Menyindir Orang Dewasa Lewat Fiksi

buku-le-petit-princeJudul : Le Petit Prince (Pangeran Cilik)
Penulis : Antonie De Saint-Exupery
Penerjemah : Henri Chambert-Loir
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Cetakan : 2016
Tebal : 120 halaman
ISBN : 978-602-03-2341-1
Peresensi : Muhammad Khambali
Esais dan Pegiat di Pustaka Kaji, Jakarta.

Orang-orang dewasa kurang imajinasi, begitu penuturan pengarang Prancis Antonie De Saint-Exupery dalam Le Petit Prince. Di dalam novelnya ini, Saint-Exupery bukan sekadar menggambarkan cara anak-anak mengamati dunia dengan mata naif dan lugu, tetapi menjadi semacam cara Saint-Exupery mengolok-olok tabiat beserta kaidah hidup orang-orang dewasa yang kerap meremehkan dunia anak-anak. Bagaimana orang dewasa seolah melupakan dirinya ketika anak-anak saat telah menjadi dewasa.
Le Petit Prince atau diterjemahkan dengan judul Pangeran Cilik dapat dikatakan sastra klasik Prancis yang ditulis oleh Saint-Exupery pada tahun 1943. Pangeran Cilik termasuk buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Konon pernah disadur ke dalam 230 bahasa asing. Buku ini memang mengesankan. Tampak seolah kisah anak-anak, tetapi sebenarnya bergelimang sindiran dan pesan kritis untuk orang dewasa.
Pengisahan bermula ketika tokoh Aku membuat sebuah gambar yang diperlihatkan kepada orang dewasa dan menanyakan apakah gambar itu menakutkan mereka. Dan mereka selalu menjawab, “Mengapa harus takut pada topi?” Padahal, ia tidak melukiskan topi, tetapi ular sanca yang sedang mencerna gajah. Demikian orang dewasa, mereka tidak mengerti apapun selain dirinya sendiri. Dan orang dewasa memintanya tidak melantur berimajinasi, dan menyuruh lebih banyak memperhatikan ilmu bumi, sejarah, ilmu hitung, dan tata bahasa (h.8).
Ketika dewasa, tokoh Aku tersebut ternyata adalah seorang pilot pesawat. Pada suatu kali, si pilot terdampar seorang diri di tengah Gurun Sahara lantaran pesawat terbang yang dikemudikannya mogok. Lalu ia dikejutkan dengan pertemuannya dengan seorang bocah yang memintanya menggambarkan seekor domba. Ketika ia menyodorkan gambar ular sanca tertutup, ia tercengang mendengar bocah itu berkata, “Bukan, bukan! Aku tidak mau seekor gajah dalam perut sanca. Gambarkan aku seekor domba” (h.12).
Begitulah mulanya si pilot berkenalan dengan Pangeran Cilik. Bocah berambut emas itu ternyata berasal dari planet lain, yang ukuran planetnya tidak lebih besar dari sebuah rumah. Si pilot menyindir orang dewasa tidak akan percaya hal itu. Menurutnya, orang dewasa hanya menyukai dan memedulikan angka-angka. Mereka hanya akan yakin, misalnya dengan mengatakan planet asal pangeran kecil adalah Asteroid B 612. Ia berpesan, anak-anak mesti berbesar hati terhadap orang dewasa.
Sama halnya dengan si pilot, Pangeran Cilik juga kerap merasa lelah dengan sikap orang dewasa. Ketika sedang kesal, Pangeran Cilik bercerita mengenal sebuah planet yang dihuni seorang bapak berkulit merah padam. Ia belum pernah menghirup bunga. Belum pernah memandang bintang. Belum pernah mencintai seseorang. Belum pernah berbuat apa-apa selain menghitung. Dan sepanjang hari berkata, “Aku orang serius.” Pangeran Cilik lalu merasa berang, “Ia bukan manusia, ia jamur!” (h.34).
Sebelum ke Bumi, Saint-Exupery mengisahkan petualangan Pangeran Cilik mengunjungi planet-planet. Ia bertemu dengan seorang raja yang berperangai suka memerintah, orang dewasa sombong yang selalu ingin mendapat tepuk tangan dan dipuji, pemabuk yang murung, dan pebisnis yang menghabiskan sepanjang hidupnya hanya menghitung bintang. Setiap pertemuan dalam petualangannya tersebut meneguhkan Pangeran Cilik sampai pada kesimpulan bahwa sikap orang-orang dewasa memang amat ganjil sekali.
Pangeran Cilik berkata kalau hanya anak-anak yang tahu apa yang mereka cari. Sementara ia juga mengejek tentang orang-orang dewasa di Bumi. Manusia, kata Pangeran Cilik, menanam lima ribu bunga mawar dalam satu kebun, dan mereka tidak menemukan apa yang mereka cari. Lantaran menurut Pangeran Cilik, mata itu buta. Harus mencarinya dengan hati (h.99). Bagi Pangeran Cilik, hanya dengan hati, seseorang dapat melihat dengar benar. Bahwa yang paling penting justru sesuatu yang tidak terlihat dengan mata.
Novel ini menjadi sebuah kritik bernas terhadap kehidupan kita yang seakan milik orang dewasa semata, dan tidak ada ruang untuk anak-anak. Orang tua misalnya, sering memaksakan anak sesuai dengan pikiran orang dewasa. Orang tua tanpa disadari sering menuntut anaknya menjadi seperti dirinya, seperti apa yang dia inginkan. Betapa seringnya orang dewasa bersikap arogan dan dengan mudah untuk menyalahkan anak-anak. Lantas tak jarang apresiasi orang dewasa terhadap anak-anak begitu rendah, tak mampu menghargai imajinasi mereka yang spontan dan tak terduga.
Lewat kekariban si pilot dan Pangeran Cilik, Saint-Exupery seolah mengajak kita untuk bertamasya menelusuri dunia anak-anak yang polos dan imajinatif. Novel ini menjadi patut dinikmati dan direnungkan oleh orang dewasa. Setiap orang menua, lalu menjadi begitu sibuk dan berambisi, menjadi terlalu serius dan kurang humor terhadap hidup. Dari membaca Le Petit Prince kita percaya menjadi dewasa bukan berarti melupakan keluguan semasa kanak-kanak yang pernah membuat kita merasa begitu bahagia.

                                                                                                         ————— *** —————–

Rate this article!
Tags: