Menyemai Pembelajaran Yang Demokratis

H. DarmadiOleh:
H. Darmadi
Praktisi Pendidikan, Pemerhati masalah Sosial, Budaya, dan Politik. Bermukim di Lampung Tengah.

Menurut hasil beberapa pengamatan, ternyata berdasar sistem nilai yang telah berkembang selama bertahun-tahun dalam interaksi antara guru dan siswa, guru senantiasa memasang jarak dengan siswanya, dan siswa selalu dianggap inferior, sementara guru merasa superior.
Berdasarkan kriteria ini maka pendidikan dikatakan berhasil apabila siswa harus senantiasa bersikap tunduk dan patuh terhadap apa yang diinginkan oleh guru. Yang terjadi dalam proses pembelajaran ini adalah justru hak asazi siswa dikesampingkan dan yang melakukan di antaranya adalah guru itu sendiri. Kasus-kasus semacam ini seringkali dianggap wajar dan belum dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Siswa masih memerlukan situasi yang kondusif.
Salah satu faktor yang sangat mendukung keberhasilan guru dalam pembelajaran di kelas adalah kemampuan guru dalam pendekatan, memilih, dan menguasai berbagai macam metode pembelajaran serta tehnik-tehniknya. Guru dituntut untuk menguasai dan menerapkan berbagai macam metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dari bahan ajar dan siswa. Sehubungan dengan hal itu pula guru perlu mengenali perbedaan individual siswa serta hak asazi, termasuk kewajibannya dalam rangka mengkonstruksi makna konsep-konsep yang sedang dibahas.
Arti demokrasi dalam konteks ketatanegaraan sering diartikan sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi mengandung makna usaha membangkitkan potensi yang ada dalam masyarakat dengan memperhatikan hak dan kewajiban mereka, untuk menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik menuju masyarakat yang lebih sejahtera.
Dalam pembelajaran, kata demokrasi mulai dibicarakan ditingkat internasional sekitar tahun 1980 dalam konferensi ICME (International Conference on Mathematics Education). Demokrasi dimaksud sebagai usaha untuk mengaktualisasi potensi-potensi yang ada pada siswa dengan melibatkan aktifitas belajar siswa dan lingkungan belajarnya untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih kondusif. Istilah kondusif diartikan sebagai suasana proses belajar yang menarik minat siswa sehingga siswa termotifasi untuk aktif dalam proses tersebut dan berhasil untuk mencapai tujuan belajarnya.
Berkaitan dengan masalah siswa, sudah barang tentu mereka mempunyai perbedaan dalam beberapa segi, termasuk kemampuan intelektualitas. Dalam konteks demokrasi seharusnya perbedaan itu dilihat sebagai masukan yang harus diproses dengan baik untuk menghasilkan out put yang lebih baik. Pengkategorian siswa dalam “Good or weak” perlu dihindari dan hendaknya melihat pada bagaimana usaha memperkaya pengetahuan Sehubungan dengan lingkungan yang kondusif, siswa di sekolah memerlukan ruang belajar yang menyenangkan. Oleh karenanya tempat duduk siswa yang diatur selalu tetap dan monoton selama setahun tentu akan membosankan siswa, sehingga perlu diatur dalam pola yang berubah setiap interval  waktu tertentu.
Hal ini akan memungkinkan terjadinya interaksi belajar yang multi arah, yaitu guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Demikian pula dinding siswa yang putih bersih atau sudah kotor perlu dipercantik dengan pajangan hasil karya siswa sebagai bentuk apresiasi.
Sebagaimana pemerintahan yang demokratis, salah satu ciri pembelajaran yang demoktratis adalah sangat menjunjung hak asazi siswa yaitu hak untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Betapapun beragamnya pengetahuan, keterampilan dan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap siswa, hal itu harus tetap dihormati oleh guru. Perbedaan tersebut tidak boleh dipandang sebagai suatu halangan, justru harus menjadi tantangan bagi guru. Guru harus senantiasa mengupayakan pembelajaran yang sesuai dengan perbedaan itu.
Oleh karena itu dalam pembelajaran  yang demokratis, cirinya adalah pembelajaran yang terdeferesiensi dan memperhatikan hak asazi siswa, dengan kata lain pembelajaran kepada kelompok atau individu siswa tertentu , berbeda pada kelompok atau individu siswa yang lain.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran secara terdeferesiensi antara lain : Pertama, tugas yang tersusun, karena kelas heterogen maka guru perlu mengadakan berbagai tingkat kegiatan untuk menjamin bahwa para siswa menggali gagasan-gagasan pada suatu level yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan membawa pertumbuhan yang kontinyu. Kedua,  pengelompokan yang luwes, yaitu guru dapat menciptakan kelompok berbasis minat yang heterogen, atau homogen tingkat kesiapannya. Ketiga, pemagangan, yaitu para siswa bekerja sama dengan guru, orang tua, siswa yang lebih tua, atau anggota masyarakat yang dapat memberikan bimbingan bagi pertumbuhan bakat siswa.Guru juga diharapkan selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan memperhatikan hak mereka untuk berbicara.
Kemampuan menyampaikan pendapat dengan jelas dan cermat dalam kehidupan sehari-hari, amat perlu  dilatih untuk selalu cermat memilih dan menggunakan kata-kata yang tepat. Selama belajar siswa akan mendapat tempaan untuk menyampaikan pendapatnya dengan singkat, jelas dan cermat.
Proses pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek kehidupan sosial siswa, antara lain pembinaan hubungan yang baik antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Hak asazi siswa adalah terakomodasinya perbedaan individual antara mereka dengan teman-temannya. Pembelajaran yang terdeferesiensi memberi peluang pembelajaran yang lebih demokratis dan tetap tercapainya pembelajaran yang bermutu. Membiasakan siswa untuk untuk menggunakan hak bicaranya yang merupakan bagian dari hak asazi siswa akan menghasilkan manusia yang lebih kreatif dan inisiatif. Guru diharapkan selalu mengaktualisasikan diri dalam kegiatan inovasi pendidikan  dan guru yang berwawasan luas akan mampu mewujudkan proses pembelajaran yang lebih demokratis dan begitu pula sebaliknya.
Tengok saja para petinggi-petinggi negara yang rata-rata memiliki tingkat keceradasan di atas rata-rata akan tetapi berbanding terbalik dengan akhlak mereka. Bayangkan saja Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi cukup besar. entah apa yang terjadi dengan bangsa ini, kita telah diwarisi sebuah negara yang kaya dengan pengorbanan jiwa dan raga para pejuang selama ratusan tahun. Tetesan dara para pejuang kini dinodai oleh para-para cendikia bangsa yang tidak mengenal rasa puas dengan penghasilan mereka. Pemerintah sudah mengambil beberapa kebijaksanaa agar suatu kelak para anak bangsa bisa menjadi manusia yang berakhlak dan para anak bangsa ini diharapkan ketika suatu kelak duduk dipemerintaha bisa bekerja secaa jujur sesuai yang telah diajarkan di sekolah-sekolah mereka. Salah satu kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah adalah pendidikan karakter bangsa. diharapkan pendidikan di Indonesia bisa lebih meningkat khususnya pada karakter anak bangsa.

                                                                                                     ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: