Menyikapi Isu Karikatur Rasulullah

Oleh :
Choirul Anam Jabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jatim

Seorang dai muda keturunan Rasulullah shallallhu alaihi wasallama. dari tanah Hadhramaut, Yaman, yakni Al-Habib ‘Ali Zainal ‘Abidin bin ‘Abdurrahman Al-Jufri, sedang mengadakan safari dakwah. Beliau menyempatkan berkunjung ke Denmark.

Di sana beliau mengadakan pertemuan dengan seseorang yang amat dibenci kebanyakan Umat Islam saat itu, dialah Kurt Westergaard, penggambar karikatur Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallama.

Seperti ditulis di Wikipedia, Kurt Westergaard (nama lahir Kurt Vestergaard; lahir di Døstrup, Denmark, 13 Juli 1935; umur 85 tahun) adalah seorang kartunis Denmark yang membuat kartun kontroversial dari seorang teroris, meskipun bukannya nabi Muhammad seperti yang sering diklaim, mengenakan sebuah bom di sorbannya.

Kartun tersebut adalah karya paling menonjol dari 12 kartun Muhammad Jyllands-Posten, yang menuai kecaman keras dari kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk negara-negara Barat. Semenjak menggambar kartun tersebut, Westergaard menerima sejumlah ancaman kematian dan menjadi target upaya pembunuhan. Akibatnya, ia berada di bawah perlindungan kepolisian.

Setelah lama berbincang, Kurt tampak heran dengan sikap Habib ‘Ali Al-Jufri. Seorang pemuda berjenggot lebat rapi menutupi leher, tak berkumis, memakai jubah dan imamah serta surban, wajahnya putih dan tampan, tinggi besar, berperawakan persis seperti orang yang dioloknya dengan karikatur.

Tidak keluar sedikit pun dari mulutnya kata-kata kasar sebagaimana sering dilontarkan Umat Islam lewat media. “Tuan, apakah Anda tidak marah atas apa yang telah saya lakukan? Padahal muslim di luar sana tampak sangat ingin memancung saya,” tanya Kurt.

“Jika Rasulullah, orang yang Anda olok-olok itu masih hidup dan menyaksikan apa yang Anda perbuat, saya yakin, beliau pun tidak akan marah. Saya paham, Anda berbuat hal itu karena Anda tidak mengenal pribadi Rasulullah, jika Anda mengenal akhlak beliau yang teramat mulia, Anda pun tak akan pernah terpikir untuk melakukan hal itu,” jawab Habib ‘Ali dengan senyumnya yang bercahaya.

Kisah tersebut hampir sama seperti dua kisah yang dialami oleh Rasulullah. Kisah pertama terjadi pada seorang pengemis buta. Dia memiliki kepercayaan Yahudi. Setiap kali ada orang yang mendekatinya, dia selalu berpesan, agar jangan pernah menekati Muhammad. “Dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir,” kata dia.

Bagaimana Rasulullah menyikapi pengemis buta tersebut? Rasullah bukan mendatangi dia untuk menghardiknya atau sekadar meminta klarifikasi atas hasutannya itu. Nabi SAW justru rajin datang kepadanya dengan menenteng makanan.

Tanpa bicara sepatah kata pun, beliau lantas duduk di sebelah pengemis Yahudi buta itu. Setelah meminta izin, Rasulullah SAW pun menyuapi orang tadi dengan penuh kasih sayang. Hal itu dilakukannya rutin, bahkan kemudian menjadi kebiasaan setiap pagi.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq berusaha menggantikan Rasulullah. Sebagaimana Rasulullah, Abu Bakar meminta izin kepada pengemis tersebut untuk menyuapinya. Namun, di luar dugaan, pengemis tadi malah murka dan membentak-bentak, “Siapakah kamu!?” kata pengemis tersebut dengan kasar. Abu Bakar menjawab, “Aku ini orang yang biasa menyuapimu”.

“Bukan! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” teriak si pengemis lagi, “Jikalau benar kamu adalah dia, maka tidak susah aku mengunyah makanan di mulutku. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu. Barulah kemudian dia menyuapiku dengan lembut,” terang si pengemis sambil tetap meraut wajah kesal.

Abu Bakar tidak kuasa menahan deraian air matanya. “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, Abu Bakar. Orang mulia itu telah tiada. Dia adalah Rasulullah Muhammad SAW,” kata Abu Bakar.

Mendengar penjelasan Abu Bakar, pengemis tadi seketika terkejut. Dia lalu menangis keras. Setelah tenang, dia bertanya memastikan, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghina, memfitnah, dan menjelek-jelekan Muhammad. Padahal, belum pernah aku mendengar dia memarahiku sedikit pun. Dia yang selalu datang kepadaku setiap pagi dengan membawakan makanan. Dia begitu mulia.”

Maka di hadapan Abu Bakar ash-Shiddiq, pengemis Yahudi buta itu mengucapkan dua kalimah syahadat. Demikianlah, dia masuk Islam karena menyadari betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW.

Kisah kedua, ada seorang wanita tua yang berani menghina Rasulullah. Setiap harinya ia suka berdiri di depan rumahnya menunggu Rasulullah. Dia tahu bahwa Rasulullah suka melewati rumahnya untuk melakukan ibadah di Masjidil Haram.

Ketika Rasulullah melewati rumahnya, wanita tua itu langsung meludahkan air liurnya dengan penuh kebencian di depan Rasulullah. Rasulullah bukannya membalas dengan kebencian, tapi Rasulullah justru membalasnya dengan senyuman.

Hingga suatu ketika, Rasulullah tidak mendapati wanita tua itu ketika melewati rumahnya. Beliau sempat dibuat heran ke mana perginya wanita tua yang selalu meludahinya itu. Rasulullah langsung bertanya kepada tetangga wanita tua itu. “Wahai Fulan, tahukah engkau dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku,” tanya Rasulullah.

Orang tersebut sempat bingung kenapa Rasulullah menanyakan orang yang suka meludahinya. Dia pun menjawab pertanyaan Rasulullah. “Wahai Muhammad… Apakah engkau tidak mengetahui bahwa si wanita yang engkau tanyakan dan yang biasa meludahimu, sudah beberapa hari ini dia sedang terbaring sakit,” jawab orang tersebut.

Mengetahui hal tersebut, Rasulullah langsung mengangguk-anggukan kepalanya dan bergegas pergi beribadah ke Masjidil Haram seperti biasanya untuk beribadah. Setelah selesai, Rasulullah memutuskan untuk menjenguk wanita tua itu.

Mengetahui Rasulullah datang menjenguk ke rumahnya, wanita tua itu sempat kaget dan berkata dalam hati, “Duhai betapa luhur budinya manusia ini. Meksipun setiap hari aku ludahi, justru dia adalah orang pertama yang menjengukku.”

Wanita tua itu sempat meneteskan air mata. Sambil menangis dia bertanya kepada Rasulullah. “Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”

Rasulullah pun menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum mengetahui kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan lagi melakukannya.”

Mendengar jawaban Rasulullah, hati wanita tua itu sampai bergetar hingga air matanya terus mengalir. “Wahai Muhammad, mulai saat ini, aku bersaksi untuk mengikuti agamamu,” kata wanita tua itu. Dia pun langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Soal Karikatur

Menurut ‘Wikipedia’, karikatur adalah gambar atau penggambaran suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur menggambarkan subjek yang dikenal dan umumnya dimaksudkan untuk menimbulkan kelucuan bagi pihak yang mengenal subjek tersebut. Sedangkan definisi karikatur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kemendikbud berarti gambar olok-olok yang mengandung pesan, sindiran, dan sebagainya.

Dalam kasus karikatur yang konon diklaim sebagai karikatur Nabi Muhammad itu, sama sekali tidak ada obyek yang menggambarkan Nabi Muhammad. Sebab, Tak ada ciri khas sosok Nabi yang kita ketahui lewat berbagai riwayat Hadits. Tidak seorang pun yang dapat menggambarkan wajah Rasulullah. Karikatur tersebut cuma diberi label ‘Muhammad’. Sementara nama Muhammad itu banyak. Kenapa kita mesti terpancing? Sebenarnya kalau dibiarkan atau tidak ditanggapi, mereka ‘kecele’ sendiri. Justru dengan kita terpancing, mereka bangga karena sindiran mereka berhasil.

Okelah, kalau kita terpaksa terpancing dan tersinggung dengan karikatur tersebut, lalu bagaimana kita menyikapinya? Haruskah kita teriak-teriak dan memaki-makinya? Haruskah kita unjuk rasa besar-besaran? Haruskah kita boikot produk mereka?

Bertitik tolak dari beberapa kisah yang kami sebutkan di atas, tampaknya kita tidak perlu berteriak-teriak dan memaki-makinya, karena hal itu justru menghabiskan tenaga dan pikiran. Tidak perlu juga kita mengadakan unjuk rasa besar-besaran, karena yang namanya unjuk rasa, mesti konotasinya kurang baik dan pasti menimbulkan masalah. Kalau pun tidak anarkis, paling tidak akan menimbulkan kemacetan dan mengganggu pengguna jalan serta menambah pekerjaan petugas. Demikian juga dengan memboikot produk mereka, saya kira tidak perlu. Sebab berapa banyak penduduk atau umat Islam yang kehidupannya menggantungkan pada produk mereka. Sementara pemboikotan kita terhadap Negara tersebut (Perancis), tidak banyak berpengaruh.

Berkaca pada cerita di atas pula, seandainya Rasulullah masih hidup, tampaknya beliau tidak rela umatnya berbuat semacam itu. Solusinya, barangkali yang paling pas adalah dengan berdoa kepada Allah Swt. Mudah-mudahan mereka diberi hidayah dan menemukan kebenaran Islam dan Rasulullah SAW. Bagi kaum nahdliyyin, mungkin bisa melaksanakan istigasah bersama. Kalau di masa pandemi seperti ini bisa digelar secara virtual. Wallahu ta’ala bish shawab…

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: