Menyelami Pemikiran Cak Nun

Buku Zaman GendhengJudul    : Zaman Gendeng
Penulis    :Agus Nur Cahyo
Penerbit    :IRCiSoD
Terbit    :Januari 2016
ISBN    :978-602-391-082-3
Tebal     :212 halaman
Peresensi  : Suroso
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jurusan Perbandingan Agama

Emha Ainun Nadjib atau akrab di sapa Cak Nun merupakan sosok yang sudah tidak asing untuk di dengar. Beliau merupakan salah satu tokoh nusantara yang sangat digandrungi oleh masyarakat. Khususnya masyarakat jawa saat ini. Dengan ceramah yang di iring dengan musikkiai kanjeng beliau mampu menghipnotis orang-orang untuk senantiasa menikmati pemikirannya.
Memberikan tausiah-tausih yang membangun seseorang untuk lebih baik memang menjadi suatu  keharusan bagi kiai. Berbeda dengan Cak Nun,  dalam pengajiannya atau sering di sebut Sinau barengnya seringkali menyelipkan tausiah yang memotivasi anak-anak muda untuk membangun indonesia menjadi lebih baik.
Pada dasarnya Indonesia saat ini memang  dalam kondisi yang tidak jelas untuk menentukan mana yang benar dan mana yang harus di benarkan. Sama dengan judul buku ini Zaman Gendeng.  Zaman dimana orang bingung memosisikan dirinya sebagai manusia yang seperti apa dan harus bagaimana.
Apabila tokoh ini di sandingkan dengan Gus Dur mungkin ada beberapa kecocokan dalam pemikirannya. Seperti halnya pemikiranya yang berusaha mensetarakan sesama, tidak memandang suku, ras dan agama. Baginya yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai manusia bisa memanusiakan manusia.
Cak nun Merupakan Magnet dengan daya tarik yang luar biasa. Kemana dan dimanapun beliau berada. Ia mampu menarik siapa saja menjadi sangat dekat bahkan akrab dengannya. Hal ini tercermin dari setiap kali cak nun dan kiai kanjeng tampil, selalu di kerubiti orang-orang dari berbagai kalangan. Mulai pejabat, penguasa, pelajar, terutama masyarakat kecil. Karena cak nun senantiasa menyampaikan nilai-nilai cinta dan kemanusiaa.
Cak nun adalah tempat berteduh bagi siapa pun, tanpa kenal golongan, umat, warna kulit, maupun pangkat jabatan. Ia juga menjadi tempat melepas lelah bagi setiap orang yang sudah terlalu muak atas kenyataan hidup yang tidak kuncung membaik. Dari bidang politik, sosial, budaya, pendidikan agama ataupun negara. Hal 7.
Pandangan dan keilmuan cak nun memang sangat luas. Banyak orang berpendapat bahwa cak nun mampu membuat yang susah menjadi mudah dan yang sangat mudah menjadi yang rumit dengan ilmu wawasannya. Dalam artian pemikiran-pemikiran filosofi yang terbilang susah, ketika dengan cak nun akan menjadi hal yang biasa dengan olahan ilmunya.
Lebih menariknya Tokoh kelahiran Jombang ini merupakan sosok multisubjek. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Nur Cahyo Selaku penulis. Digambarkan sebagai budayawan, nyatanya ia spiritualis. Digambarkan sebagai kiai, ia bermusik dan bershalawat. Digambarkan sebagai sastrawan, nyatanya ia adalah pekerja sosial. Digambarkan sebagai pekerja sosial, nyatanya ia banyak menelurkan pandangan-pandangan politik. Dan di gambarkan sebagai pengamat politik, nyatanya ia tidak pernah menjabat dan mengemis jabatan politik kepada siapa pun.
Hal ini menunjukkan sekaligus mengajarkan. Bahwa manusia bisa menjadi apa saja. Bakat memang menjadi salah satu yang mendukung seseorang untuk menjadi orang yang bisa mengejar cita-cita. Akan tetapi, niat dan semangatlah yang sebenarnyamenjadi tolak ukur seseorang untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Karena, hidup tidak akan berguna apabila seseorang tidak bisa berbagi dengan yang lain.
Buku berdimensi perenungan ini menawarkan bagaiaman menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. di dalamnnya juga tersirat kata-kata mutiara cak nun yang penuh hikmah. Di dalamnya juga membicarakan Agama, politik, rakyat, kenegaraan, pemerintahan, sosial, budaya, seni, pendidikan, hingga hakikat hidup. Dengan bahasa yang sistematis dan mudah dipahami. Sudah selayaknya buku “Zaman Gedheng” ini berada di rak penikmat buku.

                                                                                                        ——————- *** ——————–

Rate this article!
Tags: