Menyambut Kebangkitan Nasional Baru

gumoyo mumpuni ningsihOleh :
Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang  
Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya…Kalau dia tak mengenal sejarahnya. Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya.
Pramoedya Ananta Toer, “Jejak Langkah”, 262f
Kalimat itu setidaknya mengingatkan dan menyadarkan pada kita bahwa negeri ini mempunyai sejarah yang cukup panjang untuk mencapai kemerdekaan melawan penjajah pada waktu itu. Hal itu dapat kita artikan bahwa negeri dan bangsa ini menyimpan perjalanan sejarah dalam memperjuangkan kemerdekaan sampai pada memperjuangkan kemajuan saat ini. Sebagaimana perjuangan kebangkitan itu bermula.
Kebangkitan Nasional tidaklah datang sebagai tiban, tetapi sebagai hasil usaha sadar, dengan kemauan keras untuk mau belajar dan berjuang. Meminjam ungkapan Bung Karno, “Hidup sesuatu bangsa tergantung dari vrijheids-bewustzijn, kesadaran kemerdekaan kebangkitan bangsa itu; tidak dari teknik; tidak dari industri; tidak dari pabrik atau kapal terbang atau jalan aspal”
Mengusahakan kembangkitan kembali bangsa Indonesia di tengah era kebangkitan Asia, kita bisa dengan menjadikan pengalaman kembangkitan masa lalu sebagai kaca benggala untuk memandang masa depan. Kembangkitan bangsa Indonesia di zaman kolonial Belanda bermula dari kesadaran keterbelakangan dan ketertindasan yang membangkitkan semangat kemajuan dan kemerdekaan.
Tanggal 20 Mei diresmikan jadi Hari Kebangkitan Nasional berhubung pada hari itu, di tahun 1908, dibentuk organisasi Budi Utomo, dipelopori beberapa pemuda terdidik, antara lain R Soetomo dan R Goenawan Mangoenkoesoemo. Organisasi tersebut lahir sebagai hasil perpaduan antara semangat nasional dalam menentang penjajah dan kesadaran intelektual tentang kemajuan nasional melalui pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Dari sepak terjangnya, jelas bahwa para pemuda terdidik dan tercerahkan itu mengarahkan pikiran dan perbuatan mereka secara organisatoris ke masa depan, satu masa depan bermuara pada pembentukan satu negara-bangsa.
Kita perlu bangkit bersama bahwa kita saat ini berada dalam satu perlombaan antara kesanggupan human yang terbatas dan bahaya yang kian meningkat dari lingkungan fisik dan teknologis. Ini bias kita analisis bersama bahwa setiap kali kita mengintropeksi sistem, metode kerja, alat atau paradigma baru, setiap kali kita mengadakan pembaharuan kelembagaan atau keorganisasian, setiap kali itu pula kita sebenarnya membuat lingkungan kita semakin kompleks.
Kebangkitan baru
Memperingati Hari Kebangkitan Nasional dengan meyaksikan sejarah yang berulang dan hilang. Kesadaran kebangkitan nasional dari masa penjajahan mendapatkan inspirasi dari gelombang Kebangkitan Asia; disertai usaha sadar kaum terdidik saat itu membumikan inspirasi ini dalam kenyataan Indonesia dengan mengerahkan daya cipta dan daya juang.
Sekarang, kita kembali memimpikan kebangkitan nasional, diinspirasikan oleh kebangkitan Asia sebagai pusat baru peradaban dunia, ditandai oleh kemajuan fenomenal yang dicapai China, India, dan Negara lain dikawasan Asia Pasifik. Namun, yang terasa hilang dari rantai sejarah bangsa ini adalah kekuatan daya cipta dan daya juang. Terdapat tanda-tanda bahwa “pikiran” dan keberaksaraan tak lagi jadi ukuran kehormatan.
Inteligensia dan politisi berhenti membaca dan mencipta karena kepintaran kembali dihinakan oleh “kebangsawanan baru” : kroni, nepotisme, dan kemewahan. Pendidikan kita tidak lagi menjadi sarana pembebasan dan pencerahan, melainkan menjadi mata rantai penindasan dan penggelapan. Tantangan tidak dijawab oleh perjuangan menggeluti kenyataan, melainkan ditutupi oleh rekayasa pencitraan.
Setidaknya dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional, yang harus kita tangkap adalah apinya, buka abunya. Mengungkapkan kebangkitan masa lalu tanpa kesediaan menghidupi apinya hanya akan membuat bangsa ini mewarisi abunya. Seperti diingatkan Bung Karno, “Kita bangsa Indonesia, tidak boleh berhenti, tidak boleh duduk diam bersenyum simpul di atas damparnya kemasyuran dan damparnya jasa-jasa di masa lampau. Kita tidak boleh teren op oud roem, tidak boleh hidup dari kemasyhuran yang lewat, oleh karena jika kita teren op oud roem, kita nanti akan jadi bangsa yang ngglenggem, satu bangsa yang gila kemuktian, satu bangsa yang berkarat.” Supaya tidak demikian bangsa ini setidaknya membutuhkan konsep yang riil dalam pembangunan masa depan.
Konsep kebangkitan
Pembangunan masa depan melalui kegiatan pendidikan dan kebudayaan tak hanya bertujuan menempa kemampuan anggota masyarakat membangun dirinya secara individual. Pendidikan dan pengembangan kebudayaan harus mampu memantapkan kesatuan sosial yang hedak kita hubungkan dengan usaha pembangunan nasional.
Setiap kali kita melangkah ke masa depan  dan ketika bertekad membangun  masa depan, kita tidak boleh lupa berpaling sejenak ke masa lalu karena ia dalam dirinya merupakan koordinat yang mengingatkan apakah gerakan kita ke masa depan itu sudah melenceng atau tidak. Berarti kita, terutama pengambil keputusan, perlu membaca sejarah perjuangan nasional kita yang serba unik.
Jadi, kesadaran yang kita bangkitkan di Hari Kebangkitan Nasional kita pakai untuk membenahi paling sedikit tiga konsep. Pertama, konsep pembangunan pendidikan dan kebudayaan selaku jalur pokok pemerataan dalam proses pembangunan negara-bangsa. Melalui pemerataan pendidikan, kita berupaya agar setiap warga negara, di mana pun dia berada, dapat memiliki kemampuan yang diperlukan guna berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan, tidak hanya sebagai penonton.
Kedua, konsep pembangunan nasional selalu pengukuh tekad berbangsa. Bangsa pada asasnya adalah tekad hidup bersama. Jadi ia bukan menyatakan suatu fakta mapan, tidak perna in actu, tetapi selalu in potential. Dengan kata lain, “bangsa” bukan menarasikan keadaan, melainkan suatu kemauan untuk bergerak bersama-sama, suatu usaha kolektif, yang bagi kita berupa “pembangunan nasional”.
Ketiga, konsep pembangunan pertahanan dan keamanan nasional, guna menjaga apa-apa yang sudah kita peroleh dari pembangunan dan mempertahankan eksistensi kita selaku negara-bangsa maritim yang berposisi strategis, di antara dua benua dan dua samudra. Kita tidak boleh lenyap dari peta negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat di muka bumi.
Tiga konsep pembangunan yang ada tersebut setidaknya perlu bersinergi demi wujudnya masa depan yang kita dambakan sejak zaman prakemerdekaan. Mari kita bangkit di Hari Kebangkitan Nasional, kita kumpulkan sisa-sisa kesadaran demi bangsa dan negera kita tercinta Indonesia.

——– @ ——–

Rate this article!
Tags: