas cermat pengetahuan bidang fisika dan astronomi. Selanjutnya, mereka juga mendapatkan penjelasan tentang pengamatan gerhana Matahari total.
Kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memanfaatkan jalur GMT yang melewati tempat tinggal mereka. Kesempatan GMT 2016 yang bertepatan pada hari libur Hari Raya Nyepi pada 9 Maret 2016 tersebut diharapkan terjadi saat kondisi langit pagi cerah sehingga masyarakat luas berkesempatan menyaksikan dan menikmati momen GMT 2016 yang kurang dari tiga menit tersebut, ibarat suasana padamnya lampu jagat, Matahari.
Antusiasme masyarakat, guru, dan siswa dalam mengikuti acara tersebut merupakan indikator bahwa interaksi perguruan tinggi dengan masyarakat sangat diperlukan untuk akselerasi pencerdasan kehidupan berbangsa. Fasilitas yang dimiliki sekolah untuk pengamatan gerhana Matahari ataupun gerhana Bulan sangat memadai. Namun, mereka masih memerlukan penggerak dan para ahli untuk mengeksplorasi langit dan isinya. Dinas Kepariwisataan, Dinas Pendidikan, dan pemda di Balikpapan, Penajam, dan Paser telah memberikan dukungan untuk kegiatan pengamatan GMT. Persiapan demi persiapan dilakukan oleh M Irfan dkk, yang bergabung dalam tim pengamat Gerhana 2016: Goes to Kaltim.

                                                                                                   ———— *** ————

Rate this article!
Tags: