Menyibak hubungan Surabaya dan Ploso dengan Kelahiran Bung Karno

R Kushartono kerabat Situs Persada Soekarno, Ndalem Pojok, Wates, Kediri saat memperlihatkan sebuah buku bergambar rumah tempat tinggal Bung Karno semasa kecil di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. [Arif Yulianto]

Membedah Buku: Ida Ayu Nyoman Rai, Ibu Bangsa
Kabupaten Jombang, Bhirawa
Salah satu dari beberapa buku tentang sejarah Bapak Bangsa, Ir Soekarno (Bung Karno), terdapat sebuah buku yang berjudul Ida Ayu Nyoman Rai, Ibu Bangsa. Buku yang terbit atas kerjasama Kemang Studio Aksara dengan Akademi Kebangsaan tahun 2012 ini, menulis tentang sejarah perjalanan hidup Ida Ayu Nyoman Rai yang tak lain merupakan ibunda Bung Karno. Buku ini ditulis oleh satu orang doktor dan tujuh orang profesor dari berbagai universitas di Indonesia.
Setelah diawali beberapa sambutan dari pihak penerbit maupun dari Keluarga Besar Banjar Bale Agung-Singaraja, di dalam buku ini ditulis prolog oleh Dr Nurinwa Ki S Hendrowinoto, seorang penulis yang menyelesaikan Doktor Ilmu Sosial dari Universitas Airlangga, Surabaya yang pernah bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Pusat Bahasa dan STSI Bandung serta UK Petra, Surabaya.
Kemudian secara berurutan di dalam buku ini terdapat tulisan Prof Dr AA Putra Agung, Guru Besar Universitas Udaya, Bali yang dituliskan di Bab II, Ida Ayu Nyoman Rai di Singaraja. Pada urutan berikutnya terdapat tulisan Prof Dr Aminudin Kasdi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya yang menulis pada Bab III, Ida Ayu Nyoman Rai di Surabaya.
Di urutan selanjutnya merupakan tulisan Prof Dr Tadjoer Rizal Baiduri, Guru Besar di Program Pasca Sarjana, Universitas Darul Ulum, Jombang yang menulis di Bab IV, Ida Ayu Nyoman Rai di Ploso. Di Bab V, Prof Dr Fabiola D Kurnia, seorang Pegawai Negeri Sipil yang pensiun tahun 2015 yang pernah menempuh S3 dalam program studi Sastra Inggris di Universitas Indonesia yang menulis Ida Ayu Nyoman Rai di Sidoarjo.
Kemudian di Bab VI, Prof Dr Roesminingsih menulis tentang Ida Ayu Nyoman Rai di Mojokerto. Di Bab VII, Prof Dr A Fatchan melulis tentang Ida Ayu Nyoman Rai di Blitar, dan di Bab VIII, Prof Dr Jacob Sumardjo menulis Epilog.
Jika menggali lebih dalam lagi tentang hubungan antara Surabaya dan Ploso, dengan dugaan di mana sebenarnya Bung Karno lahir, maka pada Bab III dan IV inilah yang mungkin bisa ditelaah lebih lanjut. Di Bab III tulisan Prof Dr Aminudin Kasdi diceritakan, tentang beselit tanggal 8 Agustus 1898 No.12924 (R Soekeni Sosrodihardjo) diangkat menjadi pembantu kepala sekolah di Surabaya (halaman 78) dengan tulisan sebelumnya di halaman 75, Raden Soekeni pada tahun 1898 dengan kapal menuju tempat tugasnya yg baru yaitu surabaya.
Sungguh tepat dalam arena perjuangan kemerdekaan indonesia menurut perhitungan kalender jawa kalamangsa, surabaya tengah menanti kedatangan ‘tuan/pengasuh/bendara’ yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan. Wiji atau bibit, benih itulah yang dikandung di dalam guwa garba Nyoman Rai Srimben, yang setelah lahir terkenal dengan sebutan sang putra fajar.
Diwawancarai lewat sambungan ponselnya, Selasa siang (16/7), kerabat Situs Persada Soekarno, Ndalem Pojok, Wates, Kediri, Kushartono (R Kushartono) mengatakan, analisa ibunya Bung Karno (Ida Ayu Nyoman Rai Srimben) sudah hamil (Bung Karno) saat menyeberang (Pindah dari Bali ke Surabaya), menurut pihaknya, kurang tepat.
“Dengan alasan bahwa, tidak masuk akal jika seorang ibu hamil lebih dari satu tahun. Kalau mengatakan pada saat itu 1998 ibu nya hamil kemudian tahun 1901 Bung Karno lahir kan berarti ibunya kan hamil 3 tahun. Ini yg secara logika kurang tepat,” kata Kushartono kepada Bhirawa.
Ditanya lebih lanjut adakah data yg bisa menunjukkan Bung Karno tidak lahir di tahun 1901 di Surabaya Mas, mengingat di buku itu juga disebutkan pada halaman 79, pada tanggal 28 desember 1901 berdasarkan beselit no.16232 pangkat Soekeni naik menjadi Mantri Guru (Kepala Sekolah) di Sekolah Kelas Dua (Ongko Loro) di Onderdistrict (Kecamatan) Ploso, Afdeling (Kabupaten) Jombang, Kushartono menjawab, sejauh ini pihaknya belum menemukan data autentik jika Bung Karno lahir di Surabaya (dalam arti wilayah Surabaya saat ini).
“Tapi kalau BK (Bung Karno) lahir di Surabaya yang masa itu (1902) wilayahnya sampai Ploso, Jombang, ini yang benar menurut kami, dan sesuai data autentik. Data autentik tanda lahir tulisan tangan ayah Bung Karno dan data catatan arsip THS Bandung. Kemudian juga data beselit-beselit Belanda. Jika data-data ini kita gabungkan, kesimpulnya Bung Karno lahir tanggal 06 Juni 1902 di Ploso yang waktu masuk wilayah Surabaya. Jadi dikatakan Sukarno lahir di Surabaya tidak salah. Tapi Surabaya tempo dulu bukan Surabaya wilayah saat ini,” pungkas Kushartono.
Dihimpun dari berbagai sumber, Kabupaten Jombang, Jawa Timur baru berdiri pada tahun 1910 dan diakui secara hukum pada tahun 1950. Kanjeng Sepuh atau Kanjeng Jimat adalah panggilan kesayangan warga Jombang untuk Bupati Jombang pertama, Raden Adipati Arya Soeroadiningrat atau R AA Soeroadiningrat.
R AA Soeroadiningrat menjabat sebagai Bupati Jombang sejak 1910 hingga 1930. Sebelum masa kepemimpinannya, Jombang merupakan daerah Afdeeling Karesidenan Surabaya dengan pusat pemerintahan Jombang. Namun sebelum masuk di bawah Afdeeling Surabaya, terlebih dahulu Jombang menjadi bagian Afdeeling Mojokerto wilayah paling barat.
Kemudian pada tahun 1881 Jombang dipisahkan menjadi Afdeeling tersendiri. Sekitar tahun 1910 Afdeeling resmi dipisahkan dan menjadi sebuah kabupaten baru dengan cakupan luas sekitar 920 km persegi. Sebagai daerah Afdeeling baru, Jombang dibagi menjadi dua kontrol Afdeeling yakni, kontrol Afdeeling Jombang, meliputi Distrik Jombang dan Ploso. Kontrol Afdeeling kedua terletak di Mojoagung yang membawahi Distrik Mojoagung dan Ngoro. [Arif Yulianto]

Tags: